Sastra Jawa tidak akan punah dan akan terus berkembang. Ini keyakinan Aming Aminoedhin, penyair yang dijuluki "Presiden Penyair Jawa Timur' setelah tampil membaca geguritan (puisi berbahasa Jawa) karyanya di studio kecil Bengkel Muda Surabaya, Sabtu malam (23/11).
Dalam acara yang diprakarsai Bengkel Muda Surabaya tersebut bekerja sama dengan Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS) menampilkan sejumlah penggurit, macapat dan sandiwara berbahasa Jawa yang dimainkan secara apik oleh puluhan siswa jurusan Teater SMK Negeri 12 Surabaya. Sandiwara musikal tersebut ditulis oleh Rusdi Zaki, menceritakan kisah Suro Bajul, legenda asal mula Surabaya.
Selain Aming, tampil para penggurit membacakan karyanya, antara lain ; Widodo Basuki (pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa "Jayabaya"), Suharmono Kasiun (dosen fakultas Bahasa & Sastra Jawa Universitas Negeri Surabaya-Unesa), Rohmat Djoko Prakosa (Ketua PPSJS) dan Trinil Sri Setyawati. Sedangkan pelantun macapat adalah Sugeng Adipitoyo (dosen sastra Jawa Unesa) dan Edi Braja Waskitha.
Menurut ketua panitia, Jil Kalaran, ide mengadakan acara gelaran sastra Jawa ini bermula saat ia mendapatkan data dari AI (artificial intelligence) bahwa generasi muda kurang tertarik me
mpelajari atau membaca sastra Jawa karena dianggap sulit dan kurang relevan. Namun Sastra Jawa mempunyai potensi besar untuk tetap relevan, tapi membutuhkan upaya kolaboratif dari penulis, akademisi, pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkannya."Dari jawaban AI tersebut lalu saya mengontak mas Rohmat (Ketua PPSJS) dan balasannya ya pagelaran yang sukses ini" ujarnya.
Walaupun jumlah pemakai bahasa Jawa kian menyusut, sebenarnya sastra Jawa masih berkembang dengan baik. Terdapat beberapa komunitas penulis sastra Jawa yang masih eksis hingga kini. Beberapa komunitas sanggar sastra Jawa masih eksis di beberapa kota, antara lain Surabaya, Jogjakarta, Semarang, Bojonegoro, Tulungagung dan beberapa kota lain. Bahkan Sanggar sastra Triwida yang didirikan di Tulungagung oleh Tamsir AS (alm.) pada tahun 1980, bulan September 2024 lalu mengadakan Temu Sastrawan Jawa Nusantara dan Anugerah Sastra Triwida yang cukup wah di kota Blitar. Acara ini dihadiri oleh Prof George Quinn dari Australia dan sejumlah Dosen serta Guru Bahasa Jawa.
"Acara anugerah sastra Triwida diadakan tiap lima tahun sekali. Selain penghargaan kepada para penulis sastra jawa, kami juga mengadakan lomba menulis sastra jawa untuk siswa SMA" ujar Sunarko Budiman, Ketua Sanggar Triwida.
Saat ini terdapat tiga majalah berbahasa Jawa yang masih eksis, terbit dalam bentuk cetak dan online. Yakni Majalah Penyebar Semangat di Surabaya yang didirikan oleh pahlawan nasional Dr Soetomo pada tahun 1933, majalah Jaya Baya di Surabaya terbit tahun 1945 dan majalah Joko Lodhang di Yogyakarta terbit tahun 1971.
Menurut Donny Tunggul, redaktur pelaksana Majalah Penyebar Semangat, untuk menarik minat generasi muda menulis dalam bahasa Jawa, tim redaksi membuka rubrik "Gelanggang Remaja" yang khusus memuat karya tulisan dari anak muda. Rubrik tersebut berisi cerita cekak (cerpen) dan wacan bocah (cerita anak). Â Menurut Donny, pengirim naskah untuk rubrik tersebut sangat banyak.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H