[caption id="attachment_324456" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Pada tanggal 31 Oktober 2013, Anggara Putra Trisula (APT - 21 tahun) marah dan menabrak belasan siswa dan beberapa guru di SMA Hang Tuah 2. Masalahnya sepele, karena ditegur satpam supaya melapor ke bagian BK. Korban yang paling parah adalah Alif kurnia safitri (15 tahun), dia dilindas ban depan belakang sehingga harus dioperasi segera untuk menghindari cacat seumur hidup.
Anggara Putra trisula yang merupakan anak dari purn. Jenderal polisi (Totok Sudharto) mendapat perlakuan istimewa dari Kepolisian Sidoarjo. Anggara dijebloskan ke penjara pada tanggal 4 November 2013. Tapi tidak sampai semalam polisi merestui APT untuk diangkut ke rumah sakit karena mengeluh tidak bisa tidur dan sakit perut. Polisi juga merestui APT “bebas” setelah keluar dari Rumah Sakit.
“Iya, dia (APT) ditangguhkan penahanannya sudah sekitar seminggu. Orang tuanya yang menjamin penangguhan tersebut,” jawab Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Jatim Kompol Bambang Cahyo Bawono,(5/12/2013). Alasan penangguhan APT adalah karena sakit. Namun, ketika ditanyakan tentang penyakit Anggara, penyidik tidak tahu persis jenis sakitnya.
Entah sengaja diulur atau tidak, berkas Anggara sampai sekarang masih terhenti di penyidik. Terhitung tanggal 21 Desember 2013 (H+51) berkas Anggara baru dinyatakan P21 atau sempurna, dan tanggal 29 Januari 2014 (H+90) berkas dinyatakan P21A atau ada penambahan. Entah apa yang mendasari hal tersebut tapi perlakuan istimewa ini sangatlah jauh dari rasa keadilan dan masyarakat melihat jelas bahwa kasus ini adalah bukti bahwa kepolisan di Indonesia tidak lagi sebagai payung keadilan.
Apakah yang dikatakan oleh Kapolri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman hanya sebagai formalitas publik saja?
“Pelanggaran Hukum apa pun yang dilakukan, proses dan yang melakukan harus bertanggung jawab secara hukum,” Ujar Sutarman ketika ditanya mengenai kasus APT (05/11/2013).
Sudah mendekati bulan keempat kasus ini “dibiarkan” oleh pihak kepolisian Sidoarjo. Apakah akan sampai bulan kelima, lebaran atau bahkan Tahun depan hanya untuk melindungi seorang anak jenderal. Sangat pentingkah APT sampai harus mengorbanklan kredibilitas kepolisian? Padahal kalau dilihat dari sikap APT dan keluarga terhadap para korban sangatlah tidak terpuji.
1. APT maupun Keluarga tidak pernah mengaku salah tetapi sebaliknya mereka menyalahkan para korban dan mengklaim bahwa kecelakaan tersebut adalah kesalahan para korban;
2. APT maupun Keluarga tidak mau menengok keadaan para korban;
3. APT dan Keluarga baru meminta maaf kepada para korban baru pada tanggal 17 Desember setelah didesak oleh pihak Danlanal Sidoarjo;
4. APT maupun Keluarga mengganti biaya tercatat hanya sebesar Rp 1 juta dan 1 buah kursi roda untuk para korban, padahal operasi Alif menelan biaya Rp 65 juta, belon korban yang lainnya;
5. Sampai sekarang pun pihak APT dan Keluarga terkesan marah terhadap pihak sekolah dan para korban.
Jadi, sepenting apakah anak Purnawirawan Jenderal Polisi Totok Sudharto? Atau adakah sesuatu yang lain di balik kinerja kepolisian yang “istimewa”?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H