Mohon tunggu...
Fuad Hasan
Fuad Hasan Mohon Tunggu... -

pembaca yang baik adalah mereka yang menghargai setiap tulisan orang lain, walau itu kritik atau pujian,\r\n\r\nhttp://www.privatesastra.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

ketika aku berwujud kenangan

22 April 2011   17:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah gelap, saya tahu, tapi saat mataku mulai terpejam, bayanganmu dengan sigap menyelinap dan singgah di ingatanku, bersemayam, bahkan saat mataku terbuka, dia dengan liarnya lewat begitu saja, saat aku mendengarkan lagu, saat menonton film, bahkan saat aku tak menyadari diriku, bahkan saat aku tak menyadari dirimu. Jam dinding biru itu sudah berdentang empat kali, saya tahu, saatnya ayam tetangga bersahut-ribut, segelas kopi memandangku dengan liar, "tinggal setengah" katanya, lagu satu album ini sudah enam kali terputar otomatis, otakku mulai melemah dengan sejuta kunang kesana-kemari, "aku rindu kamu" kata hati. Dua temanku sudah tidur sedari tadi, saat waktu menunjukkan angka tertingginya. Ini aku dengan drama hidup yang tak pernah aku rancang, ini aku dengan kepenatan masalah yang sempat mati, ini aku dan malaikat berjubah hitam dan schyte-nya yang sudah tersenyum dari kemarin, menunggu aku bertemu orang-orang terkasihku sebelum berangkat, "sabar saja, mereka akan datang sebentar lagi" katanya, sambil meringis bengis. Gelap perlahan mati, bersama robohnya tubuhku, terjatuh dari kursi yang menyangga tubuhku yang sebenarnya sudah tak bernyawa sedari kemarin walau tetap hidup hingga gelap sudah tak bernyawa lagi, waktu mulai mati, bersama teriakan hewan pada bulan, tinggal menghitung gerak jarum jam yang tinggal duapuluh derajat sebelum aku betul-betul berwujud kenangan. Aku mulai menutup mata, mencoba untuk mati, melipat jari, lalu menoreh tangan dengan bekas pecahan kaca dari gelas kopi, "Maaf, kau terlalu sakit untuk kujadikan HIDUP" tercetak jelas dari bekas tanganku. Aku mulai tersenyum, mencoba untuk melemah, menahan nafas, lalu meluruskan badanku agar terlihat suci bagimu, "Maaf, bila aku jawab angkuh dalam MATI" kataku. Kau datang dari jauh, berbaju merah, dengan kembang merah, "aku tak ingin menangis, kau akan tersiksa bila air mata sampai mengalir di senyummu" katamu, hanya bisa memandangmu dari jauh saat mencium keningku. Kau berbalik arah, tersenyum, menitikkan air mata, "Kenanganmu, telah bersanding rindu di hatiku, mungkin besok aku akan menyusulmu" aku diam, mendekatimu, mencium keningmu, lalu tersenyum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun