[caption id="attachment_291471" align="aligncenter" width="448" caption="Sash pic"][/caption]
Awalnya murni iseng, saat saya bilang ke seorang kawan bahwa saya ingin masuk ke gua-gua yang ada di Gunungkidul. “Aku penasaran pengen masuk Jomblang sama Seropan, Kalisuci juga,” kata saya waktu itu. Dan kawan saya langsung menjawab, “Kalisuci lagi nggak bisa dimasuki, debit airnya naik tinggi, keamanan kurang terjamin. Terus kalau mau ke Jomblang ama Seropan perlu persiapan dan peralatan khusus nggak bisa sembarangan,” terang saja jawaban itu memupus harapan saya untuk kelayapan di lorong-lorong gua.
Mendadak, pada suatu siang sebuah pesan masuk di kotak surat saya. “Jumat aku mau masuk Gua Pindul. Kalau tertarik buat ikut jam 8.30 datang ke kantorku.” Sontak saya bersorak girang. Tanpa berfikir panjang langsung saya iyakan ajakan tersebut, “Ok aku ikut, aku datang berdua”. Persoalan saya akan berangkat ke Gunungkidul dengan siapa itu urusan belakangan. Selesai membalas pesan sayapun bergegas ke Altar (Alun-alun Utara) dan melanjutkan ke Balkot (Balai Kota) guna menyaksikan perayaan HUT Kota Jogja hingga senja menjelang.
Sesampainya di rumah baru saya sayar bahwa jumat itu besok, dan saya belum tau akan berangkat ke Gunungkidul dengan siapa. Saya SMS kolega di tempat kerja, tak ada satupun yang bisa, masing-masing sudah memiliki agenda untuk esok hari. Saya coba sms kawan lainnya, semua bilang tidak bisa, termasuk Mas Gugun yang biasanya semangat di ajak main kali ini juga menolak. Untunglah sekitar pukul 9 malam, adik saya mengiyakan.
Rencana awal kami akan berangkat dari Jogja pukul 06.30 supaya bisa santai diperjalanan. Namun karena ada banyak hal yang harus diselesaikan, kami baru bisa meninggalkan Jogja pukul 07.30, molor satu jam dari rencana awal. Untung pagi itu jalanan tidak begitu ramai, sehingga pukul 08.30 kami sudah sampai di meeting point, kantor yang terletak persis di depan Alun-alun Wonosari. “Kita berangkat ke lokasi jam 9 Sha, kamu istirahat dulu aja,”.
Pukul 9 lebih sedikit perjalan kembali dimulai. Awalnya saya berpikir bahwa Gua Pindul terletak di Kawasan Karst Mulo sana atau di daerah Semanu. Namun perkiraan saya salah. Gua Pindul ternyata terletak di Dusun Gelaran I, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, dengan jarak tempuh sekitar 7 km ke arah Utara Kota Wonosari. Seperti kawasan Gunungkidul pada umumnya, sepanjang jalan yang dilalui banyak pohon jati dan batu kapur. Kanan kiri jalan banyak terdapat ladang dengan tanah merah yang terlihat basah namun saat dipegang begitu kering dan sulit dihilangkan jika sudah menempel dengan alas kaki. Udara pagi yang segar mampu mengobati kekecewaan atas matahari yang bersinar dengan malu-malu dibalik gumpalan awan tipis.
Menurut informasi yang saya dapatkan dari sumber terpercaya, sebenarnya Desa Bejiharjo telah didapuk menjadi salah satu Desa Budaya di Gunungkidul. Desa ini menyimpan beragam potensi seni dan budaya, bahkan potensi wisata juga. Namun, yang menjadi kendala adalah belum adanya pengelolaan serta promosi yang cukup baik tentang desa ini. Bahkan, akses menuju kawasan ini pun cukup sulit karena tidak ada angkutan umum yang melayani trayek hingga Desa Bejiharjo.
[caption id="attachment_291460" align="alignleft" width="244" caption="Sash pic"][/caption]
Memasuki padukuhan Gelaran lagi-lagi saya merasa terlempar dari Gunungkidul. Di tempat ini air mengalir dengan limpahnya melalui selokan yang menyerupai kali kecil. Sawah menghijau dan kolam ikan berderet-deret di kanan-kiri jalan. Anak-anak kecil mandi di selokan yang berair bersih tersebut. Ternyata tidak hanya di Bleberan, Bejiharjo pun melimpah dengan air. Saya sedikit penasaran, darimana asal air tersebut, karena saya tak melihat aliaran sungai satupun. Setelah berbincang dengan penduduk setempat saya jadi tahu bahwa air yang melimpah itu berasal dari sungai-sungai yang mengalir dibawah tanah melewati gua-gua yang bersembunyi di dalam perut bukit. Dan salah satu gua yang akan kami masuki adalah gua dengan aliran di bawahnya.
[caption id="attachment_291475" align="alignright" width="255" caption="sash pic"][/caption]
Salah satu lokasi cavetubing yang cukup dikenal adalah Gua Kalisuci yang juga terletak di Gunungkidul. Namun yang menjadi kendala di Kalisuci adalah jika datang musim penghujan, air sungai akan meluap dan alirannya menjadi cukup deras sehingga kurang aman bagi pengunjung. Oleh karena itu setiap musim penghujan tiba Kalisuci ditutup untuk wisatawan. Berbeda dengan Kalisuci, aliran sungai yang mengalir di Gua Pindul sangat tenang dan aman untuk anak-anak.
[caption id="attachment_291477" align="alignleft" width="269" caption="sash pic"][/caption]
Wow, saya sangat penasaran. Selama ini saya belum pernah caving di gua basah, yang pernah saya lakukan hanyalah masuk ke gua kering, dan jumlah saya melakukannya pun bisa dihitung menggunakan jari. Sebelum masuk ke dalam gua kami semua diberi pengarahan oleh Pak Subagyo, selaku ketua Pokdarwis Desa Bejiharjo sekaligus guide yang akan memandu kami memasuki Gua Pindul. Berhubung Gua Pindul merupakan gua horizontal dengan aliran air yang sangat tenang dibawahnya, maka tidak diperlukan persiapan khusus untuk memasuki gua ini. Peralatan yang perlu dipakai hanyalah pelampung dan tak lupa membawa penerang (petromak atau senter di kepala yang saya lupa namanya). Setelah itu kami naik ban dalam, oleh karena itu aktivitas ini jamak dikenal dengan nama cavetubing.
Saat pertama kali masuk ke dalam air saya masih bisa tertawa-tawa, namun memasuki lorong gua yang sempit dan gelap sempat sedikit merinding. Cahaya matahari sudah tidak terlihat, satu-satunya penerang hanyalah senter. Suasana mendadak hening, semua larut dalam kesunyian dan ketakjuban akan keajaiban karya sang Pencipta. Sesekali terdengar kepak sayap kelelawar yang menjadi penghuni gua serta kecipak air. Stalartit dan stalagmit dengan warna putih seperti Kristal terlihat di beberapa sudut. Bahkan ada satu stalagmit yang sudah menjadi satu dengan stalagmit berukuran besar yang menghalangi aliran air. Kami mencoba menghitung ukuran pilar tersebut dengan mengapung mengelilinginya sambil bergandengan, butuh lima orang untuk menciptakan lingkaran utuh.
[caption id="attachment_291485" align="alignleft" width="283" caption="Sash pic"][/caption]
Cavetubing ini kami selesaikan hampir 1 jam, molor jauh dari waktu tempuh normal. Maklum karena kami selalu minta berhenti disana-sini untuk mengambil gambar. Sesampai di luar pemandangan indah juga menyambut, karena ternyata terdapat bendungan Banyumoto yang sudah dibangun sejak jaman Belanda. Air dari bendungan tersebut kemudian dialirkan melalui selokan untuk mengairi sawah dan kolam penduduk. Sedangkan sebagian lainnya masuk ke dalam gua (yang saya lupa tanya namanya). Usai cavetubing kami pun disambut dengan segelas teh rosela hangat. Sungguh, ini pengalaman cavetubing pertama yang menyenangkan dan saya berharap bisa segera mengulangnya lagi (dan semoga bisa di Kalisuci).______________________________________
Catatan:
Gua Pindul merupakan 1 dari rangkaian 7 gua yang dialiri sungai bawah tanah di daerah Bejiharjo. Gua ini memiliki panjang sekitar 300 m, lebar 5 m, jarak permukaan air dengan atap gua 4 m, dan kedalaman air sekitar 5 m. Di salah satu bagian Gua Pindul terdapat tempat yang cukup lebar sehingga terlihat seperti kolam luas. Di bagian ini juga terdapat celah yang cukup lebar tempat sinar matahari masuk. Anda yang ingin memasuki gua secara vertikal bisa masuk ke Gua Pindul melewati celah ini. Tak jauh dari Gua Pindul terdapat Gua Gelatik (gua kering), monumen tinggalan Jendral Sudirman, serta situs purbakala Sokoliman. Jika Anda tertarik untuk cavetubing di Gua Pindul dan mengeksplorasi obyek wisata yang ada di Desa Bejiharjo, Anda dapat menghubungi ketua Pokdarwis Desa Bejiharjo, Bapak Subagyo [08122792300]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H