Mohon tunggu...
Muhammed Rivai
Muhammed Rivai Mohon Tunggu... Konsultan - menulis, menlis dan menulis

...menjadi bermanfaat itu lebih bermakna...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelajaran Berharga dari Negeri "Sang Penakluk"

19 Juli 2016   15:58 Diperbarui: 19 Juli 2016   16:35 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika instabilitas politik akibat perebutan kekuasaan secara demokratis saja cenderung dihindari, apalagi kudeta yang sudah jelas-jelas menjadi musuh demokrasi dan akan melahirkan kekacauan sudah pasti tidak akan mendapat tempat di dalam pikiran masyarakat Turki dewasa ini.

Kegagalan kudeta oleh faksi militer di turki memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita dinegeri yang sesungguhnya punya hubungan historis yang sangat kuat dengan Turki. Indonesia pasca orde baru melalui gerakan reformasi telah berubah menjadi negara demokratis yang diperhitungkan di dunia. Namun perjalanan panjang demokrasi kita masih jauh dari esensi demokrasi, kita masih berkutat pada demokrasi prosedural yang menghabiskan energi dengan biaya politik yang sangat mahal. 

Namun, apapun itu kita harus tetap harus bersyukur bahwa jalan demokrasi yang kita tempuh hari ini jauh lebih baik dari pemerintahan di masa orde baru yang cenderung otoriter, walaupun di sana-sini masih banyak yang perlu di perbaiki. Turki setidaknya bisa dijadikan inspirasi dalam beberapa hal. Pertama, Reformasi militer. 

Turki melakukan reformasi besar-besaran di dalam tubuh militer dan mengembalikan militer pada khittahnya sebagai alat negara karena pengalaman panjangnya dibawah rezim militer berdarah yang membawanya pada masa-masa kelam. Indonesia pada dasarnya juga punya pengalaman yang sama berada di bawah rezim represif militer selama 32 tahun. 

Gerakan reformasi menjadikan agenda penghapusan dwi pungsi ABRI sebagai salah-satu tuntutannya, sehingga menjadikan militer/TNI sebagai alat negara adalah keniscayaan dalam negara demokratis. Maka jika ada pihak-pihak yang kembali menarik-narik militer ke panggung politik atau menggunakan cara-cara inkonstitusional dalam mengendalikan dan atau merebut kekuasaan, mereka adalah musuh demokrasi dan menghianati agenda reformasi.

Kedua, musuh bersama sebagai faktor pemersatu. Turki menjadikan Ideologi anti kudeta sebagai faktor pemersatu yang menjadikan masyarakatnya bersatu padu dalam satu gerakan melawan kudeta oleh faksi militer. Di tengah tajamnya perbedaan pandangan ideologis, dalam isu kudeta masyarakat Turki satu pandangan dalam menyikapi isu ini. 

Masyarakat dengan tegas menolak kudeta dengan alasan apapun. Dalam konteks ini dulu kita punya musuh bersama, Kolonialisme. Dalam era modern sekarang ini kita perlu kembali mendefinisikan musuh bersama kita sehingga menjadi faktor penguat dan perekat persatuan yang menjadikan kita tidak mudah dipecah-belah oleh kepentingan politik segelintir orang dan kelompok tertentu.

Ketiga, Kolaborasi. Kegagalan kudeta yang terjadi di Turki adalah wujud dari kolaborasi masyarakat untuk menentang tindakan anti-demokrasi yang dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat. Sehingga faksi militer secara internal saja sudah memiliki masalah dengan tidak adanya dukungan berarti dari rekan-rekannya sesama militer. 

Di sisi lain kelompok sipil walaupun memiliki perbedaan pandangan dan orientasi politik namun tetap solid terkait isu kudeta. Kolaborasi kelompok sipil ini menjadi faktor penting untuk menghindari terjadinya instabilitas politik berkepanjangan yang justru menjadi legitimasi bagi kalangan militer untuk mengambil alih kekuasaan. 

Dalam hal ini sesungguhnya negeri kita cukup berpengalaman dalam menyatukan perbedaan pandangan melalui musyawarah, konsensus dan koalisi politik. Namun yang perlu dikembangkan adalah budaya demokrasi yang siap menerima perbedaan dan siap menerima kekalahan. Negeri ini terlalu besar untuk di pimpin hanya dengan ide dari satu kelompok tertentu, negeri ini tidak pantas di pimpin oleh orang-rang dengan jiwa dan pemikiran sempit. Kita butuh kolaborasi dan koalisi politik yang mampu menyatukan ragam perbedaan menjadi kekuatan, bukan mempertajam perbedaan yang justru memicu perpecahan.

@rivai19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun