Media merupakan salah satu aktor penting dalam pegelaran Pemilu 2014. Selain menjadi wadah Informasi, media juga mempunyai peran menjadikan Proses demokrasi di Indonesia akan semakin baik dan bermutu. Secara ideal, dalam setiap pemberitaannya selalu berusaha netral dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Dalam perkembangannya, idealisme tersebut semakin bergeser kearah yang dikehendaki pemilik media itu sendiri. Fenomena tersebut tentunya mulai disarakan ketika pemilihan legislative sebelumnya, dan diperkirakan akan semakin gencar menjelang Pemilu 2014. Tidak dapat dipungkiri jikabeberapa konglomerat media saat ini menjadi bagian dari aktor dalam Pemilu 2014, sehingga netralitas media dalam Pemilu 2014 sangat dipertarungkan.
Media dalam Pemilu 2014 mempunyai fungsi dan peran strategis diantaranya, sebagai wadah penyampaian informasi, media propaganda dan sebagai wadah kampanye. Ketiga fungsi tersebut seharusnya tetap berlandaskan dengan aturan dan etika media.
Dalam perspektif demokratisasi media, seyogiyanya media mendukung terwujudnya public sphere karena akan memberikan arena untuk perdebatan (diskusi) politik, sehingga diskusi tentang kebebasan pers masih tetap berlangsung, agar dapat menyuplai informasi dan merefleksikan opini yang sebenarnya dan diharapkan dapat membantu perkembangan demokrasi di Indonesia. Pemilik media menjadi isu strategis dan salah satu aktor pada Pemilu Presiden 2014 yang beberapa bulan lagi akan digelar.
Para pemilik media yang berkepentingan dalam pemilu atau calon presiden-dan wakil presiden yang tergabung dalam koalisi mulai tebar pesona dan membangun brand image dengan memanfaatkan media milik mereka sendiri. Idealnya, sebuah media harus mampu menjaga objektivitas media melalui tayangannya termasuk iklan politik. Di Indonesia kini, teori ekonomi media sudah terbukti benar karena melahirkan para konglomerat media dan para pemilik media massa itu sudah banyak yang menjadi pejabat eksekutif.
Media dan pemiliknya menjadi salah satu tren isu tersendiri pada Pemilu 2014. Pemilik media menjadi penting dalama kancah perpolitikan Indonesia karena mereka merupakan bagian dari eli partai peserta Pemilu 2014, diantaranya; Surya Paloh (Pimpinan Nasdem) dengan media Metro TV, Abu Rizal Bakrie (Ketum Golkar)dengan TV One dan Antv, Hari Tano Sudibyo (Partai Hanura). Ketiga elit politik tersebut dalam Pemilu Presiden 2014 telah menentukan arah koalisinya untuk memenangkan Pilpres.
Dari gaung politik yang terdengar, ada dua calon pasangan Preseiden dan Wapres yang akan ikut bertarung pada Pemilu Presiden 2014 mendatang yaitu, kubu Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Berdasarkan komunikasi politik yang telah terbentuk para pemilik media sepertinya telah melabuhkan pilihannya kemana arah koalisi pada Pemilu 2014.
Seperti diketahui bersama, Surya Paloh sebagi salah satu konglomerat media di Indonesia adalah partai yang pertama kali membangun dan menyatakan dirinya berkoalisi dengan PDIP. Koalisi Nasdem dengan PDIP tentunya akan saling memperkuat posisi Jokowi-JK dengan media yang dimiliki oleh Paloh sendiri. Metro TV dipastikan akan menjadi alat dana media yang dapat mendongkrak suara dari kubunya.
Sementara itu, Abu Rizal Bakrie (ARB) sebagai Ketum Golkar yang menjadi pemilik TV One dan ANTV mengalami perjalanan panjang dalam menjalin koalisi. Setelah menempati posisi kedua dalam perolehan suara Pemilu legislatif beberapa waktu yang lalu, tidak serta merta membuat posisi dan elektabilitas ARB meningkat sehingga bisa maju sebagai Capres pada Pemilu 2014. Berkali-kali menjalin komunikasi dengan kubu Jokowi dan Prabowo, akan tetapi tidak membuahkan kesepakatan. Kemudian, beberapa kali terdengar isu di media jika Golkar akan mengusung ARB sebagai Capres dan berkoalisi dengan partai Demokrat dengan mengusung Pramono sebagai Cawapres. Akan tetapi, isu tersebut seperti angin hanya berhembus tanpa ada kepastian. Sepertinya ARB dan Golkar harus menerima jika kenyataan tersebut. Akhirnya, Partai Golkar menyatakan mendukung untuk pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pilpres mendatang, dengan kata lain Golkar telah menetapkan pilihan dengan berkaloalisi dengan Prabowo-Hatta. Keberadaan ARB di kubu Prabowo-Hatta tentunya memberikan posisi yang sama dengan kubu Jokowi-Hatta dalam hal kekuatan media.
Ketika kedua pemilik dan konglomerat media diata sresmi berkoalisi, berita terkait koalisi Hanura dengan Jokowi-JK menjadi sangat menarik. Partai Hati Nurani Rakyat resmi bergabung dengan poros koalisi PDI-Perjuangan yang mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden dalam pemilihan presiden Juli 2014 mendatang. Keputusan ini disampaikan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto seusai bertemu dengan Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar. Sementara Hari Tanoe, seperti kita ketahui merupakan Cawapres Hanura tidak sepakat dengan keptusan Hanura tersebut.
Kehadiran Bos MNC Grup Hary Tanoesoedibjo di dunia politik cukup mengejutkan masyarakat. Namun Hary sudah merasakan semua posisi, dari sekedar kader, hingga Cawapres Hanura, hingga terdengar kabar jika HT harus menutup karier politik sebelum Pilpres dihelat. Hary Tanoesoedibjo masuk ke dunia politik sejak awal bulan Oktober 2011. Partai NasDem dipilih Hary sebagai tempatnya berjuang pertama kali. Hary pertama kali muncul di Rapimnas Partai NasDem pada 9 Oktober 2011.
Diam-diam Hary Tanoe ternyata mempunyai pilihan politik yang berseberangan dengan sikap Hanura terkait Pilpres 2014. Saat Ketum Wiranto mengarahkan koalisi ke Jokowi-JK, HT malah menghadiri pertemuan kubu Prabowo-Hatta. Ketua Umum Wiranto pun langsung mengambil sikap tegas, dengan meminta HT untuk mengundurkan diri. Pilihan politik HT sepertinya mengarah pada Prabowo-Hatta, dengan demikian pundi-pundi kekuatan media di kubu Prabowo semakin bertambah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI