Mohon tunggu...
Saskia Rianda
Saskia Rianda Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Nama : Saskia Rianda. Lahir : Padang Panjang pada Rabu, 6 Januari 2010. Agama : Islam. Hobi : Membaca, menulis dan menggambar. Kategori yang disukai : Cerpen, puisi dan artikel edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Menyesal Tidak Mendengarkan Bunda

21 September 2024   21:23 Diperbarui: 22 September 2024   06:54 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lapangan yang tadinya berdebu berubah menjadi kubangan lumpur tipis. Tentu saja kami tidak peduli. Bahkan, kami semakin bersemangat ketika melihat genangan air kecil terbentuk dibeberapa sudut Lapangan. Kami berlari, melompat, tertawa sambil bermain bola.

Bola mengarah kearahku, tanpa memperhatikan sekitar aku langsung mengejar dan menendang bola. "Brukk!!!" Aku terjatuh. Rasanya seperti seluruh tubuhku terpeleset di atas sabun yang licin. Pinggulku menghantam tanah basah dan seragamku langsung berlumuran lumpur. Aku merasa sangat malu.

Anak-anak lain berhenti dan berlarian kearahku. Bukannya menolong beberapa dari mereka malah menertawakanku. Mataku berkaca-kaca karena menahan rasa sakit dan rasa malu tentunya. "Apa kalian tidak merasa kasihan melihatku??" Teriakku sambil menahan tangis. "Kan kamu jatuh sendiri bukan kami yang dorong!! " Sahut yang lain. "Aduh kasihan!" Kata mereka lagi. Aku semakin geram mendengarnya. "Diam!!!" Teriakku. 

Hanya Luna yang tampak khawatir. "Kia kamu tidak apa-apa?" Tanyanya. Aku tersenyum sambil menahan rasa sakit dan malu. "Iya, nggak apa-apa kok" Jawabku pada Luna. Wajahku seketika memerah seperti udang rebus. Luna menolongku untuk bangkit dan membawaku ke Kamar mandi untuk membersihkan pakaianku yang terkena lumpur. Setelah dibersihkan pakaianku menjadi basah. Rumahku tidak terlalu jauh dari Sekolah aku meminta izin sebentar untuk mengganti pakaianku. 

Perjalanan menuju rumah aku sempat melihat Lapangan itu lagi. Licin, basah tapi penuh dengan tawa teman-temanku. Meski terjatuh, aku tidak marah pada hujan dan Lapangan yang licin. Aku justru merasa ini adalah bagian dari petualangan kecil dan menjadi cerita yang akan aku ingat sampai aku besar nanti. 

Setelah sampai di rumah bunda menatapku dengan penuh khawatir "Kia kenapa pakaiannya basah??" "Kia terjatuh bunda.." Jawabku. "Kamu terjatuh di Lapangan ya???" Tanya bunda kepadaku. Aku hanya bisa mengangguk karena aku takut kena omelan bunda. "Kan sudah bunda bilang kalau Lapangan becek jangan lari-larian di sana!! Makanya kalau orang tua ngomong itu didengar!!!" Omelan bunda kepadaku. Aku pun langsung meminta maaf kepada bunda karena aku tidak mendengarkan kata bunda. 

Sejak hari itu, aku menanamkan di diriku bahwa mendengarkan perkataan orang tua itu sangat penting. Aku juga mengingat pelajaran penting bahwa jatuh di Lapangan licin bukanlah akhir dari segalanya. Kadang, kita memang harus terjatuh untuk belajar bangkit lagi dan dalam setiap tetes hujan ada tawa yang bisa kita temukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun