Nama grup sengaja dibikin kekinian, demikian juga cerita dan tampilannya, disesuaikan dengan trend masa kini. Misalnya, saat menggelar lakon Ujung Galuh, sejarah kota Surabaya, kostum pasukan Majapahit dibuat ala CoasdPlay .
Walaupun demikian grup ini tidak meninggalkan pakem ludruk, yaitu Tari Remo dan Kidungan. Saat menggelar ludruk di dua lokasi, Warung Mbah Cokro di Jl. Raya Prapen dan cafe Kayoon Heritage, Jl. Embong Kemiri, 18 & 22 Juni lalu, mayoritas penontonnya adalah anak muda.
Pertunjukan ludruk tersebut dalam rangka memberikan bantuan (saweran) untuk tokoh ludruk Cak Sapari (74 tahun) yang sedang sakit serius. “Banyak anak muda yang mengira ludruk sudah punah, bahkan banyak yang tidak tahu ludruk. Maka kita menyasar cafe atau tempat nongkrong anak muda untuk menggelar pentas ludruk” ujar Robert Bayoned.
Sementara dua minggu sebelumnya (4/6) penampilan grup ludruk “Marsudi Laras” pimpinan Hartatok di Gedung Kesenian Cak Durasim Taman Budaya Jatim juga penuh oleh penonton anak muda. Banyolan dua orang pelawak, Agung dan Arista, jebolan Audisi Pelawak Indonesia (API) 2005, mampu menggetarkan gedung kesenian berkapasitas 420 kursi itu dengan gelak tawa.
(Sasetya Wilutama)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H