Gedung Nasional Indonesia, salah satu bangunan cagar budaya di Jl. GNI 2 Surabaya. Diikuti oleh 90 siswa SMA/SMK di Surabaya.
Ada penelusuran sejarah yang menarik dari acara pelatihan video konten jurnalistik yang diadakan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) Jawa Timur bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS), 14 November 2024 lalu. Pelatihan diadakan diMenurut Ketua YKAI Jatim, Satiti Kuntari, pelatihan sengaja diadakan di gedung bersejarah ini untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada generasi muda. Walaupun lokasinya di pusat kota, berdekatan dengan Tugu Pahlawan Surabaya, namun sangat jarang generasi muda yang paham bagaimana peran gedung bersejarah dan para pendirinya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walaupun lokasinya sangat mudah dijangkau, namun sehari-harinya gedung ini nyaris sepi pengunjung.
Pelatihan terdiri dari beberapa sesi. Selain materi produksi video jurnalistik yang diberikan oleh para dosen Stikosa AWS, juga praktek langsung memproduksi konten video jurnalistik. Temanya seputar obyek lokasi pelatihan, yakni makam pahlawan nasional Dr Soetomo, Museum dan Kantor redaksi Majalah berbahasa jawa Penyebar Semangat yang terletak di belakang Gedung Nasional. Panitia memberikan hadiah uang pembinaan kepada produksi video terbaik 1, 2 dan 3.
Dari pelatihan tersebut didapatkan fakta sejarah yang menarik. Yakni mengenai perjuangan tokoh pahlawan nasional Dr Soetomo serta seniman ludruk Cak Durasim yang terkenal dengan kidungan “bekupon omahe doro, melok Nippon tambah sengsoro”.
Sebagai seorang cendekiawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, Dr Soetomo aktif mendirikan perkumpulan pergerakan pemuda untuk menentang penindasan pemerintah kolonial Belanda. Pada tanggal 20 Mei 1908 beliau mendirikan perkumpulan Budi Utomo, yang merupakan organisasi modern pertama di Indonesia. Organisasi ini bertujuan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik, industri, dan menghidupkan kembali kebudayaan. Dari organisasi inilah kemudian berkembang dan merupakan awal maraknya pergerakan mencapai Indonesia merdeka. Peristiwa tanggal pendirian organisasi Budi Utomo ini kemudian diabadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Untuk memperluas gagasannya tentang cita-cita Indonesia merdeka, Dr Soetomo pun mendirikan beberapa surat kabar. Walaupun ia seorang dokter, tulisan-tulisannya dikenal lugas, runtut dan tajam. Tercatat beberapa surat kabar yang berjaya berkat tangan dinginnya. Antara lain, majalah bulanan Goeroe Desa (Guru Desa), surat kabar Boedi Utomo yang terbit sekitar tahun 1920, surat kabar bulanan Suluh Indonesia tahun 1926, surat kabar Soeara Oemoem (Suara Umum) tahun 1931 yang awalnya berbahasa Tionghoa. Kemudian mendirikan majalah berbahasa Jawa Panyebar Semangat tahun 1933 dan surat kabar Pedoman tahun 1936. Diantara surat kabar dan majalah tersebut hanya majalah berbahasa Jawa Panyebar Semangat yang sampai sekarang masih terbit. Sejak awal berdiri sampai sekarang kantor redaksi majalah berbahasa Jawa tersebut menempati sebuah bangunan bertingkat di belakang GNI.
Dr Soetomo juga menggagas berdirinya sebuah gedung pertemuan untuk memberi wadah para tokoh perintis kemerdekaan dalam menyusun taktik dan strategi dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, pertemuan para tokoh pergerakan diadakan di gedung-gedung bioskop untuk menghindari kecurigaan pihak kolonial Belanda. Maka dibelilah sebidang tanah milik Tuan Ruthe dan Maxen yang kemudian diberi nama Gedung Nasional Indonesia. Pembangunan gedung dimulai pada tanggal 11 Juli 1930 dan mulai digunakan pada tanggal 3 Januari 1932. Untuk memulai pembangunan gedung, terlebih dahulu beliau membentuk Yayasan Gedung Nasional pada 21 Juni 1930. Dana pembangunan gedung didapatkan dari patungan pengurus yayasan dan sumbangan masyarakat.
Adalah tokoh seniman ludruk, Cak Durasim, yang aktif membantu perjuangan Dr Soetomo. Untuk mengumpulkan sumbangan dari masyarakat, Cak Durasim menggelar pentas ludruk di beberapa tempat tanpa dibayar. Setelah gedung itu jadi, benar-benar menjadi pusat kegiatan politik dan budaya. Banyak peristiwa politik dan kongres pemuda yang dilaksanakan di tempat ini. Kelompok ludruk Cak Durasim pun secara rutin menggelar pentas ludruk, menggelorakan semangat perjuangan dan melontarkan kritik tajam kepada pemerintah Hindia Belanda.
Saat pendudukan tentara Jepang, Cak Durasim pun tanpa kenal takut melaksanakan hal yang sama. Sampai akhirnya ia dibunuh oleh tentara Jepang saat berpentas di atas panggung. Nama Cak Durasim kemudian diabadikan sebagai nama gedung kesenian di Taman Budaya Jawa Timur, Jl. Gentengkali 85 Surabaya, yakni Gedung Cak Durasim.
Dr Soetomo wafat pada 30 Mei 1938 dan dimakamkan di komplek Gedung Nasional Indonesia atas permintaan beliau sebelum meninggal dunia. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H