Dan ka-boom, bom waktu pun meledak ketika terminal ini dipaksakan untuk dibuka. Ketika menteri perhubungan masih dijabat oleh Bapak Ignasius Jonan, beliau melarang pihak AP2 untuk membuka terminal ini karena memang kondisinya masih jauh dari kata sempurna. Selain itu terjadi juga masalah di ATC, di mana tower ATC tidak bisa melihat pergerakan pesawat di T3 ini. Hal itu juga yang membuat dibangunnya tower ATC “darurat” yang juga merusak desain dari terminal ini.
Saya pun bingung kenapa hal ini sampai tidak dipikirkan oleh pihak AP2 sebagai pemilik bandara? Hingga tidak lama berselang, bapak Ignasius Jonan dicabut mandatnya sebagai menteri perhubungan dan diganti oleh Budi Karya Sumardi, yang pada sebelumnya menjabat sebagai dirut Angkasa Pura 2. Dan ketika pak Budi Karya Sumardi menjabat, terminal 3 ini pun diperbolehkan untuk beroperasi. Suatu kebetulankah?
Rhenald Kasali dan Kultwit yang Blunder
Baru-baru ini terjadi polemik di dunia maya mengenai kacaunya pembukaan Terminal 3 Ultimate dan ajakan untuk “memaklumi” keadaan yang terjadi. Salah satu profesor terkemuka bernama Rhenald Kasali, yang rupanya menjabat sebagai komisaris utama Angkasa Pura 2 banyak sekali membalas twit-twit yang dianggap menyerang pembukaan Terminal 3 ini. Beliau pun sempat mengeblok beberapa Twitter yang dianggap memberi kritikan ke T3 dan bahkan sampai memfitnah para kritikus sebagai akun bayaran airport negeri sebelah. Hal ini sebenernya terjadi karena selama pembangunan, pihak Angkasa Pura 2 mengatakan bahwa T3 ini akan menyaingi Changi dan Kuala Lumpur International Airport; yang pada nyatanya memang tidak mampu menyaingi kedua bandara itu. Ga malu Pak bikin rumah perubahan tapi bapaknya sendiri ga menunjukkan spirit dan mentalitas untuk bisa benar-benar berubah?
Jangankan sama Changi, sama Husein Sastranegara Bandung dan Denpasar aja kalau dilihat dari banyak sisi itu jauh banget bedanya. Denpasar aja diem-diem bisa bikin smoking area bernuansa resort lengkap dengan tatanan landscaping-nya yang rapi dan punya view ajib ke pantai. Itu juga ga pake embel-embel karya anak bangsa segala. Bandara Husein Sastranegara yang terminal barunya didesain Pak Ridwan Kamil aja bisa sebegitu rapi, detail, dan epik walaupun kecil.
Dan yang bikin saya bingung juga kenapa jargon karya anak bangsa ini harus dibawa petantang-petenteng ke mana-mana sih? Bukannya semua gedung dan mall keren di Indonesia itu dibangun sama orang Indonesia juga ya? Arsitek Indonesia banyak kok yang karyanya keren-keren. Bahkan kalau rajin gugel, banyak kok mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi swasta di Indonesia yang kuliah arsitektur atau desain pada bisa bikin proposal desain gedung dan signage epik plus keren buat renovasi bandar udara di Indonesia – walaupun hanya sebatas untuk tugas kuliah. Bahkan pernah ada tugas kuliah salah satu anak semester akhir (Cari aja di Pinterest atau Google karya yang dibuat Mutiara Fatrin) yang bikin logo buat Soekarno Hatta Airport beserta collateral-collateral lainnya, yang hasilnya kalau menurut saya jauh lebih bagus apa yang dibuat sama Landor.
Kapan ya kira-kira Indonesia bisa punya gerbang utama yang representatif? Cobalah tengok bandar udara Haidar Aliyev di Baku, Azerbaijan ini.... Negara yang mungkin bisa dibilang anak kemaren sore, negara yang engga sepopuler Indonesia.