Mohon tunggu...
sastiatri
sastiatri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Untag Surabaya

Mahasiswa Psikologi ^24

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Korupsi : Pengulangan Abadi dalam Perspektif Nietzsche di Indonesia

6 Januari 2025   23:02 Diperbarui: 6 Januari 2025   23:02 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tikus Berdasi (sumber : sastia tri)

WARISAN YANG TERUS BERULANG BAGI BANGSA INDONESIA 

Korupsi di Indonesia merupakan salah satu isu yang terus membelenggu sistem pemerintahan dan masyarakat. Sejak era kolonial hingga masa reformasi, praktik korupsi tidak hanya merugikan perekonomian negara tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum dan politik. Berbagai lembaga antikorupsi seperti KPK telah dibentuk, namun pola yang sama terus berulang. Kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi sering kali disusul oleh kasus serupa di waktu berikutnya. 


KORUPSI DALAM PERSPEKTIF NIETSZCHE : PENGULANGAN ABADI 

Nietzsche menganggap korupsi sebagai gejala keterperangkapan individu dalam pengulangan abadi, lebih dari sekadar pelanggaran moral. Meskipun mereka tahu bahwa mereka melakukan hal yang salah, mereka yang melakukan korupsi terus melakukannya karena mereka terjebak dalam pola pikir yang melihat kekuasaan sebagai tujuan akhir. Karena mereka berpikir secara egois dan egois, mereka tidak dapat melihat dunia secara objektif. Menurut Nietzsche, korupsi adalah hasil dari rasa iri dan dendam terhadap mereka yang lebih berkuasa, yang akhirnya mengarah pada penghancuran sistem itu sendiri.

Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga negara semakin merosot sebagai akibat dari lingkaran setan yang diciptakan oleh korupsi berulang. Nietzsche akan melihat ini sebagai sindrom peradaban yang sudah memasuki siklus kehancuran, di mana tidak ada kemajuan nyata karena kita terus berperilaku dengan cara yang sama. 

Untuk mengatasi masalah korupsi, masyarakat harus belajar untuk mengubah sistem saat ini dan bukan hanya fokus pada orang-orang yang melakukan tindakan yang tidak etis. Siklus ini dapat dihindari dengan peningkatan pendidikan, kesadaran hukum yang lebih kuat, dan reformasi yang menyeluruh dalam institusi negara.

Nietzsche tidak menawarkan solusi praktis, tetapi dia mengajarkan kita untuk berani menghadapi kenyataan hidup dan memiliki kekuatan untuk mengubah sesuatu meskipun tampaknya tidak mungkin. Dalam maraknya kasus korupsi, kita semua harus berani mengambil tanggung jawab atas keadaan kita sendiri dan berjuang untuk kehidupan yang lebih baik, dengan menghindari terjebak dalam siklus ulang yang merusak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun