Kasultanan Pajang
Kasultanan Pajang adalah sebuah kerajaan baru, setelah keruntuhan Kasultanan Demak. Didirikan oleh Sultan Hadiwijaya atau dikenal dengan Jaka Tingkir.
Jaka Tingkir yang nama aslinya Mas Karèbèt, adalah putra dari Ki Ageng Penggingatau Ki Kebo Kenanga, keturunan Adipati Andayaningrat di Kadipaten Pengging.
Oleh Sunan Kalijaga, Mas Karebet kelak akan menjadi seorang Raja, maka untuk persiapannya harus banyak belajar. Beberapa gurunya adalah Sunan Kalijaga, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Banyubiru, Sunan Kudus, Sunan Prapen. Ia juga menjadi muridKi Ageng Sela, dan menjalin saudara angkat dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu Pemanahan, danPanjawi.
Atas petunjuk Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir harus mengabdi ke Demak. Akhirnya diangkat menjadi kepala prajuritDemakberpangkatlurah wiratamtama.
Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir diusir dari Kasultanan Demak karena salah tangan telah membunuh seorang magang prajurit yang  bernama Dadungawuk . Atas bimbingan Ki Ageng Banyubiru ia kembali keDemakbersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.
Dan akhirnya karena jasanya menyelamatkan Sultan Trenggana di Hutan Pawata, ia diampuni kesalahannya dan direhabilitasi nama baiknya dan kedudukannya, bahkan Jaka Tingkir kemudian menjadi menantu Sultan Trenggana  menikahi putri ke tiganya.
Setelah menikah, Jaka Tingkir di tunjuk menjadi Adipati di Pajang dan bergelar Adipati Hadiwijaya, yang didampingi saudara seperguruannya yakni Ki Pamanahan dan ki Panjawi.
SepeninggalSultan Trengganatahun 1546 M, putranya yang bungsu bergelarSunan Prawata yang sedianya dinobatkan sebagai pengganti Sultan Demak berikutnya,tewas dibunuh empat orang utusan Arya PenangsangAdipati Jipang Panolan. Tidak hanya itu, tetapi Arya Penangsang sebelumnya telah membunuh Pangeran Hadiri Adipati Jepara, suami dari Ratu Kalinyamat.
Alasan Arya Penangsangmembunuh seluruh keturunan Sultan Trenggana, karena dia menginginkan  untuk menjadi Sultan Demak berikutnya. oleh sebab itulah Pangeran Hadiri yang menantu pertamanya Sultan Trenggana dibunuh, kemudian Sunan Prawata juga dibunuh.
Atas perkenan Ratu kalinyamat, Adipati Hadiwijaya memboyong semua pusaka Kasultanan Demak Bintara, yang berupa Keris Kyai Sangkelat, Tumbak Kyai Pleret, Gamelan dan Bende kyai Bicak, diboyong ke Kadipaten Pajang. Dan Hadiwijaya berjanji untuk membunuh Arya Penangsang.
Setelah semua pusaka dipindahkan ke Pajang, maka Adipati Hadiwijaya, atas restu Sunan Giri Prapen dinobatkan menjadi Sultan Pajang, yang didukung oleh para Adipati Brangwetan maupun Brang kulon.
Berita penobatan Sultan Pajang, membuat gerah hati Adipati Jipang Panolan, kemudian mengirim utusan untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, namun gagal.
Sudah ada tiga tahun Arya Penangsang  sebagai Adipati bawahan Kasultanan Pajang, tidak pernah seba di Pajang, hingga akhirnya ki Panjawi di utus untuk menanyakan sebab-sebabnya tidak pernah menghadap ke Pajang.
Jawaban Arya Penangsang, 'kesaktian Sultan Pajang masih di bawah kesaktian Adipati Jipang Panolan'. Dan tindakan makar pun dilakukan oleh Arya Penangsang beberapa kali, namun gagal. Meskipun pada saat itu Sunan Kudus ada dibalik semua tindakannya.
Karena Sultan Hadiwijaya enggan melawan Arya Penangsang yang sebenarnya juga masih saudara perguruannya, sebagai sama-sama murid Sunan Kudus.
Maka  cara yang digunakan adalah membuat sayembara. Barangsiapa yang mampu membekuk atau membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Perdikan Pati Pasantenan dan Bumi Mentaok.
Sayembara diikuti olehPemanahandan Panjawi. Dalam perang itu,Pemanahan dan Panjawi dibantu oleh saudaranya yang bernama Juru Martani. Dengan siasat jitu maka yang mampu membunuh arya Penangsang hanyalah Sutawijaya .
Dan akhir dari pertempuran itu, di seberang barat Bengawan Sore. Arya Penangsang tewas oleh Sutawijaya setelah Tombak Kyai Plered mampu menembus perut Aryo Penangsang sebelah kanan
Usai kejadian tewasnya Adipati Jipang Panolan, Panjawimendapatkan hadiah tanah perdikan Patidan dinobatkan menjadi Adipati  Pati, yang bergelar Adipati Pragola Pati.
Sementara itu,Pemanahanmasih menunggu, dan belum mendapatkan hadiah seperti yang dijanjikan oleh Sultan Hadiwijaya. Hal ini bukan tanpa alasan, karena sebenarnya memang Sultan Hadiwijaya  agak berat hati melepaskan Hutan Mentaok kepada Pamanahan.
Hadiwijaya selalu teringat  dan terngiang ucapan Sunan Giri Prapen ketika dalam pengangkatan dirinya menjadi Sultan Pajang, di padepokan Giri Kedaton. Bahwa kelak Bumi Mentaok itu akan menurunkan Raja besar yang akan memimpin Nusantara. Karena itulah  Sultan Hadiwijaya menunda penyerahan Hutan Mentaok.
Sampai tahun 1556 M, hutan Mentaokmasih ditahan Adiwijaya.Pemanahansegan untuk meminta hadiah tersebut, kemudian Pamanahan meninggalkan Pajang dan tinggal di desa Sela di Grobongan.
Syahdan Sunan Kalijaga , kebetulan sedang mengunjungi muridnya di desa Mangir, dan kemudian mampir di desa Sela,  maka selaku guru yang sudah waskita ing semu, kemudian tampil sebagai penengah kedua muridnya itu.
Sunan Kalijagameminta Sultan Hadiwijaya agar menepati janji karena sebagai raja  panutan rakyat. Sebaliknya, Pemanahanjuga diwajibkan loyal kepadaPajang.
Tiga tahun kemudian , atas bantuan dari penduduk desa Sela, maka Bumi Mentaok telah diubah menjadi sebuah perkampungan baru, dan seluruh penduduk Sela dipindahkan ke Mentaok, yang kemudian dinamakan Mataram.
Atas dukungan penduduk dan para tokoh, maka Pemanahan diwisuda sebagai pemuka desa Baru Mentaok, yang kemudian disebut ki Ageng Mataram atau Panembahan Mataram.
Beberapa tahun kemudian  Ki Ageng Mataram, meninggal dunia, dan digantikan oleh putranya yakni Danang Sutawijaya yang bergelar Senapati Ing Ngalaga. Sebuah gelar yang diperoleh ketika menumpas pemberontakan Arya Penangsang.
Keberadaan Mataram yang semakin maju dan memiliki angkatan perang, menyebabkan Sultan Hadiwijaya merasa terancam kedudukannya. Apalagi telah lebih dari satu tahun lamanya Senapati tidak pernah seba di Pajang.
Kemudian Sultan mengirim utusan untuk mengirim nawala ke Mataram tentang ketidak hadiran Senapati dalam setiap pisowanan agung. Jawaban nawala dari Senapati, sangat menyakitkan' kelak kalau sudah ada kehendak Yang Maha Kuasa'.
Sikap Senapati ini membuat berang Sultan Hadiwijaya, dan kemudian denngan mengerahkan pasukan yang dipimpin  sendiri oleh Sultan Hadiwijaya, menyerbu Mataram.
Usaha penyerangan ketika sampai di sebelah timur Prambanan di desa Randhulawang, ketika pada malam hari terjadi bencana  muntahnya lahar dingin yang menerjang pakuwon Randhulawang, sehingga wadyabala Pajang kocar-kacir. Isyarat yang tidak bagus, ini  membuat keputusan Sultan Pajang untuk membatalkan penyerangannya ke Mataram.
Beberapa bulan setelah peristiwa penyerbuan ke Mataram yang gagal itu, menyebabkan Sultan Hadiwijaya sakitnya bertambah parah, kemudian meninggal dunia.
Setelah upacara pemakaman selesai, Panembahan Kudus menjegal penobatan putra Mahkota Pangeran Benawa untuk menjadi penerus kasultanan Pajang, dan melantik  Pangeran Pangiri yang Adipadi Demak itu, menggantikannya sebagai Sultan pajang ke II bergelar Sultan Awantipura.
Situasi di dalam istana semakin parah, Â intrik kerajaan silih berganti, dan Sultan Awantipura hanya memimpin Pajang selama tiga tahun, karena berhasil ditaklukkan oleh Senapati Ing Ngalaga.
Sedangkan sebagai penerus Kasultanan Pajang adalah Pangeran Benawa yang kemudian bergelar Sultan Prabu Wijaya, namun hanya memerintah selama satu tahun  kemudian jatuh sakit, dan meninggal dunia.
Selanjutnya Senapati Ing Ngalaga  menobatkan dirinya menjadi Sultan Mataram yang pertama dan bergelar Panembahan Senapati. Sedangkan semua pusaka Pajang telah berhasil dipindahkan ke Mataram.
Status Kasultanan Pajang diperkecil menjadi Kadipaten, dan adik Senapati, Raden Gagak Baning sebagai Adipati di Kadipaten Pajang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H