"Jagungnya enak lho, rasanya nggak kaya jagung biasa, kayak rasa ketan," kata Zack sambil menggigit jagung rebus berwarna putih. Meski bukan penggemar jagung, ucapan kawan saya tadi berhasil menggerakkan saya menuju antrian warga yang sedang mengambil makan siang. Setelah mencari-cari, akhirnya saya menemukan setumpuk jagung rebus di sebuah wadah  plastik. Saya ambil satu dan mengupas kulitnya.
Secara tampilan, ukuran jagung ini sama pada jagung umumnya. Hanya warnanya yang sedikit berbeda. Selama ini saya lebih sering menemukan jagung rebus berwarna kuning atau jingga, tapi jagung ini berwarna putih gading serupa susu kental manis.
Saat pertama mengupas kulitnya, saya sempat mengernyitkan dahi. Sebab di sela-sela kulit jagung terdapat cairan putih lengket. Jangan-jangan jagungnya basi, pikir saya dalam hati. Tapi mengingat jagung ini disuguhkan pada acara resmi, rasanya hal tersebut tidak mungkin.
Daripada sibuk mengira, saya memilih untuk langsung makan jagung tersebut. Satu gigitan, kraus kraus. Dua gigitan, kraus kraus. Mata saya berbinar. Jagung rebus ini beneran enak dan rasanya beda jauh dengan jagung yang pernah saya makan di Jawa.
Benar kata kawan saya, jika diibaratkan dengan beras, jagung yang satu ini adalah jenis beras ketan. Teksturnya agak lengket, rasanya sedikit kenyal, pulen, dan tidak terlalu manis. Setelah bertanya kepada warga setempat, ternyata jagung yang saya makan ini namanya memang jagung ketan. Kalau di daerah Sulawesi Selatan disebut dengan nama jagung pulut.
Dari informasi yang saya peroleh, saya jadi tahu bahwa tekstur lengket dikarenakan jagung ini mengandung anilopektin (senyawa penyusun pati) yang tinggi. Jagung jenis ini dapat dicerna lebih mudah dibanding jagung tipe lain. Jagung ketan juga memiliki kadar indeks glikemik gula yang rendah, oleh karena itu jagung ketan sangat aman dikonsumsi oleh penderita diabetes dibandingkan sumber karbohidrat lainnya.
Topografi wilayahnya yang berupa tanah berbatu serta tandus menjadikan tidak banyak tanaman yang cocok ditanam di wilayah ini. Tanaman-tanaman yang memerlukan banyak air jelas tidak masuk dalam hitungan. Karena itu jagung menjadi salah satu dari sedikir tanaman yang bisa beradaptasi dengan kondisi wilayah di sini. Dan jagung ketan termasuk varietas unggul hasil pertanian di Mada Pangga.
Gara-gara asyik menikmati si jagung ketan ini, saya dan teman-teman malah alpa untuk menyantap nasi. Saya sendiri setelah makan jagung melanjutkan dengan menyantap sepiring sop ayam kampung yang tak kalah lezat serta seekor ikan bakar. Meski tak mencicip nasi, saya sudah merasa sangat kenyang.
Oya, pada saat menyantap jagung ketan tersebut, ada teman saya berkata "jagung ini kalau dicampur nutela bakalan enak deh," yang lain menimpali "atau dicampur greentea". Saya sendiri membayangkan makan jagung ketan rebus yang sudah dipipil dicampur dengan susu kental manis lantas ditaburi parutan keju. Nanti akan jadi jasuke (jagung susu keju) seperti yang banyak dijual di pinggiran jalan Jogja. Â Bedanya yang ini jagung ketan.