Zaman fitnah, banyak kekacauan. Keresahan merajalela di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak orang mengumbar emosi dan kebencian tanpa perlu pikir panjang.
Zaman fitnah, banyak orang bingung, mau bertanya tidak tahu kemana. Akhirnya tertipu oleh penglihatannya sendiri. Begitulah kalau sempit cakrawala pengetahuannya. Ibarat manusia memakai kacamata kuda; mudah heran dan gampang terperangah karena melihat objek di depannya melalui sudut pandang yang sempit.
Kuda adalah metafora binatang yang nafsunya besar, mudah meledak- ledak, lebih mengandalkan okol dan naluri purba. Manusia tentu sangat berbeda dengan kuda. Kepekaan rasa tidak boleh dibiarkan terkubur oleh hawa nafsu agar nafsu di dalam diri tidak menjelma menjadi raja. Nafsu yang hanya dikendalikan akal logika akan menerjang apapun tanpa batasan. Perangainya mirip kuda yang tanpa tali kendali.
Gambaran penglihatan batin yang tertutup itu seperti kuda yang dipasang hijab di kanan kiri matanya. Itulah perumpamaan qolbu yang semestinya mampu memberi informasi kebenaran melalui kepekaan rasa dalam bentuk pemahaman dari pancaran Nur Ilahi, justeru malah ditutupi sendiri karena ketidaktahuannya. Padahal penglihatan lahiriyah itu hanya jendela kecil yang sempit, sedangkan penglihatan batiniyah lebih luas jangkauannya.
Akhirnya, banyak orang beragama tapi jauh dari Allah SWT. Sebab beragama hanya berlandaskan akal semata. Sedangkan untuk taqorrub ila Llah, akal terkadang justeru menjadi hijabnnya. Seharusnya tidak perlu terjadi ujaran kebencian, fitnah, caci-maki memenuhi ruang-ruang majelis ilmu dan halaqoh pengajian, bahkan masjid.
Jika sudah begitu, orang-orang waras tersudut di pojok sepi. Tersingkir dari hiruk-pikuk arogansi dan kepongahan. Suaranya pelan dan lirih sekali sehingga hanya alam dan Allah saja yang mendengarnya. Sedangkan suara-suara kebencian begitu lantangnya memecah langit, menggelegar laksana petir yang siap menyambar apa saja.
Amar ma'ruf nahi munkar dengan tangan bukan berarti selalu melalui cara mengacungkan pedang untuk menghukum sesamamu. Tetapi bisa juga dengan cara mengulurkan tanganmu untuk sesamamu yang memerlukannya. Menegakkan syari'ah adalah menata ahlaqmu dan keluargamu sebelum Allah memanggilmu untuk menata saudaramu yang lainnya. Jika dirimu sudah dipanggil sendiri oleh Allah SWT untuk tugas yang lebih besar, maka alam akan membantu tugasmu atas izin Allah azza wa jalla. Jadi, berhentilah menjadi pahlawan kesiangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H