Menjadi awalan dalam sebuah artikel ini membahas isu-isu pendidikan dengan mengambil diskursus Ketimpangan pendidikan.
 hal ini di singung lasung oleh Hanif (2014) yang mengatkan institusi sekolah dalam pendidikan, asalkan pendidikan di lakukan
 dengan cara yang keritis,emansipatoris, dan tidak mendoktrinasi. Dan pendapat lain, yang di ungkap lasung oleh Ivan Illich,
 mengatakan bahwa institusi pendidikan, terutama sekolah, telah menjadi salah satu lembaga yang diakui secara resmi mendidik
 anak-anak yang menjadikan alat alternatif. Dapat ditafsirkan bahwa segala bentuk untuk memberikan kcerdasan anak bangsa
 memberikan upaya fasilitas institusi menjadi wadah perkembangan Sumber Daya Manusia sebagai investasi bangsa.[1]
       Ketimpangn pendidikan di indonesia merupakan salah satu problamatika, yang tidak ada habisnya di diskusikan, baik oleh
 pihak pemerintah para aktivis dan bahkan politikus  memperhatikan masalah ini. Ada sebuah data yang menjadi acuan yang di teliti
 oleh (Shoholikhah dkk) di wilayah provinsi bagian timur, tercatat bahwa banyak provinsi di wilayah bagian timur, memiliki
 permaslahan ketimpangan pendidikan yang terjadi. Hal ini tercatat banyaknya seorang anak dari umur 15 tahun tidak mendapakan
 fasilitas pendidikan.