Mohon tunggu...
Sasmita Pramana Sari
Sasmita Pramana Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya adalah orang yang berdikasi tinggi saya suka dengan sesuatu yang memiliki nilai estetika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cancel Culture: Alat Untuk Mencapai Keadilan Atau Penghakiman Massa?

7 Juli 2022   14:46 Diperbarui: 7 Juli 2022   14:54 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cover ilustrasi penerapan cancel culture terhadap individu (sumber: dokumen pribadi)
 
Media sosial di Indonesia akhir-akhir ini ramai dengan istilah budaya pembatalan atau lebih sering disebut dengan cancel culture. Istilah cancel culture ini banyak dipakai untuk menghilangkan pengaruh dari seseorang yang menurut pandangan netizen menyalahi norma di masyarakat dan berperilaku tercela. Salah satu contoh cancel culture yang ramai di Indonesia adalah kasus Influencer Rachel Vennya yang di-cancel karena tindakan melanggar karantina. Selain itu, kasus seorang Influencer bernama Ragil Mahardika juga baru-baru ini sempat ramai di-cancel netizen indonesia karena membagikan pengalaman menjadi LGBT dan berkomentar terkait LGBT pada podcast Deddy Corbuzier, hal tersebut ramai akan hujatan dan berakhir dengan dihapusnya konten yang tayang pada podcast Deddy Corbuzier.

 Melansir dari Alo dokter, cancel culture didefinisikan sebagai upaya pemboikotan secara massal terhadap orang yang dianggap bermasalah, misalnya saat ada seseorang melakukan tindakan yang dianggap menyinggung atau tidak pantas untuk dilakukan. Penerapan pemboikotan secara massal ini juga umumnya bersama dengan pemberhentian dukungan pada orang tersebut.

Cancel culture dianggap mampu menjadi sarana bagi masyarakat untuk memberikan sanksi kepada orang yang bersalah agar nantinya mereka sadar atau setidaknya orang yang di-cancel tahu jika mereka salah dan tindakannya tidak pantas.

Penanganan pada kasus yang dianggap sensitif, tetapi hukuman yang diberikan oleh pihak berwajib tidak setimpal kepada pelaku juga merupakan salah satu faktor yang membuat para netizen di media sosial seolah mempunyai hak untuk melontarkan kata-kata kasar dan memberikan hukuman berupa pemboikotan secara massal sebagai bentuk sanksi sosial .

Namun dalam penerapannya, cancel culture tidak hanya diterapkan pada seseorang yang berperilaku tercela saja, tetapi juga ditujukan pada orang yang berbeda pendapat.
Walaupun cancel culture dianggap dapat memberikan dampak positif agar kita memikirkan perkataan dan tindakan yang akan kita lakukan. Penerapan cancel culture juga menjadi bentuk baru dari pengekangan terhadap hak kebebasan berpendapat. Padahal setiap warga negara memiliki hak untuk bersuara dengan apa yang mereka percayai dan yakini.

Referensi:
https://www.alodokter.com/memahami-apa-itu-cancel-culture-dan-dampaknya-bagi-kesehatan-mental
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210924122432-277-698917/mengenal-cancel-culture-ramai-ramai-memboikot-orang-lain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun