Nyaris sewindu berlalu sejak Gunung Merapi erupsi. Menurut catatan, erupsi 2010 itu adalah erupsi terbesar Merapi sejak 100 tahun terakhir. Saat itu jutaan kubik material vulkanik yang keluar dari perutnya meluluhlantakkan desa-desa di sekitar lereng Merapi.
Kawasan yang dulunya gemah ripahloh jinawi ijo royo-royo dalam sekejap berubah menjadi kelabu tertutup pasir dan batuan. Rumah roboh, tanaman hancur, hewan ternak mati, tak ada lagi tanda kehidupan. Masa depan tak lagi tersisa. Suram.
Namun bukanlah warga kerajaan gunung api jika tidak siap dengan bencana. Harta benda boleh habis, sumber penghidupan hilang, bahkan tak jarang banyak kerabat yang meninggal, tapi ada dua hal yang tak pernah padam, semangat serta harapan.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, warga lereng Merapi mulai mengumpulkan puing yang berserakan serta menata hidup yang baru. Tak ada satu pun yang terlalu hancur untuk dipulihkan. Selalu ada hikmah di balik setiap musibah.
Tanpa perlu waktu lama, masyarakat di sekitar Gunung Merapi mulai mengawali hidup baru. Seperti masayarat Bali yang percaya bahwa erupsi Gunung Agung bukanlah bentuk kemarahan alam, melainkan siklus rutin ibu bumi untuk membersihkan diri, begitu juga dengan masyarakat Merapi.
Selepas geger erupsi, abu yang turun perlahan merasuk ke dalam urat-urat bumi, menghidupkan kembali tanaman yang sudah mati. Tanah kembali menjadi subur, menumbuhkan tunas-tunas baru sebagai ganti yang telah lalu.
Saya ingat, beberapa bulan seusai merapi erupsi, bersama kawan-kawan media dan pegiat wisata Jogja, kami menyusuri kawasan Kalikuning dan Kaliadem. Mengingat pertanian belum bisa dijadikan andalan, kami diajak untuk melihat potensi wisata apa yang ada dan bisa dikembangkan dari kawasan terdampat erupsi. Lava tour adalah solusi.
Sejak saat itu, aktivitas lava tour berkembang pesat dan menjadi penopang ekonomi warga. Kemudian satu persatu destinasi wisata baru pun bermunculan. Salah satunya adalah Kalikuning Park yang berada di bawah pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Merapi bekerjasama dengan kelompok pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan leaflet yang saya dapatkan dari pengelola Taman Nasional Gunung Merapi, Kalikuning Park adalah destinasi wisata alam di Kalikuning yang menawarkan pemandangan Gunung Merapi sisi selatan. Sebelum Merapi erupsi pada tahun 2010, kawasan kalikuning ini sebenarnya sudah dikenal di kalangan pegiat aktivitas outdoor.
Kawasan Kalikuning yang kala itu berupa hutan pinus yang cukup rapat menjadi salah satu lokasi favorit untuk diklat pecinta alam, camping ceria, hingga lokasi outbond. Bahkan jembatan plunyon juga menjadi salah satu tempat andalan untuk melakukan latihan rapelling. Namun erupsi besar meluluhlantakkan semuanya.
Namun kini, 8 tahun kemudian, Kalikuning kembali berbenah. Kawasan yang dulu hancur sudah kembali menghijau. Meski hutan pinus sudah menghilang, tegakan baru mulai muncul dan menghijaukan Kalikuning, menjadi rumah bagi aneka flora juga fauna endemik.