Mohon tunggu...
Sofian Munawar
Sofian Munawar Mohon Tunggu... Editor - PENDIRI Ruang Baca Komunitas

"Membaca, Menulis, Membagi" Salam Literasi !

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rakyat dan Indonesia Hebat

28 Agustus 2014   19:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:16 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sofian Munawar Asgart

Peneliti The Interseksi Foundation, Jakarta

Kontrol publik perlu dioptimalkan untuk memastikan agar pejabat publik terpilih dapat menjalankan amanat dan mandat rakyat secara semestinya. Dengan begitu, Indonesia Hebat dapat direalisasikan dan tidak sekadar menjadi slogan ...

Secara legal-formal rangkaian agenda Pemilihan Presiden (Pilpres) sudah tuntas dengan keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 21 Agustus 2014 tentang putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Sembilan hakim MK tanpa dissenting opinion sepakat untuk menolak seluruh permohonan pasangan Prabowo-Hatta mengenai berbagai kecurangan yang diadukannya. Meskipun pasangan Prabowo-Hatta tampaknya belum legowo dan masih “keukeuh” pada pendiriannya untuk tetap mengambil langkah-langkah politik dan hukum lainnya, namun upaya apapun yang ditempuh sebenarnya tidak akan mengubah apapun dari hasil Pilpes karena keputusan MK sudah final dan mengikat secara legal.

Keputusan MK tersebut secara otomatis telah mengukuhkan kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang sebelumnya sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang Pilpres 2014. Dengan begitu pula pasangan Jokowi-JK kini ditantang segera ambil ancang-ancang untuk merealisasikan janji kampanye, yaitu menjadikan “Indonesia Hebat” dengan beragam program yang telah dicanangkannya. Mampukan kabinet Jokowi-JK merealisasikan program Indonesia Hebat? Apa saja kendala dan tantangan yang dihadapinya serta bagaimana seharusnya publik turut merespon sekaligus memberikan peran. Berikut catatan kecil untuk turut mendiskusikan wacana ini.

Janji Kampanye

Pasca penetapan kemenangan Pilpres, pasangan Jokowi-JK segera menegaskan kembali “Nawa Cita”, yaitu sembilan agenda prioritas sebagaimana janji kampanyrnya. Adapun sembilan agenda itu adalah:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia

Penjabaran dari visi-misi tersebut meliputi beberapa program andalan, terutama pada enam prioritas, yaitu: sektor pendidikan, pertanian, kelautan, energi, infrastruktur, dan administrasi birokrasi.

Program sektor pendidikan terutama menekankan pada revolusi mental. Pertanian penekanannya pada upaya reorientasi untuk memunculkan varietas-varietas unggul.  Di sektor kelautan berupaya membangun teknologi kelautan agar nelayan-nelayan lokal memiliki daya saing dibanding nelayan asing. Di bidang energi, mengurangi ketergantungan terhadap BBM dengan melakukan konversi dan memaksimalkan pemanfaatan gas dan batubara sebagai energi alternatif. Di bidang infrastruktur, pengembangan moda infrastruktur laut, seperti tol laut untuk mempermudah manajemen distribusi logistik. Sementara administrasi birokrasi berfokus pada pembenahan dengan mengedepankan sistem elektronik dan perangkatonline dalam pengadaan barang dan jasa di seluruh institusi, seperti e-budgeting,e-purchasing,e-catalogue, e-audit, pajakonline, IMBonline, dan lain-lain, termasuk dalam hal pengawasannya.

Selain visi-misi dan penjabarannya melalui prioritas program tersebut, Jokowi-JK juga berjanji memberi penekanan tersendiri pada solusi untuk membawa kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik, dengan menggerakan semangat “Trisakti” demi terwujudnya Indonesia yang berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi serta berkepribadian dalam kebudayaan. Sementara “revolusi mental” diorientasikan untuk membuat setiap manusia menjadi berdaya dan mampu melakukan perubahan atas dirinya sendiri namun tetap bertanggungjawab karena memiliki sense of belonging terhadap negara.

Semua tawaran itu dibungkus dengan model kepemimpinan “lead by example” yang mengedepankan kesederhanaan dan sikap yang merakyat sebagai ciri pokoknya. Inilah gagasan program yang dipandang Jokowi-JK dapat mengantarkan bangsa Indonesia mampu menggapai “Indonesia Hebat”.  Sebagaimana peribahasa menyebutkan bahwa “janji adalah utang”  maka  “Indonesia Hebat” adalah utang Jokowi-JK yang akan kita tagih untuk ditunaikannya selama masa pemerintahan Jokowi-JK lima tahun ke depan.

Memperkuat Kontrol Publik

Secara programatik, “Indonesia hebat” merupakan gagasan yang ideal. Namun untuk merealisasikannya tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Dalam konteks politik-demokratik, setidaknya, ada tiga kendala dan tantangan yang dihadapi Jokowi-JK dalam merealisasikan gagasannya ke level programatik kerja kabinetnya. Pertama, kendala dari internal PDIP dan partai koalisi pendukungnya. Kedua, tantangan eksternal terutama dari partai koalisi kubu Prabowo-Hatta yang belum legowo. Ketiga, kendala dan tantangan yang berasal dari publik, baik yang mendukung maupun yang tidak mendukungnya saat Pilpres.

Koalisi kerakyatan yang dibangun pasangan Jokowi-JK pada awal pembentukannya memang tampak sangat solid seraya berupaya menjauhkan diri dari sikap transaksional sebagai koalisi tanpa syarat. Namun dalam perjalanannya, koalisi politik ini  tidak semulus dan tak seideal yang dibayangkan. Setelah tanda-tanda kemenangan Pilres mengarah pada pasangan Jokowi-JK mulailah muncul pihak yang mempersoalkan jatah menteri. Sepintas-kilas, kubu  Jokowi-JK tampak seperti mulai terbelah, setidaknya menjadi tiga kelompok  Pertama, kelompok oportunis yang berusaha memanfaatkan segala celah untuk kepentingan personal dan kelompoknya serta vested interest lainnya. Kedua, kelompok apatis yang masa bodoh atau malah cenderung mengkultuskan Jokowi dan atau Megawati tanpa reserve. Ketiga, kelompok kritis yang terus berupaya mengawal Jokowi-JK secara aktif dan konstruktif. Jika kelompok pertama dan kedua lebih dominan, maka fragmentasi koalisi pengusung Jokowi-JK bukan saja akan menjadi kendala bagi terbentuknya kabinet kerja yang ideal (zaken kabinet), tapi juga akan menghambat dan melemahkan eksekusi dan implementasi program secara keseluruhan.

1409202822640193342
1409202822640193342

Di sisi lain, koalisi “merah-putih” yang dibangun kubu Prabowo-Hatta berpotensi untuk bukan saja “menjegal” berbagai rencana dan eksekusi program yang akan dilaksanakan kabinet Jokowi-JK, tapi juga melancarkan serangan politik untuk mendelegitimasi pemerintahan Jokowi-JK. Di balik itu memang akan terjadi pergeseran peta koalisi dimana sebagian anggota koalisi merah putih diprediksi akan loncat pagar menyebrang ke kubu Jokowi-JK. Entah karena alasan ideologis atau sekadar kalkulasi politik pragmatis agar mendapat jatah kursi kabinet. Namun bila kondisi saat ini menjadi ukuran, tentu situasi politik kepartaian akan menjadi momok bagi kabnet Jokowi-JK dimana koalisi kubu merah putih memiliki kekuatan sekitar 63 persen di Senayan. Dengan konstelasi politik kepartaian seperti ini bukan tidak mungkin koalisi merah-putih akan menjadi ganjalan tersendiri dalam proses-proses perencanaan dan implementasi program. Glagat buruk ini bahkan jauh-jauh hari sudah dimunculkan kubu Prabowo-Hatta bahwa mereka akan terus melakukan “perlawanan politik” pasca kekalahannya dalam persidangan PHPU di MK beberapa hari lalu.

Dari sisi kewargaan, publik kita juga terbagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, warga yang apatis alias a-politis. Kedua, warga yang terbiasa memberikan partisipasi politik alakadarnya sebatas pada partisipasi politik elektoral. Ketiga, warga yang aktif dan proaktif melakukan kontrol publik secara kritis. Dalam konteks democratic and political citizenship kelompok terakhir ini sering diidentifikasi sebagai “Demos” yang didefinisikan sebagai “citizen politically active”. Kendala yang muncul dari sisi kewargaan adalah masih minimnya kelompok warga kritis yang tidak sekadar memposisikan dirinya sebatas “citizen”, tapi menjadi “demos” yang mampu melakukan kontrol publik secara baik.

Dalam demokrasi, rakyat tentu harus menjadi subjek dan orientasi tertinggi karena visi-misi dan program apapun yang ditawarkan muaranya adalah kepentingan rakyat.  Untuk itu, peran warga sebagai publik yang aktif mengawal jalannya pemerintahan melalui kontrol publik yang baik secra aktif, konstruktif dan produktif tentu sangat diperlukan. Sehebat apapun pemimimpin sebuah bangsa tidak akan bisa menghadapi tantangan zamannya secara sendirian. Untuk menghadapi setumpuk kendala dan tantangan yang amat berat, Jokowi-JK tentu tidak bisa dilepas sendirian.  Karena itu pula gagasan Jokowi-JK untuk mewujudkan “Indonesia Hebat” perlu dikawal oleh semua pihak.

Perlu disadari bahwa negeri ini akan bisa bangkit dan menjadi hebat tentu tidak hanya tergantung pada siapa yang memimpin, tapi terutama juga karena rakyatnya, warga negara yang memiliki kesadaran politik yang baik. Rakyat harus menyadari bahwa sebagai warga negara ia adalah pemilik kedaulatan tertinggi. Rakyat bukan saja memiliki hak pilih yang ditunaikan lima tahun sekali di bilik suara pada saat pencoblosan Pemilu. Lebih dari itu, ia juga punya hak politik yang lebih strategis dan fundamental, yaitu melakukan kontrol terhadap pejabat publik yang dipilihnya.

Dalam konteks politik-demokratik, kontrol publik ini sejatinya yang perlu dioptimalkan untuk memastikan agar pejabat publik terpilih dapat menjalankan amanat dan mandat rakyat secara semestinya. Hanya dengan keterlibatan semua pihak, “Indonesia Hebat” dapat direalisasikan dan tidak sekadar menjadi slogan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun