A. Latar Belakang
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Kemendikbud, 2016).
Keterampilan menulis merupakan tahapan akhir yang dikuasai siswa, karena siswa dapat menulis dengan baik apabila keterampilan berbahasa lainnya seperti (menyimak, berbicara dan membaca), telah dimiliki siswa. Pada dasarnya penguasaan keterampilan menulis, itu lebih sulit dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya. Dilihat dari sudut kemudahanya, penguasaan keterampilan membaca, menyimak dan berbicara, akan lebih mudah dibanding penguasaan terhadap keterampilan menulis.
Penguasaan keterampilan menulis memang bukan hal yang mudah, menulis dipengaruhi banyak faktor. Sedikitnya dibagi atas dua faktor, internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi dari kesulitan ejaan, penggunaan tanda baca, pemilihan kosakata, penyusunan kalimat, paragraf hingga kesulitan mengembangkan ide cerita kedalam bahasa tulis sedangkan faktor eksternal meliputi sarana dan prasarana dalam menulis. Dalam prosesnya, tidak jarang soerang penulis mendapati kesulitan dalam menulis. Terlebih lagi bagi seseorang yang baru menulis atau ditingkat pemula seperti anak seusia sekolah menengah kejuruan.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar.
Contoh kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah ketika proses pembelajaran guru menggunakan beragam cara agar murid dapat mengeksploitasi isi kurikulum, guru juga memberikan beragam kegiatan yang masuk akal sehingga murid dapat mengerti dan memiliki informasi atau ide, serta guru memberikan beragam pilihan di mana murid dapat mendemonstrasikan apa yang mereka pelajari. Contoh kelas yang belum menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah guru lebih memaksakan kehendaknya sendiri. Guru tidak memahami minat, dan keinginan murid. Kebutuhan belajar murid tidak semuanya terenuhi karena ketika proses pembelajaran menggunakan satu cara yang menurut guru sudah baik, guru tidak memberikan beragam kegiatan dan beragam pilihan.
Berdasarkan pengalaman mengajar Bahasa Indonesia di SMK, keterampilan menulis merupakan hal yang sulit bagi siswa. Akhirnya muncullah ide penulis untuk mengangkat sebuah model pembelajaran yakni model "ARISAN KATA". Ini merupakan jawaban bagi para guru yang kesulitan mengajar siswa untuk menulis. Dari model ini siswa akan lebih aktif dalam berpikir dalam memecahkan masalah yang diberikan kepadanya. Kemandirian siswa akan Nampak jelas ketika mereka diberikan kesempatan untuk merajut karya sastra (cerpen).
Bertolak dari apa yang dikemukakan di atas, penulis mengembangkan best practice dengan judul "Pemanfaatan Model Arisan Kata dalam Meningkatkan Gerakan Literasi SMKN 7 Manado melalui Pembelajaran berdiferensiasi". Penekanan dalam best practice ini adalah hasil dari menulis cerita pendek secara berkelompok oleh siswa SMK Negeri 7 Manado melalui pembelajaran berdiferensiasi dengan menggunakan "MODEL ARISAN KATA".
B. Tujuan
Tujuan penulisan best practice ini adalah  (1) Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar  menjadi pembelajar sepanjang hayat, (2) Untuk melihat keterampilan siswa dalam mengumpulkan kata-kata yang paling indah menurut pengalaman hidup mereka, (3) Untuk menguji kemampuan siswa dalam menguraikan kata per kata menjadi sebuah cerita yang indah, (4) Sebagai eksperimen dalam menemukan sebuah strategi untuk menguji adrenalin siswa dalam bermain dengan kata-kata, dan (5) Sebagai proses siswa untuk mengenal arah dan maksud budaya literasi menulis dan membaca untuk bahan kepustakaan di kelas masing-masing.
C. Tantangan untuk mencapai tujuan pembelajaran