Mohon tunggu...
Sofian Munawar
Sofian Munawar Mohon Tunggu... Editor - PENDIRI Ruang Baca Komunitas

"Membaca, Menulis, Membagi" Salam Literasi !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Donggala dan Ironi Negeri Maritim

3 Agustus 2015   05:58 Diperbarui: 3 Agustus 2015   05:58 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka mendorong dan memberdayakan warga, terutama memberdayakan kalangan nelayan di Donggala,Yayasan Interseksi menyelenggarakan acara Dengar Pendapat di Kabupaten Donggala, Rabu 6 Mei 2015. Tujuannya adalah untuk menyampaikan dan mendiskusikan sebagaian hasil penelitian Yayasan Interseksi yang dianggap urgen dan strategis menjadi tawaran kebijakan bagi para pengambil kebijakan di Kabupaten Donggala. Kegiatan Dengar Pendapat menghadirkan akademisi, pemerintah dan warga untuk turut serta terlibat dalam diskusi dan perumusan usulan alternatif kebijakan. Akademisi yang hadir dalam kegiatan ini adalah Dr. Ir. Samliok Ndobe, M.Si, Prof. Dr. H Juraid Abdul Latif, M.hum dan Rosmawati Bte. Rusdin, S.Sos., M.A dari Universitas Tadulako. Dari unsur pemerintah, Bupati Donggala Drs. Kasman Lassa, SH dan Sekretaris Daerah Kabupaten Donggala beserta jajaran dinas terkait turut hadir. Demikian juga dari kalangan dewan, beberapa anggota DPRD Kabupaten Donggala turut berpartisipasi. Tak ketinggalan para mahasiswa dan kalangan masyarakat umumnya, terutama nelayan dan para aktivis lembaga kemasyarakatan turut meramaikan acara ini.

Dari acara Dengar Pendapat tersebut, terrekam empat permasalahan yang menjadi kendala di Kabupaten Donggala terkait soal perikanan. Pertama, adanya keterbatasan sumber daya manusia (nelayan). Akibatnya, nelayan seringkali tidak memahami hak-hak yang semestinya mereka dapatkan berdasarkan ketentuan yang ada. Kedua, adanya ketimpangan teknologi dan infrastruktur. Teknologi dan infratruktur untuk pengolahan ikan selama ini dipusatkan di Indonesia bagian barat, sementara untuk wilayah tengah dan timur hanya fokus untuk produksi akibatnya tidak ada sinergi antara industri hilir dan industrri hulu sektor perikanan. Ketiga, menyusutnya wilayah tangkapan ikan karena tergerus aktivitas galian C. Untuk mempermudah mengangkut materi galian C pemerintah melakukan kegiatan reklamasi pantai. Kegiatan ini ternyata berimplikasi pada rusaknya terumbu karang karena tertutup abu bekas galian C dan aktivitas reklamasi. Dampak berikutnya, tidak ada lagi ikan-ikan yang berada di kawasan tersebut karena karang sebagai tempat habitat ikan telah rusak. Keempat, terbatasnya akses nelayan terhadap permodalan. Nelayan saat ini masih menggantungkan diri untuk mendapat modal dari tengkulak. Koperasi yang merupakan salah satu tempat untuk memperoleh pinjaman tidak dapat memenuhi semua kebutuhan nelayan yang ada. Data BPS Kabupaten Donggala menunjukkan keberadaan koperasi nelayan di Donggala masih sangat terbatas.

Atas beragai persoalan tersebut, forum Dengar Pendapat ini kemudian melahirkan sejumlah kesepakatan dan rekomendasi. Setidaknya, ada tujuh poin usulan yang dihasilkan dan kemudian diusulkan menjadi rekomendasi bersama. Pertama, mendesak dikeluarkannya peraturan daerah terkait dengan pengembangan sektor perikanan, khususnya tentang perlindungan nelayan kecil di wilayah Donggala. Kedua, mendorong pengembangan tradisi bahari masyarakat Donggala agar dapat menghadapi tantangan aktual dan untuk menopang visi Donggala sebagai kota niaga. Ketiga, mendorong warga untuk menerapkan Molibu sebagai salah satu cara pengambilan keputusan untuk pengembangan sektor perikanan. Keempat, mendorong masyarakat nelayan menciptakan lumbung nelayan sebagai strategi ketahanan dan kedaulatan pangan nelayan untuk menghadapi musim paceklik dengan memanfaatkan dan mengembangkan teknologi perikanan. Kelima, mendorong pemerintah untuk meningkatkan taraf pendidikan keluarga nelayan dan menggalakan konsumsi ikan di kalangan masyarakat Donggala untuk menyerap produksi ikan. Keenam, mendorong Pemerintah Daerah dan lembaga masyarakat sipil (LSM, organisasi masyarakat, organisasi nelayan) untuk memfasilitasi pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan dan keluarganya agar kapasitas dan pengetahuan mereka dapat meningkat sehingga tidak hanya terlibat dalam proses produksi saja, tetapi juga terlibat dalam proses pengolahan produk perikanan. Ketujuh, mendesak Pemerintah Daerah melakukan sinkronisasi kelembagaan untuk memajukan sektor perikanan di Donggala secara berkelanjutan tanpa mengorbankan sektor lain.

Rekomendasi tersebut tentu perlu menjadi catatan dan perhatian bersama masyarakat Donggala agar lebih berdaya dalam memanfaatkan potensi kelautan sebagai salah satu sektor andalan yang mereka miliki. Lebih khusus lagi, forum Dengar Pendapat tersebut seakan memberi garis tebal pada point ketujuh terkait pentingnya sektor perikanan yang berkelanjutan. Sebagaimana disebutkan Charles (1994) bahwa konsep perikanan berkelanjutan setidaknya mengandung empat aspek. Pertama, ecological sustainability (keberlanjutan ekologi) yaitu memelihara keberlanjutan stok/biomassa sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem yang ada. Kedua, aspek socioeconomic sustainabilty (keberlanjutan sosio-ekonomi) yang berarti bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu. Dengan kata lain tujuan dari aspek ini adalah mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Ketiga, community sustainability (keberlanjutan komunitas), mengandung arti adanya keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat harus menjadi perhatian. Keempat, institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan). Dalam kerangka ini keberlanjutan kelembagaan berperan untuk menjaga keberlanjutan dari ketiga aspek sebelumnya.

Kegeraman Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang ditunjukkannya misalnya dengan penembakan dan pembakaran kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah kita secara illegal dapat diterjemahkan sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya ini. Upaya yang dilakukan Susi Pudjiastuti bukan saja menunjukkan ketegasan kita dalam mempertahankan kedaulatan maritim, namun sekaligus juga dapat menjadi strategi ampuh untuk mewujudkan ketahanan dan keberlanjutan sektor perikanan secara simultan. Dengan begitu kita berharap potensi kelautan yang kita miliki, termasuk dan terutama sektor perikanan dapat dimanfaatkan semaksimal dan seoptimal mungkin bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, terutama kalangan nelayan yang hingga kini masih terpinggirkan.***

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala. (2013). Donggala Dalam Angka 2013. Donggala: BPS Kabupaten Donggala.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala. (2013). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Donggala Menurut Lapangan Usaha 2008-2012. Donggala: BPS Kabupaten Donggala.

Charles, A. T. (1994). Toward Sustainability: the Fishery Experience. Ecological Economics, 201-211.

Prastowo, Riefky Bagas. “Pengembangan Sektor Perikanan di Kabupaten Donggala”, Policy Paper disampaikan dalam forum dengar pendapat yang diselenggarakan the Interseksi Foundation bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala, DPRD Kabupaten Donggala, dan warga Donggala pada 6 Mei 2015.  

Damanik, M. R. (2014). Meneguhkan Indonesia Sebagai Negara Maritim. Seminar LIPI dan Kuliah Umum Presiden Terpilih. Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun