Dalam tulisan ini saya sebagai anak manusia, berkebangsaan Indonesia, yang juga merupakan ciptaan tuhan. Ya, sama dengan kalian wahai para mangrove, mungkin kita hanya berbeda wujud saja. Kami, manusia, yang katanya beradab dan juga mahluk paling unggul diantara mahluk ciptaan tuhan lainnya. Terlahir dengan tugas menjaga segala apapun yang ada di dunia ini terutama isi negeri ini, termasuk melindungimu dan juga teman-temanmu wahai mangrove.
Aku sudah banyak mendengar tentangmu, keadaanmu yang sangat kritis dan semakin memprihatinkan. Â Kami mulai mengabaikan keadaanmu, seperti kehadiranmu di alam ini sama sekali tidak diinginkan, seakan engkau nampak seolah benalu, tak ada yang patut dibanggakan darimu serta hasilmu. Maafkan mereka, para kaum pemodal. Maafkan juga kami.
Manusia memerlukan tumbuhan, begitupun tumbuhan memerlukan ‘tangan manusia’ untuk campur tangan dengan ‘kasih sayang’ begitupun satwa. Kami yang salah, kami yang bodoh! Kami yang selalu merasa paling pintar, seakan mampu mengatasi semuanya. Kami para manusia hanya bisa berulah, membongkar tanpa bisa mengembalikan seperti sediakala, merusak. Hanya ‘melek’ pada keuntungan ekonomi semata tak lain kepentingan bisnis, kemudian melupakan akan kerugian yang dialami oleh alam. Kerugian yang kemudian diteruskan oleh manusia, dan juga lingkungan, serta menambah daftar panjang spesies hewan dan tumbuhan yang terancam punah.
Reklamasi, merupakan salah satu cara atau bentuk alih fungsi yang berimbas pada hutan mangrove. Reklamasi adalah proses membuat daratan baru pada suatu daerah perairan. Hancurnya ekosistem mangrove dan hilangnya biota laut merupakan dampak dari reklamasi. Sebijak apapun alasan agar dilakukannnya reklamasi untuk pemekaran kota atau pelebaran wilayah, guna menambah fasilitas untuk umum, dengan kontribusi mendatangkan keuntungan bagi sumber daya manusia. Mendirikan bangunan-bangunan yang kelak nantinya akan manciptakan lapangan pekerjaan. Tetap saja itu hanya akan mendatangkan keuntungan yang tidak sebanding sama sekali nilainya bila dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang yang dihasilkan dari lingkungan tanpa reklamasi.
Mari kita bicara keuntungan. Betapa parahnya keadaan perairan sungai kita. Pesisir pantai laut yang tercemar akibat logam berat, yang faktanya memang berasal dari aktifitas perusahaan itu sendiri. Pertambangan, industri, terus menerus meraup keuntungan, tidakkah kalian gelisah pada kesehatan lingkungan, yang jelas dampaknya akan mencelakakan kita semua. Hanya mampu menyumbang limbah saja. Pencemaran logam berat hanya akan merugikan ekosistem bawah laut.
Hutan mangrove dapat memberi keuntungan. Mangrove sebagai tumbuhan penyerap logam berat memiliki kemampuan alami untuk membersihkan lingkungan yang tercemar. Perairan tetap sehat begitupun ekosistem bawah laut. Tempat berpijah beragam biota laut, sehingga nelayan masih bisa mencari rezeki lewat ikan-ikan tangkapannya. Kayu dari tumbuhan mangrove bisa dijadikan sebagai kayu bakar, dan biji dari mangrove sendiri pun bisa dijadikan sebagai obat, dan  masih banyak lagi keuntungan atau manfaat dari hutan mangrove untuk secara ekologis dan ekonomis.
Oleh karenanya marilah kita bersama-sama menjaga dan terus melestarikan hutan mangrove, sebagaimana kontribusi yang juga kelak nantinya akan dituai oleh kita sendiri. Bekerja keraslah dengan gigih, melindungi serta melestarikan hutan mangrove guna sebagai warisan untuk anak dan cucu kita pada masa yang akan datang. Kami menolak keras, bentuk apapun itu segala alih fungsi yang pada akhirnya hanya akan membabat habis ekosistem hutan mangrove.
SALAM LINGKUNGAN!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H