Mohon tunggu...
Nur Annisa Hamid
Nur Annisa Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - blogger dan content creator

seorang wanita yang hobi travelling, menulis dan menyukai anak-anak selalu berfikir positif dan bersyukur dalam segala hal

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perjuangan Mengubah Nasib Melalui Pendidikan dalam Film Kartini

11 April 2017   12:22 Diperbarui: 12 April 2017   10:30 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun bulan April selalu  diperingati sebagai hari Kartini karena pada tanggal tersebut merupakan tanggal lahir tokoh tersebut. Telah banyak buku atau film yang mengupas profil Kartini agar perjuangannya tetap diingat dan menjadi inspirasi generasi muda masa kini. Namun tahun 2017 ini Legacy Pictures mempersembahkan film Kartini yang bekerja sama dengan Screenplay Productions. Film yang diproduseri oleh Robert Ronny dan disutradarai oleh Hanung Bramantyo menampilkan sisi yang berbeda Kartini.

Dengan jajaran pemain film yang berprestasi seperti Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita, Deny Sumargo, Dwi Sasono, Reza Rahadian, Christine Hakim, Deddy Soetomo, Djenar Mahesa Ayu, Adinia Wirasti dan Nova Eliza membuat film Kartini menjadi film biopik yang wajib ditonton masyarakat Indonesia.

Dalam film ini Hanung menampilkan sisi Kartini yang tomboy, kritis, haus akan ilmu dan memiliki semangat tinggi untuk melakukan perubahan. Didukung dengan kakaknya Sosrokartono yang melanjutkan pendidikan ke Belanda, Kartini menjadi perempuan yang rajin membaca buku dan menuliskannya untuk diterbitkan ke dalam bahasa Belanda.

Terhadap adik-adiknya pun ia mendorong agar mau membaca dan mengembangkan potensi diri agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Walaupun kurang disukai dan didukung oleh ibu tirinya, Kartini dan adik-adiknya mendapat dukungan dari ayahnya Raden Mas Ario Sosroningrat yang merupakan bupati Jepara.

Potensi Kartini dan adiknya lambat laun diakui dan didukung oleh pemerintah Belanda bahkan mendapatkan kesempatan beasiswa untuk belajar ke Belanda. Namun tradisi Jawa yang menganggap perempuan tidak pantas menuntut ilmu lebih tinggi dari pria membuat perdebatan di keluarga Kartini.

Pada zaman itu perempuan hanya memikirkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, dan mengurus keluarga. Bahkan perempuan ningrat harus pasrah jadi istri kedua atau menikah dengan pria yang dijodohkan oleh keluarga tanpa rasa cinta.

press-conference-kartini-58ec67bb9b93738107072a99.jpg
press-conference-kartini-58ec67bb9b93738107072a99.jpg
Bagi Dian Sastro sendiri bagian film yang paling menguras emosi ialah saat diajak ibunya ke danau untuk mengingat kembali nilai luhur budaya Jawa yang tidak diajarkan dalam pendidikan modern. Dalam budaya Jawa jika ingin menaklukkan seseorang bukan dengan membantah atau melawan tapi dengan memangku atau mengorbankan ego pribadi.

Bagian inilah yang membuat saya tersentuh karena teringat pesan guru bahasa Jawa saat di bangku sekolah untuk mengingat nilai tradisi lokal sebagai identitas diri agar tidak luntur di jaman modern.

Untuk membuat sebuah perubahan untuk masyarakat dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Kartini menyadari untuk merubah nasib perempuan atau suatu bangsa harus lewat pendidikan. Maka saat menerima lamaran Raden Adipati Joyodingrat untuk menjadi istri keempat ia mengajukan berbagai syarat salah satunya suami harus mendukung upayanya untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat sekitar.

Puas dan bangga bisa menonton film Kartini sebelum diputar serentak di bioskop tanggal 19 April 2017 bersama KOMIK di Plaza Indonesia. Film Kartini tidak hanya wajib ditonton oleh perempuan tapi juga laki-laki agar lebih menghargai peranan dan pengorbanan perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang layak.

nobar-komik-kartini-58ec67e98023bd880d13488f.jpeg
nobar-komik-kartini-58ec67e98023bd880d13488f.jpeg
Semoga dengan adanya film Kartini makin menyadarkan banyak pihak untuk memberi kesempatan perempuan di daerah terpencil memperoleh pendidikan dengan layak. Baik pendidikan akademis maupun budaya bisa saling berdampingan dan semangat melanjutkan perjuangan Kartini bukan hanya setahun sekali tetapi setiap hari.

Saya berharap penonton film Indonesia makin cerdas dan bisa mendapatkan apresiasi positif seperti film “Habibie Ainun” yang ditonton lebih dari satu juta orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun