Ketika masih anak-anak tempat yang senang saya datangi adalah toko buku. Karena di toko buku saya bisa membeli dan membaca banyak buku cerita, novel, majalah dan komik. Bahkan saking seringnya saya membaca novel atau komik, saya sempat bercita-cita menerbitkan buku seperti penulis terkenal JK Rowling.Â
Namun untuk menerbitkan buku ternyata tidaklah mudah karena harus mengirimkan naskah ke penerbit, diseleksi kemudian diperiksa oleh editor sebelum cetak. Bahkan setelah dijual di toko buku royalti yang diterima tidak besar karena ada potongan untuk penerbit dan toko buku.Â
Walaupun tidak mudah untuk menerbitkan dan menjual buku, saya masih bisa menyalurkan minat menulis dan berkarya dengan membuat akun twitter, facebook, blog sampe platform terbaru podcast dan tiktok. Teknologi penerbitan pun semakin berkembang karena mulai bermunculan platform penerbitan independen yang bisa menerbitkan buku sesuai permintaan secara online.Â
Platform ini memberikan kesempatan siapa saja untuk menerbitkan buku dengan mudah dengan royalti lebih manusiawi. Pelan-pelan minat masyarakat menulis juga meningkat karena semakin banyak platform dan kemudahan untuk mencetak sebuah buku dengan murah bahkan gratis.Â
Hal ini juga dibuktikan oleh salah satu penulis senior yang saya kagumi yaitu bapak Thamrin Dahlan yang merupakan pensiunan POLRI. Sejak Agustus 2010 pensiun lalu atas saran dari seorang teman bergabung dengan platform kompasiana untuk menulis setiap harinya. Banyaknya tulisan yang dihasilkan baik itu opini, reportase bahkan lomba membuat pak Thamrin ingin menerbitkan karyanya dalam sebuah buku.Â
Dengan menerbitkan sebuah buku, maka karya kita akan bisa dibaca banyak orang bahkan sampai generasi selanjutnya di berbagai tempat. Untuk itu menandai 10 tahun berkarya dalam tulisan, pak Thamrin Dahlan mendirikan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan atau YPTB. Yayasan ini hadir untuk mendukung program
literasi Indonesia agar semua masyarakat bisa menerbitkan buku dengan gratis.Â
Caranya mudah yaitu dengan mengirimkan softcopy naskah yang ingin diterbitkan melalui  email yaitu thamrindahlan@gmail.com, kemudian YPTD akan membantu mengurus International Standard Book Number (
ISBN) ke perpustakaan nasional. Setelah mendapat kode ISBN maka buku akan dicetak sesuai permintaan bisa satuan atau puluhan. Jika buku yang diterbitkan sudah memiliki ISBN, maka penulis bisa menjual buku tersebut ke toko buku atau menyerahkan ke perpustakaan nasional.Â
Sehingga dengan buku yang dimiliki, suatu saat mahasiswa atau masyarakat bisa membaca buku kita bahkan menyebarkan nilai-nilai yang bermanfaat di masyarakat. Penjelasan ini saya dapatkan saat saya bertemu dengan pak Thamrin Dahlan kemarin tanggal 19 Agustus 2020 di Coffee Tofee Margonda Depok.Â
Dengan menaati protokoler kesehatan seperti memakai masker dan mencuci tangan, pak Thamrin dengan semangat mengajak penulis muda untuk membukukan tulisannya agar kelak bisa menjadi peninggalan yang berharga bagi anak cucu. Saya yang mendengar pun antusias karena impian saat anak-anak kini bisa terwujud. Selain itu dengan memiliki buku karya sendiri akan memacu untuk membuat konten di platform lain seperti blog atau podcast
YPTB nantinya juga akan mengadakan pelatihan menulis bagi masyarakat agar semangat membaca terus bertambah. Selain membaca, menulis juga mudah sehingga setiap orang bisa produktif berkarya walaupun dari rumah. Pak Thamrin memberikan contoh pada generasi muda bahwa beliau sudah menerbitkan buku sampai ke 30 bahkan di saat pandemi pun beliau aktif menulis. Bahkan tulisan selama menjalani karantina di rumah diterbitkan ke dalam buku PSBB Jakarta.Â
Nah jika pak Thamrin saja masih semangat menulis dan menghasilkan buku sampe tiga puluh seharusnya kita yang lebih muda lebih semangat lagi berkarya dan mengedukasi masyarakat lewat tulisan. Karena nanti manfaatnya baik berupa materi maupun non materi akan datang ke diri sendiri setelah menghasilkan sebuah karya.Â
Lihat Sosbud Selengkapnya