Mohon tunggu...
Sarwo Edhi Ubit
Sarwo Edhi Ubit Mohon Tunggu... Administrasi - PNS muda

Seorang insinyur muda dan pemerhati sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik Terhadap "Law of Attraction"

1 Maret 2016   21:59 Diperbarui: 1 Maret 2016   22:13 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah banyak sekali kritik mengenai konsep Law of Attraction. Konsep yang bermula dari ajaran filsafat timur (atau dengan bahasa kasarnya sihir putih) kemudian dicoba dimasukkan “unsur ilmiah” agar diterima oleh masyarakat awam yang tak suka takhayul.

Tapi sayangnya Law of Attraction adalah konsep abstrak, tidak memiliki fondasi kuat, dan seperti ajaran “filsafat” lainnya, memilik banyak tafsiran. Maka dari itu jika kita ingin membantah teori LOA, benar-benar pekerjaan sia-sia karena akan dibantah seseorang yang punya “mazhab tersendiri”. Kadang saya melihat mazhab LOA, Hipnosis, dan New Age lainnya sendiri memasukkan unsur-unsur yang sebenarnya sudah banyak di luar LOA atau kajian New Age Movement (NAM) tersendiri. Akibatnya hampir sedikit celah untuk membantahnya.

Hal itu terjadi karena LOA adalah filosofi yang tak jelas hirarkinya dibandingkan katakan ilmu sosial. Bagi saya dalam dunia teknik, menerima atau menolak sebuah teori adalah perkara gampang. Ketika sang peneliti merumuskan sebuah teori, maka uji validasilah untuk mengungkapkan pendekatan tersebut benar atau tidak. Dan penelitian ini terdokumentasi dengan baik dan jelas bahkan ada nomornya di dalam Jurnal-jurnal terakreditas.

Beda sekali dengan ajaran NAM, kita hanya bisa membantah terhadap buku si A dan si B. Tapi ketika kita publish di Internet tiba-tiba muncul komentar dari si fulan dari Majelis Hipnosis C yang hanya menggelar pelatihan tanpa menerbitkan buku sama sekali.

Permasalahan lain adalah, para trainer hipnosis ini beberapa adalah hasil training singkat. Mereka yang apalagi tak punya latar belakang sains mudah sekali tertipu daya dengan pemaksaan sains yang mereka lakukan. Betapa enaknya mereka membicara masalah gelombang otak tanpa pernah belajar ilmu neurologi di masa kuliah (maaf, bukan NLP 5 hari ya) sehingga bagaimana mudah mengatakan “Si fulan lagi di gelombang Theta,” padahal setiap titik otak memiliki gelombang berbeda akibat perbedaan medan magnetik tiap syaraf. Lalu, dengan metode apa dia katakan merata-ratakan sehingga ini gelombang katakan 54 Hz? Apa pernah belajar statistik atau analisis Fourier?

Belum lagi bagaimana mereka berbicara energi. Energi yang mereka sering katakan seringkali hanya konsep filsafat yang tak ada hubungannya dengan sains. Karena mereka sendri tak punya latar sains dan matematik. JIka kita menyuruh mereka menulis persamaan fundamental energi saya jamin 95% mereka tak mampu. Coba kita minta jelaskan beda energi dan daya mereka pasti terdiam. Intinya mirip-mirip dengan batu kesehatan. Dia mengatakan batu itu memancarkan gelombang elektromagnetik. Saya bingung, semua benda itu pasti memancarkan gelombang elektromagnetik, jika tidak benda itu tak dapat dilihat. Yang musti diperjelaskan gelombang apa yang dipancarkan, apa bukti ilmiahnnya. Jangan cuma reka-reka.

[1] Kesimpulannya, LOA adalah konsep filsafat.

Konsep filsafat adalah konsep abstrak yang multitafsir, tak ada instrumen tepat untuk mengatakan ini benar atau salah kecuali kesepakatan bersama. Contoh konsep HAM, Demokrasi, itulah adalah konsep kesepakatan yang butuh waktu lama untuk membuktikan konsep ini tepat dan efesien. Tapi bukan soal HAM tu kebenaran sejati. Jadi tak ada guna mengatakan LOA benar atau salah, tapi apa dampak nya itu yang lebih baik dikaji.

Begitupula jika Anda sering baca hasil penelitian psikologi. Sering didapati penilitian di Negeri A berbeda dengan penelitan di negeri B meski samplenya besar.

[2] Apakah Saya menolak LOA?

Saya katakan saya menerima konsep dasar hukum tarik menarik, karena memang di dalam Alquran sudah jauh hari sudah membahas itu. Sebagaimana dalam sebuah Hadts Rasulullah menggambarkan seorang wanita muhajirin yang dahulu di Mekkah suka berkumpul dengan para tukang lawak, di Madinah pun dia juga berkumpul dengan kaum serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun