Setetes demi setetes peluh menetes , membelah dan menabrak lantai itu.
Lantai yang beraroma ,namun tidak sedap . Aroma dari lantai tak dihiraukan sedetikpun olehnya.Lelaki yang hari-harinya diwarnai sama seperti dinding di utara itu.Darah yang membelah atas genetika ayahnya , melewati batas-batas nadinya. Dari kepala hingga tumitnya. Kuas adalah kekasihnya ,entah sampai kapan ia terus berdiri ,bergantung kepada kekasihnya , yang tak bernyawa itu . Menyuruh mengotori bagian tubuhnya demi dinding arah utara , selatan , barat , dan timur itu . Sungguh , pemandangan yang bodoh dan sangat asing . Mewarnai setiap bagian dinding dengan sebuah kuas roslet empat .Dengan mata tertuju pada satu titik , tangannya dengan perlahan namun pasti,memoles dinding raksasa ke berbagai arah . Saat surya terbangun , tangannya bergerak ke arah kiri . Dan mungkin , saat senja ,tangannya bergerak satu arah menuju kanan . Lengannya telah remuk . Dihancurkan oleh segala isi pikirannya . Kuas yang bertubuh lemah , dan jauh melampaui kapasitas ruang dipaksa oleh tuannya untuk tetap bekerja untuknya.
Bibir pucat namun gagah itu masih terdiam . Namun sekali-kali berbisik , entah apa yang diucapkannya . Entah itu doa , rajah , ataupun penghujatan. Mata tegasnya masih memancarkan cahaya kuat , namun redup . Sesekali bola matanya bergerak dan meratap.
Segala kekuatan fenosis yang sangat sempurna , disempurnakan dengan darah seni yang mengalir sangat deras. Namun ,hatinya tak mampu untuk ditebak . Bilamana bertanya kepada pujangga sekalipun, mereka tidak dapat mengukirnya dengan kata-kata.
Mata yang semula sangat terang , tidak mampu lagi untuk menahan beban yang dipikulnya . Dua tetes dari kiri tiba tiba menetes dan membelah ubin kayu ,bercampur dengan peluhnya yang sedari tadi mengalir . Ikut membanjiri setiap sudut ruangan , dimana saat ia mencoba berkarya. Mata kanannya tak ingin ditinggalkan . Cukup, dua tetes air mengalir dan menyatu dengan ubin,menyusul kawan nya yang mendahului jauh lebih awal.
Sikutnya kini sudah tak mampu menopang kekasih nya kembali . Kekasih yang selalu ia perbudak . Diacuhkannya dan dilemparkannya kuas lemah itu ke lantai , hingga sumsumnya patah namun tak dapat berteriak. Lelaki yang semula periang dan mencintai para kekasihnya . Melukiskan dinding di segala arah dengan senyuman dari bibir segarnya. Lelaki yang setiap senja meluangkan kesempatannya untuk memanjakan dinding dengan warna warna keindahan,kini ia sendiri yang menghancurkan karya harga mati itu. Hatinya? Tak mampu lagi bersandiwara atas segala naskah yang ia buat. Mencoba memahami setiap naskah dusta dengan susah payah ,dan berharap semua akan baik baik saja ,itu tidak mungkin lagi. Pundak nya patah .Bedebah , mereka akhirnya tunduk jua. Punggungnya kali ini mulai tak berpendirian. Pundak dan punggung saling mendukung untuk menemui ubin. Lelaki yang sedari tadi mencoba menahan amarahnya , tak dapat dibendung lagi oleh segala kengiluan yang memuncak. Pelipisnya , dahinya yang terus menerus menangis , membanjiri katun yang menempel pada tubuhnya.
Lalu , ia mulai bercerita kepada para kekasihnya , yang setiap waktu hingga ajalnya menemani badannya. Telinga yang siap-siap mendengar keluh kesahnya , entah mereka benar benar peduli atau sekedar ingin tahu . Mencoba berantusias dengan makhluk yang berderajat kebih tinggi daripada mereka semua . Mereka , ya mereka semua hanya warna warna sendu atau terang ,jasad dari kuas yang sumsumnya patah, cahaya lampu yang sedari dulu menerangi detak jantungnya. “kami dengar ,tuan kami akan membawakan cerita singkat sebelum kami terlelap. Manjakan kami tuan ! ya , setiap hari !”
Tuannya mulai bercerita , seolah-olah menjawab permintaan kekasihnya.
“Saat aku membuka mata , saat nadiku tak lebih dari satu inci, dimana aku terlelap dalam rahim ibuku . Saat aku mulai menapakki dunia ini , aku mulai menarik otot otot pipiku untuk membalas segala kelembutan mereka. Saat aku mulai menikmati dunia ini , beradaptasi , dan menemukan dimanakah tulang rusukku. Disitulah aku menjadi lemah.”
Kami tercegang bukan karena bangga dengan romansa kata yang dirangkai tuan kami. Kami takut menjadi lemah seperti tuan kami !
“Lalu,ayahku berkata , aku anak yang sangat cerdas.Aku mulai mengenal kalian , para cintaku . Menirukan segala gerak gerik ayah , memberi warna kepada setiap sudut tempat tidur kalian ,bahkan kala aku merusak daerah kalian . Ayah dengan sabarnya menuntun jari kecilku ini untuk mengobati luka kalian. Iya, luka kalian akibat dinding yang kuukir sembarang warna. Seiring berputarnya waktu , akupun benar benar menyukai kalian . Menciumi kalian saat terlahir di ruangan ini.Namun, aku belum tahu untuk apa ruangan ini Ayah berikan.”
Teruskan,tuanku .
“Beranjak tua umurku, perubahan perasaan dari dalam ragaku tak dapat aku hentikan , mencintai seorang wanita yang kupikir dia adalah titipan dari raja. Penciptaku. Titipan yang berukirkan tulang rusuk.Sungguh, saat aku melihat matanya. Aku ingi segera pulang untuk melukiskan di dinding timur laut. Dimana saat aku remaja , aku merasakan cinta pertamaku.”
Lelaki yang sedari tadi berkomat kamit, bercerita tentang sejarah. Sejarah ruangan tua ini. Ribuan telapak yang ia hiasi di ubin dan polesan khas dari jari luwesnya. Perbincangan lelaki ini tampak asing. Ia bercerita kepada ruangan ini sendiri . Yang tidak dapat menjawab dan memahami setiap ratapannya. Namun , lelaki itu berbicara seolah olah kepadaku. Batin yang terhubung dengan sempurna , membuatku mendengar tiap detil bagian cerita . Di dinding bagian Utara , ia memoles dinding tersebut dengan lukisan ayah dan ibunya.Dimana ia dilahirkan oleh seorang wanita cantik,ia merasa sangat beruntung. Memiliki ayah seorang seniman yang sangat penyayang .Mengajari sang lelaki untuk melukis diantara dinding ruangan tersebut.
Timur laut , ia serahkan ruangan tersebut untuk cinta pertamanya. Ia lukiskan timur laut dengan perlahan,penuh dengan perasaan dan senyuman.
Timur dan tenggara, ia lukiskan dinding nya dengan sungguh berantakan . Masa masa akil balig,dimana sering terjadi perselisihan dengan kedua orangtuanya. Entah itu mengenai sikapnya yang tidak baik , ataupun kenakalannya melampaui batas.
Dinding ini penuh dengan coretan kelam ,namun ia tersenyum tiap kali ia melihat lukisannya sendiri.
Di Selatan , ia melukiskan jalan yang sangat panjang .Menyematkan berbagai kata kata motivasi dan tujuan hidupnya demi tiga wajah yang melengkapi keindahan jalan tersebut :
Wajah ayahnya ,ia gambarkan diantara tulisan “dewa seni”
Wajah ibunya, ia gambarkan diantara tulisan “bidadari yang meminjamkan rahimnya selama 9 bulan demi penginapanku” sangat panjang . Lelaki ini mungkin sangat
mencintai Ibunya.
Wajah wanita pujaannya , ia sematkan kata kata : “wanita yang menemani dekade mudaku hingga ajal”
Grafitty yang sangat apik menghiasi Dinding Selatannya.
Barat Daya hingga Barat , ia melukiskan angan tertingginya , melukiskan wajahnya sendiri di atas dinding , sedang membawa sebuah kotak kecil yang memiliki seribu arti. Berharap untuk menjemput wanita impiannya. Wanita dari Selatan yang tetap ia harapkan walau harus menyeberang barat daya ataupun kembali pada Utara sekalipun. Wajah wanita yang berhiaskan untaian daun daun hijau,yang diukir oleh para merpati cantik. Mmbawa,menerbangkannya hanya untuk mahkota wanita tersebut, menuliskan cahaya kecantikan wanita idamannya.
Barat laut , ada yang aneh dengan permukaan dinding ini . Lelaki yang sedari Utara hingga Barat , menorekan tinta cerah pada tujuh bagian lukisan. Kelahirannya yang sempurna , cinta kasih sang ayah yang mengenalkan pada kekasih lelaki ini. Cinta pertamanya yang membuat ia berbunga bunga , Jalan panjang yang ia rencanakan untuk tiga wajah yang mendorong sang tuan menggambar sebuah jalan panjang . Ukiran karyanya saling berhubungan . Kecuali dinding ke 8 : barat laut.
Tak henti hentinya sang tuan bercerita kepada para kekasih tak berjiwa. Peluhnya mulai berhenti menetes, namun air dari pelupuk matanya tak pernah rehat untuk mengalir. Melukiskan barat laut , ia meluangkan 168 jam untuk sisi yang sangat tak menarik. Hanya warna merah , lalu hitam , lalu terakhir , campuran dari segala warna yang membut dinding ruangan ini menjadi cacat. Oleh karena satu sisi.
Mengendap ngendap dan perlahan , kumendengar keluh kesah dari lelaki ini. Ia melukiskandinding ini dengan siklus merah untuk pembuka penglihatan , ialalu berjalan 100 cm ,dan mematikkan lampu bertuliskan “lampu 1 “ . Gelap . Namun, diantara gelapnya ruangan dan malam yang sangat sunyi,terdapat sebuah lukisan . ia menyala dalam polesan tinta merah . MATA. mata daripada ibunya , yang menatapnya pertama kali saat ia ditakdirkan untuk menapakki dunia ini. Namun ,perlahan muncul gambar mata kembali. di samping lukisan pertama. Disana terdapat sebuah mata yang menangis penuh penyesalan . Ia menyesal , saat mata pertama yang memandangnya di dunia ini telah dijemput oleh ajal,matanya tak mampu menemani mata suci itu menutup selamanya.
Lalu ,jarinya memijit tombol “lampu kedua”
Secara takjub , disana terpampang seorang wanita cantik yang dilukiskannya penuh pesona , sedang duduk diantara bintang bintang malam ,berselimutkan bulan sabit yang nyaman.
Namun, selang beberapa detik saja , lukisan disebelahnya merusak seluruh memori ketakjuban. Terpampang dengan berdarah dan menangis, wanita tersebut menjemput ajal dengan cara yang mengenaskan , Lelaki itu melukiskan , bahwa bulan sabit yang seharusnya menjadi tempat yang menemani malam dinginnya, malah membuat wanita itu tersabit dalam keheningan,bintang bintang yang seharusnya menerangi tiap malamnya ,malah membakar segala mahkota yang ia kenakan.
Pria ini menyalakan lampu kembali dan kembali berkomat kamit : “ini adalah dinding penyesalan . aku adalah manusia ,yang pasti berbuat salah. Namun kasih, 7 hari ini aku luangkan untuk mengenang dua wanita yang sangat kusayang , lurus dan tak berhenti mereka meninggalkanku. Aku tak mampu bila menjemput mereka. Ibuku, yang selalu menatapku dalam kehangatan , aku meninggalkannya di dalam dingin yang menusuk tulangnya . Wanita impianku,yang selalu kusertakan dalam tiap tiap arah,baik arah lukisan atau detak nadi. Ia telah menjadi bintang di kegelapanku dan bulan sabit di malam letih, namun apa yang aku lakukan ? di hari hari terakhirnya , aku jelas,hanya menjadi beban buatnya . Menyabit tiap tiap pikirannya . Ketakutan akan kehilanganku daripada nyawanya sendiri , 7 hari ini semoga membuatku lebih baik lagi .7 hari ini yang sangat singkat , kurasa . Baru kemarin rasa rasaku , membuat mata Ibu . Yang jauh dari kata sempurna . Membuat bidadari – bidadariku yang telah menjadi ratu di surga sana . 7 hari penyesalan adalah waktu yang sangat singkat. Sisa hidupku , aku akan tetap melukis. Mencitai tiap tiap kalian , entah kalian kekasih yg muda atau tua .
Lelaki tersebut mengadahkan kepalanya ke atas , menunjuk sisi tersebut dengan penuh harapan , berharap dan percaya masih ada masa depan bagi yang ternoda . Walau sulit untuk melukis di langit langit ruangan , walau sekiranya kutukan telah menhujat diantara cikal darah sekalipun.
“Kasih,temanilah aku melukis jauh di atas sana , Melukiskan wajah anak anakku dengan wanita yang tulus , melukiskan kebahagiaanku tanpa melupakan dua bidadari yang telah mendahuluiku. Di atas sana , sisa satu sisi sulit yang dapat kupersembahkan untuk mengenang mereka . Aku mencintai kalian selamanya “
Wajah lelaki yang mulai kuat kembali, dipertegas dengan bibir yang membuat sudut layaknya bulan sabit , air mata yang berjanji, dan hati yang lebih baik. JAUH DARIPADA SEBELUMNYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H