# Prabu Jenggala
Seorang Galuh Candra Kirana tak layak menjadi pendamping Inu Kertapati. Jangan membantah lagi. Ini harga mati.
# Dewi Sekartaji
Malingati, malinghati, kepadamu selamanya aku bakalan mengabdi*. Aku mencintaimu. Tak ada yang bisa menghapus rasa itu. Aku pergi, membawa buntalan kenangan akanmu. Keong mas, Ledhek gogik, Endang Rara Tompe, Dewi Sekartaji, itulah Galuh Candra Kirana. Temukan aku di sudut jalan, di persimpangan, di balik pepohonan, di dinginnya hujan, di harumnya mawar. Kutunggu pemenuhan janjimu di bawah basuhan cahaya bulan ketika ku dendangkan Asmarandana.
# Panji Asmara Bangun
Bulan dan mentari tak pernah bersinar terang lagi semenjak kau berkemas diri dan membawa bayangmu pergi. Hati ini membiru dan membujur kaku. Kidung Asmarandana terdengar laksana tembang Megatruh. Aku sakit. Teramat sangat. Kemudian aku mulai mencarimu, di sudut jalan, di persimpangan, di balik pepohonan, di dinginnya hujan, di harumnya mawar. Percayalah Sekartaji, lelaki sejati tak pernah cidra ing janji*
# Epilog
Cahaya jingga memancar dari dirimu dan memenuhi hatiku. Kita berdua menari dan terus menari. Aku tak peduli pada panah, pedang, dan gandewa yang mengancam. Hatiku telah sepenuhnya menjadi milikmu.
[caption id="attachment_238584" align="aligncenter" width="448" caption="Sash' pic"][/caption] [caption id="attachment_238588" align="aligncenter" width="448" caption="Sash' pic"][/caption]
______________________________________________________
*diambil dari puisi Suminto A. Sayuti “Malam Tamansari”
** penasaran dengan cerita Panji setelah melihat pertunjukan tari sederhana yang asyik abis di bawah rimbunnya pohon-pohon cemara bulan lalu sambil ditemani ketela rebus, gelak tawa, dan kilatan blitz kamera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H