Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Buku Putih Tentang ; Pemecatan Panglima Militer Kasultanan Demak

16 Oktober 2013   09:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:29 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mas Karebet atau lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir, setelah diterima  lulus dan lolos dalam seleksi dan pendadaran prajurit, akhirnya diwisuda menjadi  perwira  militer di Kasultanan Demak Bintara. Karirnya semakin menanjak, karena kesaktiannya yang tiada tanding, Jaka Tingkir menjadi orang penting  dalam jajaran kemiliteran Demak. Ia diwisuda menjadi Panglima Komando strategi militer PANGKOSMIL kasultanan Demak.

Tiap tahun  selalu ada perekrutan prajurit baru, dan bertindak selaku ketua Panitia adalah ki Patih Wanasalam, karena dalam konsep Panglima Jaka Tingkir ingin mencari prajurit yang benar-benar memiliki karakteristik daya juang yang tinggi dan tentu saja loyalitasnya pada Pimpinan, maka dalam pendadaran akan dilakukan sendiri olehnya.

Adalah seorang pemuda preman bernama Dadungawuk, yang tampan dan gagah juga memiliki kesaktian dan bahkan nama ini telah dikenal oleh para penguasa Kasultanan Demak, nama Dadungawuk dari desa Pingit ditakuti setiap orang bahkan orang kerajaan pun segan padanya.

Setelah pemuda Dadungawuk mendaftarkan diri, maka untuk diterima sebagai  sebagai calon prajurit harus melalui sebuah pendadaran, dan untuk kali ini Panglima Jaka Tingkir sendiri yang akan melakukan pengujian pada calon peserta si Dadungawuk.

Tahap pertama pengujian kesamaptaan jasmani, yakni menguji seberapa kuat fisiknya menghadapi benturan-benturan pihak lawan. Bagi Dadungawuk itu dianggapnya hal sepele,  pertandingan fisik telah berlangsung, hampir semua kemampuan Jaka Tingkir telah dikeluarkan.

Namun nampaknya bagi Dadungawuk semua pukulan dan tendangan Panglima Jaka Tingkir nyaris tidak terasa ketika menimpa di tubuhnya. Hal ini semakin membuat berang sang Panglima, merasa seperti dilecehkan maka Panglima Jaka Tingkir mengeluarkan senjata rahasia yang berupa sadak kinang [ besi sepanjang 17 cm untuk menumbuk sirih].

Maka setelah memusatkan  energi pada telapak tangan kanannya, dengan teriakan dahsyat Panglima Jaka Tingkir meloncat ke udara, kedua kakinya bergantian menerjang tubuh Dadungawuk namun sempat ditangkis olehnya. Disini Dadungawuk terkecoh dengan tendangan tadi, karena sebenarnya ‘sadak kinang ‘yang ada di telapak tangganya sudah diarahkan pada tubuh Dadungawuk,  secercah sinar putih meluncur ke arah tubuh Dadungawuk ‘ sadak kinang' melesat dengan kecepat kilat menancap di dada lawannya, dan sang calon prajurit ini tewas seketika.

Patih Wanasalam setelah mengetahui peristiwa terbunuhnya Dadungawuk, segera melaporkan kejadiannya kepada Sultan Trenggana, mendengar laporan Ketua Panitia, Sultan Demak III menjadi berang, dan Pangkosmil Jaka Tingkir dipecat dari jabatannya bahkan diusir dari istana. Itulah kira-kira yang ditulis oleh sekretaris Negara Kasultanan Demak.

Berita tersebut segera tersebar luas sampai hari ini bahwa  Jaka Tingkir membunuh Dadungawuk yang preman itu, hanya dengan ‘ sadak kinang’.

Kisah yang ditulis oleh sekretaris Kasultanan  Demak yang sudah 500 tahun lalu dipercaya begitu saja, dan kini kita tentu bertanya-tanya tentang peritiwa tragis itu;

Pertama, Jaka Tingkir  adalah seorang yang sakti, dia murid kinasih Sunan Kalijaga, juga murid ki Ageng Sela dan tokoh-tokoh sakti lainnya, mengapa tidak mampu mengalahkan Dadungawuk dari desa Pingit.?

Kedua, mengapa pula Jaka Tingkir mesti harus membawa ‘sadak kinang’, tokh dia juga memiliki ilmu kanuragan yang tinggi, juga memiliki Aji Lebur Saketi, Lembu sekilan.?

Ketiga ; mengapa Sultan Trenggana membela mati-matian terhadap Dadungawuk dari desa Pingit yang sebenarnya seorang preman, dan sangat  meresahkan masyarakat di kasultanan Demak?

[bersambung]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun