Mohon tunggu...
Elisabeth Murni
Elisabeth Murni Mohon Tunggu... Editor - dream - journey - discover

Ngeblog di RanselHitam.Com, berkolaborasi di Maioloo.Com, masak-masak di kitabrasa, jualan wedang rempah budhe sumar. Menerima jasa edit dan tulis ini itu.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menguji Fisik Serta Adrenalin di Gua Jomblang dan Grubug

8 November 2011   16:39 Diperbarui: 11 Februari 2016   18:25 2045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

[caption id="attachment_147555" align="aligncenter" width="512" caption="Cahaya Surga di Gua Grubug"][/caption]

Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian dari Kawasan Karst Pegunungan Sewu yang memiliki bentang alam nan unik. Sebagai kawasan karst, Gunungkidul memiliki ratusan gua baik gua horizontal maupun gua vertikal (luweng) dengan keistimewaannya sendiri-sendiri. Karena itu tak heran jika Gunungkidul menjadi surga bagi para penelusur gua, baik mereka yang melakukan penelitian tentang gua maupun mereka yang ingin menikmati keindahan alam di perut bumi sekaligus menguji kekuatan fisik dan nyali.

Berdasarkan catatan di Wikipedia, caving merupakan olahraga rekreasi menjelajahi gua. Namun meski disebut sebagai rekreasi, aktivitas penelusuran memiliki tantangan tersendiri khususnya ketika memasuki gua-gua sulit seperti gua vertikal, gua dengan celah sempit sempit, maupun gua basah dengan aliran sungai di dalamnya. Para penelusur gua dituntut untuk memiliki kemampuan memanjat, berenang, mendaki gunung, orientasi medan, peta kompas, sampai menyelam. Dua gua di Gunungkidul yang menjanjikan tantangan dan petualangan bagi para penelusur gua (caver) adalah Gua Jomblang dan Gua Grubung. Untuk memasuki gua tersebut wajib menggunakan peralatan khusus yang sesuai dengan standar keamanan caving di gua vertikal serta menguasai kemampuan teknik tali tunggal atau single rope technique (SRT).

Seringnya mendengar cerita tentang keindahan gua tersebut serta sejarah kelam yang melingkupinya baik dari kawan-kawan Mapala maupun dari cuilan berita di internet membuat saya penasaran untuk caving di Jomblang dan Grubung. Tak hanya itu, saya juga ingin menjajal sejauh mana kekuatan fisik serta nyali saya. Beruntung, pada Kamis (22/9-2011) saya mendapat kesempatan untuk memasukinya. Didampingi kawan-kawan dari HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) dan Jomblang Resort saya mencoba untuk menyusuri kedalam perut bumi gua menemukan hutan purba di Gua Jomblang serta cahya surga di Gua Grubug.

 

[caption id="attachment_147556" align="aligncenter" width="512" caption="Bersiap untuk turun"][/caption] Saya bukanlah seorang pegiat olahraga susur gua atau anggota pecinta alam. Kegiatan alam bebas yang saya lakukan mentok di hiking, rock climbing, cave tubing, serta caving di gua-gua wisata yang tidak memerlukan peralatan khusus. Karena itu tak heran ketika tiba di bibir Gua Jomblang mendadak perasaan tegang sekaligus penasaran campuraduk menjadi satu. Berhubung ini pertama kalinya saya memasuki gua vertikal, maka kawan-kawan memilihkan lintasan terpendek yang dikenal dengan jalur VIP. Jalur ini terbagi menjadi 2 tipe, 15 meter pertama merupakan slope yang masih bisa ditapaki oleh kaki, setelah itu dilanjutkan menuruni lintasan tali kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar gua. Selain jalur VIP, Gua Jomblang juga memiliki lintasan yang beragam dengan ketinggian antara 40 sampai 80 meter.

Sesaat sebelum giliran saya turun seorang kawan sempat berujar “Kamu percaya aja pada tali ini ya, hidupmu bergantung di sini! Musrik sesaat nggak apa-apa!” saya hanya tersenyum simpul. Mendadak ingat ucapan seorang kawan “Believe in your rope!”. Ya, pada kondisi seperti ini saya memang harus percaya pada tali yang akan membawa turun ke dasar gua. Perlahan tubuh saya pun menggantung beberapa waktu di udara dan turun perlahan. Perasaan was-was dan tegang saat pertama melayang dan tergantung di tali berganti dengan ketakjuban ketika menjejakkan kaki kembali di tanah.

Pemandangan hutan purba yang menyambut di depan mata mengundang decak kekaguman. Jika di atas terlihat tanah tandus dan pohon jati yang mengering, maka di dasar Gua Jomblang aneka tanaman dengan jenis yang berbeda dari vegetasi di atas hidup dengan subur. Dari dasar Gua Jomblang perjalanan dilanjutkan menyusuri lorong sepanjang 300 meter yang menghubungkan dengan Gua Grubug. Berhubung tidak ada setitik pun cahaya di lorong tersebut maka headlamp pun mulai dipergunakan.

 

[caption id="attachment_147557" align="alignleft" width="298" caption="Ray of the light!"][/caption]

Setelah beberapa lama berjalan, suara gemuruh muali terdengar dengan jelas, seberkas sinar juga mulai terlihat. Rupanya kami sudah mulai memasuki Gua Grubung. Kami pun tak sabar untuk segera sampai sehingga tanpa sadar kami mulai mempercepat langkah. Sebuah mahakarya Sang Pencipta menyambut di depan. Sinar matahari yang masuk melalu entrance Gua Grubung dengan ketinggian sekitar 90 meter menciptakan pilar cahaya (ray of light) yang sangat indah. Tak heran jika gua ini sempat dijadikan lokasi syuting Amazing Race US pada pertengahan 2011 lalu. Namun dibalik keindahannya tempat ini juga menyimpan sejarah kelam, yakni pernah dijadikan sebagai lokasi pembantain warga yang dituduh sebagai anggota PKI. Nyali saya sempat menciut saat mengingat kenyataan tersebut, untungnya saat ini jejak pembantaian tersebut sudah tidak ada lagi.

Kata Mas Pitik, kawan-kawan penelusur gua yang sudah berpengalaman biasanya akan masuk ke Gua Grubug tidak melalui Gua Jomblang tapi lewat celah tersebut. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya turun dan bergantung pada seutas tali dari ketinggian 90 meter. “Rasanya waktu melambat, seperti nggak sampai-sampai,” jawab Mas Tewel yang pernah mencobanya. Setelah sampai di Gua Grubung biasanya para caver akan melanjutkan dengan body rafting di sungai yang mengalir di dalam gua. Namun berhubung tidak membawa life-vest kami pun tidak melakukan aktivitas ekstrim tersebut.

 

[caption id="attachment_147558" align="alignright" width="306" caption="Believe in your rope!"][/caption] Puas di Gua Grubug, kami pun kembali ke Gua Jomblang guna naik kembali ke basecamp. Dan inilah olahraga ekstrim serta ujian fisik yang sebenarnya. Kami harus naik melewati seutas tali. Jika turunnya tadi tidak memerlukan energi yang berlebih, maka kali ini energi saya benar-benar terkuras habis untuk SRT-an. Di tengah lintasan mendadak chest harness saya kendor sehingga harus berhenti sejenak untuk mengencangkannya. Saat melirik ke bawah, perasaan ngilu menjalari kaki. Bayangan andaikata saya terjatuh melintas di benak. Bayangan itu segera saya tepis. “Saya harus segera sampai atas dan tidak perlu melihat ke bawah’” ujar saya dalam hati. Perlahan saya pun mengangkat tubuh sembari menjejak footloop. Kawan-kawan di bawah dan di atas pun terus menyemangati. Akhirnya saya  tiba di atas dengan peluh yang mengucur deras.

Energi yang terkuras habis saat caving rupanya sebanding dengan kepuasan batin yang diperoleh. Tak heran jika banyak teman-teman yang menggemari aktivitas ekstrem ini. Sulasaman Raharja seorang caver yang juga geologis berkata bahwa caving mampu memberinya pengalaman religius serta mampu mnegukur sejauh mana kemampuan yang dimilikinya “Dari caving saya banyak belajar tentang hidup dan juga bisa mengukur sejauh mana kemampuan saya”. Ya, dan caving di gua vertikal yang saya lakukan untuk pertama kalinya ini juga menjadi pembelajaran tersendiri bagi saya.

 

[caption id="attachment_147560" align="aligncenter" width="512" caption="Full team :)"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun