Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir normal dan sehat seperti anak pada umumnya, namun jika Tuhan berkehendak lain dan anak yang kita lahirkan berbeda apa yang harus dilakukan? Banyak orang tua yang awalnya kaget, sedih, atau tidak menyangka jika anak yang dilahirkan berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Namun sesungguhnya dibalik keadaan anak yang berbeda mereka menyimpan potensi yang belum tentu dimiliki anak-anak lainnya.
Ketika mengajar homeschooling sekitar lima tahun yang lalu, saya memiliki murid anak berkebutuhan khusus atau autis sehingga tidak bisa belajar di sekolah umum. Melihat kenyataan itu orangtuanya pun tidak tinggal diam justru rutin memberikan terapi sejak kecil mulai dari terapi wicara, terapi menggambar, dan terapi musik dengan les piano. Hasilnya ia pun bisa belajar seperti anak normal lainnya dan mulai berani berkomunikasi dengan orang lain.
Â
Sayangnya untuk memberikan terapi kepada anak berkebutuhan khusus seperti autis atau down syndrome masih membutuhkan biaya yang mahal sehingga tidak semua lapisan masyarakat bisa merasakannya. Melihat kenyataan banyak orang tua yang berhenti memberikan terapi pada anaknya, ada sepasang suami istri yaitu Deka Kurniawan dan Laili Ulfiati yang berkeinginan membantu dengan membuka praktek terapi di rumahnya secara gratis. Awalnya niat tersebut ingin menolong anak-anak yang berhenti terapi karena keterbatasan biaya, namun lambat laun banyak anak lainnya yang juga membutuhkan terapi gratis.
Maka didirikanlah Rumah Autis sejak 9 Desember 2004, sebuah lembaga social non profit yang membantu anak-anak autis atau down syndrome bisa mendapatkan terapi dan memberikan ketrampilan agar bisa mandiri di masyarakat. Awalnya hanya empat anak yang diberikan terapi di Bekasi, lambat laun berkembang dengan membuka cabang di beberapa tempat mulai dari Tangerang, Priok, Depok, Karawang dan Bogor. Tujuan awal didirikannya Rumah Autis ialah untuk layanan dan kampanye kepada masyarakat luas akan penyakit autis. Kini karena masih banyak masyarakat menengah ke bawah yang belum mendapat akses terapi, tujuan layanan masih menjadi fokus utama.
 Seiring berjalannya waktu, yang sebelumnya tingkat kedisiplinan masih rendah karena banyak yang tidak datang terapi sesuai jadwal kini setiap orang tua rutin memberikan terapi sebanyak tiga kali seminggu. Target yang ingin dicapai pun tidak terlalu besar kepada anak didik para terapis dan pendiri awalnya ingin bisa menumbuhkan kemandirian misalnya bisa makan, mandi atau memakai pakaian sendiri. Selebihnya akan dikembangkan lagi bakat anak-anak seperti melukis, menari atau bermain musik.
Dengan didirikannya Rumah Autis, ada beberapa masyarakat sekitar yang juga ingin memberikan terapi walaupun dari keluarga yang mampu. Dalam hal ini staf pengajar memberikan kebijakan 60 % disubsidi dan 40 % tidak disubsidi agar tetap bisa memberikan layanan kepada masyarakat yang kurang mampu. Setelah berdiri beberapa tahun, Rumah Autis kini juga memberikan ketrampilan kepada anak didik seperti membuat bros, steam motor dan laundry pakaian. Dengan ketrampilan yang mereka miliki, diharapkan anak didik bisa mandiri dan menyalurkan kreativitasnya sehingga bisa memiliki karya yang bisa diterima masyarakat.
Â
Salah satu brand kosmetik asal Indonesia, Mazaya Cosmetics yang baru diluncurkan sejak tahun 2014 memiliki slogan “Beauty, Charity, dan Business Opportunity tidak hanya ingin sekedar menjual kosmetik halal di Indonesia namun juga ingin memberikan kontribusi dengan membantu menjual hasil karya anak didik Rumah Autis berupa bross atau aksesoris lainnya melalui website mereka. Setiap produk kosmetik yang terjual akan didonasikan Rp 2000 ke berbagai lembaga amal yang membutuhkan termasuk Rumah Autis.