Mohon tunggu...
Muhammed Rivai
Muhammed Rivai Mohon Tunggu... Konsultan - menulis, menlis dan menulis

...menjadi bermanfaat itu lebih bermakna...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelajaran Berharga dari Negeri "Sang Penakluk"

19 Juli 2016   15:58 Diperbarui: 19 Juli 2016   16:35 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tragedi berdarah hampir saja memutar balik haluan sejarah dan berpotensi besar membawa Turki mengalami kemunduran demokrasi dan perang saudara. Tragedi ini akibat ulah segelintir elit politik yang memprovokasi faksi militer melakukan kudeta terhadap rezim berkuasa. Peristiwa memalukan ini adalah preseden buruk di tengah demokratisasi yang sedang berjalan dan pada akhirnya rakyatlah yang akan menjadi korban serta meninggalkan luka dan trauma yang sulit disembuhkan. 

Kudeta pada dasarnya adalah pengambil alihan kekuasaan secara ilegal dari rezim yang sah melalui cara-cara kekerasan dan atau tindakan inkonstitusional sebagai manifestasi dari kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap rezim yang sedang berkuasa.

Namun sepertinya faksi militer dan kelompok penentang rezim berkuasa dibawah pimpinan AKP dan presidennya Recep Tayyip Erdogan kurang cermat dalam melakukan analisis terhadap kudeta yang mereka lakukan. Ambisi politik yang tidak terbendung ditambah dengan provokasi menjadikan mereka kehilangan nalar dalam membaca situasi politik mutakhir Turki. Turki di bawah kepemimpinan Erdogan telah melakukan gerakan reformasi menyeluruh dan bertahap terhadap institusi militer. 

Reformasi ini secara perlahan namun pasti menjauhkan militer dari panggung politik, kelompok militer selama ini memainkan peranan penting dalam setiap aktivitas politik dan cenderung mendominasi. Kondisi ini bisa dibaca dengan sangat jelas ketika kudeta terjadi, kekuatan militer yang memotori gerakan kudeta hanyalah segelintir elit yang tidak mendapat dukungan dari kekuatan mayoritas di tubuh militer. Kudeta gagal dari faksi militer ini tentu akan semakin memuluskan agenda reformasi militer yang di gagas Erdogan, peristiwa ini akan menjadi serangan balik dari pemerintah untuk melakukan bersih-bersih dari anasir di tubuh militer yang masih berpandangan “lama” dan mengancam agenda demokratisasi secara umum.

Di sisi lain trauma mendalam yang dialami masyarakat Turki atas praktik kudeta menjadi faktor penting terhadap gagalnya kudeta yang dilakukan oleh faksi militer. Sejarah kelam Turki diwarnai dengan kudeta berdarah yang sering terulang telah melahirkan kesadaran kolektif masyarakat Turki untuk mengakhiri praktik politik semacam ini. Kesadaran kolektif ini terus ditanamkan kedalam benak masyarakat sehingga gerakan perlawanan terhadap aksi kudeta menjadi sangat efektif, masyarakat Turki dengan suka rela turun ke jalan menentang tindakan kudeta yang dilakukan faksi militer. 

Kesadaran kolektif ini menjadi penting digaris bawahi mengingat masyarakat yang turun ke jalanan ini bukan hanya pendukung Erdogan semata, namun mereka berasal dari hampir sebagian besar masyarakat Turki dengan berbagai macam “bendera” bahkan dari kelompok oposisi di parlemen. Jika seandainya yang menentang kudeta hanya pendukung Erdogan dapat dipastikan sejarah kelam Mesir akan terulang di Turki.

Erdogan telah berhasil menjadikan gerakan anti kudeta ini menjadi ideologi baru Turki terutama dikalangan generasi muda dan menjadi faktor pemersatu di kalangan masyarakat di tengah ragam ideologi yang mungkin saja sangat berpotensi menimbulkan perselisihan dan perpecahan. Menjadikan kudeta sebagai musuh bersama membuat AKP bisa diterima dan mampu melakukan kolaborasi dengan berbagai kepentingan. Kolaborasi ini menjadi penting untuk memaksimalkan dukungan dan pengaruh politik di tengah agenda politik yang dicanangkan oleh AKP.

Pengalaman sebaliknya terjadi di Mesir dimana partai pendukung presiden terpilih FJP gagal melakukan kolaborasi dengan kekuatan politik di sekitarnya sehingga kelompok oposisi yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Mursi dan FJP menggalang dukungan dari berbagai kekuatan politik dan berhasil “menghasut” kelompok militer untuk melakukan kudeta. 

Kudeta ini berhasil dilakukan melalui pra-kondisi yang menempatkan Mursi dan partai pendukungnya menjadi “mayoritas terisolasi” berhadapan dengan gelombang protes dari “kolaborasi minoritas” yang menjadi legitimasi bagi militer untuk mengambil alih kekuasaan. Perlawanan terhadap kudeta militer menjadi tidak berarti disebabkan pembilahan sosial dan politik yang sangat tajam sehingga dominasi militer tidak bisa dipatahkan yang menyebabkan jatuhnya ribuan korban masyarakat sipil.

Faktor penting lainnya yang diabaikan oleh faksi militer dalam kudeta kali ini adalah capaian fenomenal pemerintahan Erdogan dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Turki memberikan pengaruh positif terhadap dukungan politik Erdogan dan partainya, AKP kembali memenangkan pemilihan umum bahkan berhasil memperoleh dukungan suara 51% di pemilu terakhir yang menjadikannya berhak membentuk pemerintahan tanpa koalisi. 

Capaian dalam bidang ekonomi berhasil menempatkan Turki menjadi negara yang berpengaruh dalam bidang ekonomi dan politik secara regional dan global. Pertumbuhan positif ekonomi Turki menjadikan masyarakat menentang keras kudeta militer karena akan mengganggu stabilitas politik dan ekonomi yang telah berhasil dicapai selama 13 tahun terakhir. Bahkan kelompok oposisi kehilangan ide untuk melawan AKP pada pemilu terakhir, mayoritas masyarakat Turki menginginkan adanya stabilitas ekonomi dan politik sehingga pilihan rasionalnya adalah mereka tetap memberi dukungan pada AKP. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun