Sepuluh tahun lalu saat saya mengajar di sebuah homeschooling di Jakarta saya mendapatkan pengalaman baru yaitu mengajar anak berkebutuhan khusus yaitu anak dengan  autisme.  Lalu saya mencoba mencari informasi apa itu autisme dan bagaimana mengajar mereka supaya bisa memahami pelajaran dengan baik.Â
Autisme menurut website alodokter.com adalah Autisme adalah gangguan perilaku dan interaksi sosial akibat kelainan perkembangan saraf otak. Kondisi ini menyebabkan penderitanya sulit berkomunikasi, berhubungan sosial, dan belajar.
Autisme disebut juga sebagai gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorder (ASD). Istilah spektrum sendiri mengacu pada gejala dan tingkat keparahan penyakit ini yang berbeda-beda pada tiap penderitanya.
Pada saat itu informasi belum terlalu banyak dan penyakit autisme masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Padahal kalau anak tersebut diterapi rutin sejak dini maka perlahan-lahan kemampuan komunikasinya akan berkembang dan tumbuh rasa percaya diri saat belajar.Â
Hal ini saya lihat langsung pada murid saya perempuan yang bertahun-tahun terapi di rumah saat usia 13 tahun bisa berinteraksi dengan guru dan murid lainnya. Bahkan saat ujian bisa mengerjakan soal sendiri dengan lancar sampai selesai. Nilai mata pelajaran pun cukup baik dan bisa menjawab pertanyaan dengan baik secara lisan.Â
Pengalaman ini membuat saya sadar masih banyak anak berkebutuhan khusus lainnya yang perlu dibantu supaya mereka punya kesempatan yang sama untuk belajar dan berprestasi. Orang tua juga perlu banyak informasi dimana klinik yang tepat untuk terapi bagi anak berkebutuhan khusus. Perlahan-lahan dengan hadirnya media sosial banyak orang tua yang tidak malu mengakui bahkan mendukung anaknya dalam melakukan kegiatan seni hingga bisa berprestasi.Â
Namun berbeda di kota kecil  yang masih berjuang agar penyandang autisme bisa diterima masyarakat. Tantangan masih adanya stigma negatif, penerimaan masyarakat yang cenderung mengucilkan, terbatasnya akses pendidikan, konsultasi dan terapi yang tak merata hingga hak-hak penyandang autisme dewasa untuk berkarir yang belum terpenuhi.Â
Berawal dari keresahan pribadi Alvinia dan rekannya Ratih, mereka melihat bahwa di Indonesia penyandang autisme kerap dipandang sebelah mata. Pada 30 Juli 2017 melalui Light it Up Project, Alvinia dan rekan-rekannya, didampingi anak-anak penyandang autisme beserta orang tuanya membuat langkah kecil untuk kampanye di car free day Sudirman Jakarta dengan membagikan brosur berisi informasi terkait dengan autisme.Â
Setahun kemudian Alvinia dan rekan-rekannya kembali dengan project bertajuk Light it Up Gathering yang tak disangka-sangka menarik minat masyarakat umum untuk ikut di dalam diskusi. Beranjak dari 2 project volunteer tersebut, Alvinia dan rekan-rekannya mulai mendirikan Teman Autis sebagai angin segar bagi para penyandang autisme dan para orang tua dengan anak autis yang sampai saat itu tidak memiliki akses informasi satu pintu mengenai definisi dan deteksi dini autisme, tempat klinik, terapi, dan sekolah.Â
Pada website www.temanautis.com terdapat direktori klinik, sekolah, terapi, komunitas, tes deteksi dini autisme, artikel-artikel mengenai autisme yang ditulis para ahli, hingga kemudahan untuk masyarakat umum ikut berdonasi dan menjadi volunteer. Digawangi tim yang semula hanya 4 orang dan kini telah bertambah menjadi 13 orang teman autis berhasil mendapatkan 100 lebih mitra di seluruh Indonesia.