Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Baruklinting 132

14 April 2013   11:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:13 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Suara anjing yang melolong riuh rendah itu telah membangunkan Baruklinting, dari tidurnya yang lelap. Dia membuka kedua matanya dan menjadi silau oleh sinar matahari. Kiranya matahari telah naik tinggi. Dia cepat memandang ke bawah dan melihat ada empat ekor anjing menyalak dan menggonggong di sekelilingnya. Bukan anjing, pikirnya, melainkan serigala! Serigala-serigala yang liar dan buas!

Dia terancam bahaya! Serigala-serigala itu meraung-raung, dan lidah mereka terjulur keluar, lidah yang basah dan air liurnya berpercikan ke mana-mana, tanda bahwa mereka itu sudah lapar betul dan ingin menikmati daging manusia muda itu!

“Haaaa….haaaaa….haaaaa, anak bandel. Kalau tidak minta ampun kepadaku, empat ekor serigala itu akan mencabik-cabik kulit dan dagingmu, mengganyangmu hidup-hidup!”

Tiba-tiba terdengar suara kakek cebol di sebelah kanannya. Kehadiran kakek ini seketika mengusir semua kekhawatiran di hati Baruklinting, terganti oleh keangkuhan dan kekerasan hati yang luar biasa.

Dia tersenyum. “Anjing-anjingmu ini tidaklah sekejam engkau, kakek iblis. Biar kautambah dengan kau sendiri yang menyalak-nyalak, aku sama sekali tidak merasa takut !”

“Bocah setan!”

Kakek itu berkelebat pergi dengan hati kecewa, dan dari jauh dia mengintai karena dia tidak percaya kalau anak itu benar-benar sedemikian tabahnya sehingga menghadapi kematian yang amat mengerikan dengan sikap begitu tenang saja. Lihat kalau dia sudah digigit serigala, pikirnya.

Baruklinting kembali memandang kepada empat ekor serigala yang mengelilinginya sambil menyalak. Naluri kebinatangannya timbul seketika dan diapun lalu menyeringai, memperlihatkan gigi seekor monyet muda dan mengeluarkan gerengan dari kerongkongannya. Serigala-serigala itu terkejut dan undur, tetapi melihat manusia itu tidak bergerak menyerang, serigala-serigala berani lagi dan mulai mengelilingi lebih dekat.

Aku harus dapat membebaskan diri, pikir Baruklinting. Dia lalu memejamkan kedua matanya dan mengingat-ingat pelajaran yang dia terima dari kakek Wanabaya. Dia sudah menguasai Aji Sitrul Ambyak, dan dia sudah menghafalkan semua bagian jalan darah maupun simpul-simpul syaraf  pada tubuh manusia. Kini dia tertotok lumpuh oleh kakek cebol itu, dan dia merasa betapa jalan darah utama di punggungnya yang dibikin lumpuh sehingga kaki tangannya tidak mampu bergerak.

Dia memutar otak mengingat-ingat jurus Mendorong Ombak Membelai Bulan dan dengan tenaga pranasakti dari pusar, mulailah dia menyalurkan hawa sakti itu menurut pelajaran Ilmu Mendorong Ombak Membelai Bulan yang telah dia hafal di luar kepala.

Semua pelajaran yang telah diterimanya dari kakeknya adalah berupa teori  yang sudah dihafalnya baik. Maka   ketika  kini dalam keadaan terhimpit bahaya, Baruklinting mencoba menyalurkan hawa dari pusar itu secara perlahan sesuai dengan wejangan Ki Ageng Wanabaya.

Pada awalnya energy pranasakti yang disalurkan itu mengalami hambatan, macet di sana-sini karena dia berada dalam keadaan tertotok. Hawa  murni di tubuhnya seperti air mengalir yang berhenti di tempat-tempat saluran yang tersumbat, rasanya kesemutan.

Hawa itu berkumpul dan menjadi makin kuat di setiap sumbatan, bagaikan air yang kelihatan lembut namun mengandung kekuatan dahsyat, satu demi satu sumbatan itu jebol dan hawa murni seperti air itu mengalir terus, makin lama makin kuat menrobos sumbatan-sumbatan akibat totokan itu, dan jalan darahnya mulai lancar kembali.

Perlahan-lahan Baruklinting.berhasil membebaskan diri dari totokan dari kakek cebol itu. Dan tentu saja si kakek cebol itu sama sekali tidak tahu dan bahkan tidak terlintas dalam benaknya bahwa bocah ingusan itu mampu menjebol  totokan jari saktinya yang luar biasa. Rasa percaya diri  ini bukannya tanpa alasan, karena jangankan hanya anak yang masih bau kencur, karena jarang ada jawara di tanah Jawa yang mampu membebaskan totokannya dalam waktu sesingkat itu.

Pada  saat itu, empat ekor serigala tadi sudah mulai menerjangnya! Dengan suara gerengan menyeramkan, serigala-serigala  menubruk dan ada yang menggigit kaki Baruklinting, ada yang mencakar dadanya sehingga bajunya robek dan kakinya berdarah. Dari jauh, ki Kaladite memandang penuh perhatian dan siap untuk turun tangan membunuh empat ekor srigala itu begitu dia mendengar anak itu menjerit, menangis atau mengeluh.

Gigitan  serigala pada kakinya itu membangkitkan hawa murni dari dalam pusar Baruklinting. Dia terbelalak dan dari dadanya, melalui kerongkongannya, terdengar lengking yang menyeramkan dan pada saat itu, putuslah semua tali yang mengikat tubuhnya! Itulah tenaga pranasakti yang diwarisinya dari Paderi Sakti  Gunung Marapi dari Sumatera Barat, tumbuh sepenuhnya dan bangkit serentak sehingga sedikit gerakan saja tali-tali itu putus! Dan kini Baruklinting mengamuk! Serigala yang masih menggigit kakinya itu terlempar ke atas ketika Baruklinting.menggerakkan kakinya. Tangan kirinya dikepal dan memukul moncong anjing yang menggigit dadanya.

“Prakk!”

Tubuh serigala itu terbanting dan kepalanya pecah, dengan rintihan aneh serigala itu berkelojotan dan mati! Serigala yang terlempar tadi terbanting ke atas tanah, dia sudah menerjang lagi bersama dua ekor serigala lainnya.  Baruklinting mengeluarkan suara gerengan seperti seekor monyet, disambarnya ekor srigala yang terdekat, diangkatnya dan sekali dia membantingkan tubuh serigala itu, terdengar suara “krakk!” dan kepala serigala itu pecah berantakan karena menimpa batu!

Dua ekor lagi menubruk dan menggigit Baruklinting., kini tubuh anak itu sudah menjadi kebal dan keras sehingga gigitan itu tidak merobek kulitnya, hanya merobek bajunya. Baruklinting. menggunakan kedua tangannya, yang kiri mencekik leher srigala ke tiga sedangkan yang kanan kembali memukul kepala serigala ke empat.

Pukulannya itupun membuat pecah kepala serigala, dan dengan kemarahan yang memuncak, Baruklinting lalu menggunakan mulutnya menggigit leher serigala yang dicengkeramnya dengan tangan kiri.  Demikian kuat dia menggigit sehingga robeklah leher serigala itu yang sia-sia saja meronta karena cengkeraman tangan Baruklinting membuat jari-jari tangannya menembus kulit srigala! Setelah puas merobek-robek leher serigala, dia mengangkat tubuh serigala itu dan membantingnya.

“Nguikk!”

Serigala terakhir itu berkelojotan dan mati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun