Ki Jangkung Menolong Sultan Banten
Syahdan, di negeri Banten, sedang dilanda kecamuk perang, karena adanya pemberontakan. Para prajurit Kasultanan Banten, tidak mampu memadamkan pemberontakan yang sedang berlangsung.
Bahkan para pemberontak berhasil menduduki istana Kasultanan Banten, dan Sultan Banten beserta isteri dan anaknya mengungsi, ke sebuah desa di lereng gunung Salak, memang jauh dari Istana kasultanan Banten.
Para pemberontak itu terdiri dari gabungan beberapa wilayah bawahan kasultanan Banten, mereka ingin merdeka menjadi Kadipaten yang mandiri. Inilah yang menjadikan kegelisahan Sultan, karena jika saja semua Kadipaten itu minta dimerdekakan, maka, Kasultanan Banten tidak akan mendapatkan upeti.
Dalam pada itu, Sang Sultan teringat saudaranya yang menjadi penguasa di Kasultanan Cirebon, selanjutnya mengutus dua orang gandek untuk mengirimkan surat rahasia kepada Sultan Cirebon. Tidak diceritakan lama perjalanan utusan, kini surat sudah diterima oleh Sultan Cirebon, yang meminta bantuan untuk mengatasi masalah di negerinya.
Dalam suratnya Sultan Banten menulis” kakanda Sultan, sembah ku untuk mu semoga engkau dalam pangayoman yang Maha Kuasa, Dinda memberitahukan, bahwa aku berada dalam pengungsian, karena adanya pemberontak yang kini telah menguasai istana. Para prajuritku tidak mampu menanggulangi apalagi memadamkan aksi para pemberontak. Namun aku mendengar kabar burung, katanya kakanda mempunyai menantu yang sakti, mungkinkah kakanda bisa membantu mengatasi penderitaanku? Kuhaturkan sembahku untuk kakanda di Cirebon”
Karena cintanya Sultan Cirebon terhadap adiknya, maka Sultan Cirebon memanggil menantunya, ki Jangkung.
“ menantu, aku baru saja menerima pemberitahuan dari adikku Sultan Banten, negerinya sedang dilanda kerusuhan, namun kekuatan militernya tak mampu mengatasi pemberontakan yang sedang melanda negerinya. Dia meminta bantuanku agar kau mau membantu meringankan beban penderitaan para kawula yang kini dalam pengungsian!”
“rama Prabu, hamba bersedia membantu, hamba hanya akan meminta pertolongan sang Penguasa Alam Semesta”
Kedua utusan setelah mendengar kesanggupan ki Jangkung, maka senang hatinya, matanya berbinar-binar, kemudian segera minta ijin meninggalkan Cirebon.
Ki Jangkung setelah memberikan sembah kepada Sultan Cirebon, kemudian menuju ke kaputren berpamitan pada isterinya sambil menengok putranya Raden Mukmin. Dan ki Jangkung tidak lupa membawa sebuah beruk dan mangkuk dari tempurung kelapa. Kemudian bersama dengan ke dua utusan naik kereta menuju istana Sultan Banten.
Ki Jangkung kemudian setelah turun dari kereta, menemui pemimpin pemberontak “ wahai saudaraku, apa yang menyebabkan kalian mengangkat perang, saling bermusuhan diantara teman, aku hanya mengingatkan saja, sebaiknya kalian berdamailah, apa yang sebenarnya kalian perebutkan, bahkan kalian rela menyengserakan diri sendiri. Ketahuilah bahwa aku adalah utusan dari Sultan Banten, untuk memberitahukan kepada kalian hendaknya jangan mendholimi sesama teman. Ketahuilah bahwa di dunia ini semuanya adalah milikNya. Sebaiknya berbaiklah kembali, karena sebenarnya siapa yang salah akan kalah!”
Pemimpin pemberontak merasa dilecehkan dihadapan massanya, meka segera memerintahakn kepada anak buahnya yang memegang senajata” serang dia, orang gila ini, jangan dengankan omongannya, orang gila itu hanya membujuk kita agar menurut pada Sultan Banten, tembak mati dia”
Dengan segera pasukan pemberontak yang bersenjata senapan, membidikkan larasnya ke arah ki Jangkung, serempak dari mulut laras terdengar ledakan peluru meluncur kearah tubuh ki Jangkung.
Kemudian ki Jangkung hanya menghadapkan beruknya ke arah para penembak, dan proyektil semuanya masuk ke dalam beruk, setelah penuh di sebarkan ke arah sang penembak, mereka berteriak dan tewas seketika, demikian setiap berondongan peluru itu diletuskan, maka proyektil semuanya masuk ke dalam beruk dan dimuntahkan kembali kepada penembaknya.
Demikian berulang-ulang, akhirnya pimpinan pemberontak, dapat ditangkap oleh ki Jangkung, dan ki Jangkung menghunus pedang, sambil mengucapkan takbir dan bershalawat, para pimpinan pemberontak yang tertangkap satu persatu dipancung kepalanya.
Para pemberontak yang menguasai Istana, menyaksikan kejadian ini, melemparkan senapan dan senjata lainnya, kemudian menyerahkan diri meminta ampunan.
Dalam pada itu, Sultan Banten setelah menerima laporan dari kedua utusan bahwa ki Jangkung sudah menuju ke istana Kasultanan, maka Sultan memerintahkan separoh kekuatan militernya untuk ikut membantu ki Jangkung.
Pasukan bergegas menuju ke istana Kasultanan, namun ketika di tengah perjalanan, mendapatkan laporan dari Komandan pengawal istana, bahwa pemberontak sudah bubar, sementara lainnya menyerah dan minta pengampunan.
Betapa gembiranya hati Sultan Banten ketika mendengar berita kemenangan ki Jangkung, untuk mengungkapkan rasa sukurnya, maka Sultan Banten memberi kesempatan kepada Ki Jangkung untuk memilih hadiah apa saja yang diinginkannya. Namun ki Jangkung hanya mengucapkan “ alhamdulillahi rabbil alamin, hamba hanyalah seperti manusia yang lain, tidak ada hutang piutang diantara kita, semuanya hanya kehendak Yang Maha Kuasa. Jadi sebaiknya kita wajib bersyukur kepada Allah swt.”
Mendengar jawaban Ki Jangkung, Sultan Banten minta berguru kepadanya. Sudah ada sembilan bulan lamanya ki Jangkung berada di Kasultanan Banten, dan suasananya semakin kondusif, kemudian ki Jangkung minta ijin untuk kembali ke Cirebon karena sudah rindu pada isteri dan anaknya…
[ada lanjutannya ke 6 ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H