Mohon tunggu...
Slamet Abdul Rosid
Slamet Abdul Rosid Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Mari berkarya, bermanfaat buat sesama

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perbankan dalam lingkaran Supply Chain Management (SCM)

2 Agustus 2016   13:05 Diperbarui: 2 Agustus 2016   13:22 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya mulai dari pengalaman saya dan beberapa fakta yang sempat saya catat dan temukan dalam proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia khususnya, tetapi mungkin bisa dileverage ke level regional maupun internasional.

Proses pengadaan barang dan jasa atau Supply chain management (SCM) di indonesia kalau saya perhatikan masih berlaku segmentasi kebijakan baik dari pemerintahan maupun sektor swasta bahkan bumn sekalipun, pengertian kebijakan disini, lebih mengarah kepada governance atau tata kelola dari masing-masing sektor. Saya melihat pertama dari sisi pemerintah, pemerintah melalui kepresidenan mengeluarkan kebijakan yang telah mengalami perubahan empat kali sejak 2010, Perpres Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Penjelasannya telah diundangkan pada Tanggal 16 Januari 2015. Kebijakan ini pun hanya menyentuh sektor pemerintahan. Kedua Di sektor swasta dan bumn lebih banyak lagi segmentasi kebijakannya, misalnya di sektor perminyakan ada sendiri kebijakannya yang digagas oleh SKK Migas, sektor pertambangan juga memiliki kebijakan tersendiri untuk proses pengadaan barang dan jasanya. Nah sejauh ini sektor swasta belum ada kebijakan secara menyeluruh mengenai proses pengadaan barang dan jasa yang memayunginya.

Berkaca dari kondisi diatas, saya melihat khususnya di sektor swasta tidak ada standar kebijakan yang bisa dijadikan acuan bersama dalam proses pengadaan barang dan jasa, sehingga masing-masing memiliki kepentingan tersendiri yang dibakukan dalam kebijakan pengadaan barang dan jasanya. Alhasil lahirlah kebijakan-kebijakan yang menurut kacamata saya hanya mementingkan pihak swasta itu sendiri atau bohir proses pengadaan barang dan jasa tersebut.

Ada banyak contoh yang bisa dijadikan fakta dan bahan diskusi sebenarnya, tetapi saya mau menyoroti mengenai penggunaan akun bank sebagai media pembayaran atau transaksi penyelesaian pekerjaan hasil proses pengadaan barang dan jasa yang telah dilakukan. Proses payment atas invoice saya anggap merupakan proses akhir dalam proses pengadaan barang dan jasa dan merupakan rantai akhir dari proses pengadaan barang dan jasa. Kita boleh berbeda persepsi dalam hal ini, silahkan di diskusikan bila perlu.

Saya pernah membaca suatu himbauan atau surat dari salah satu CFO perusahaan nasional yang ditujukan kepada seluruh mitra kerja atau vendor dari perusahaan nasional tersebut. Yang isinya adalah mewajibkan semua mitra kerja dan vendor perusahaan tersebut untuk membuka rekening bank tertentu untuk syarat mengajukan invoice atas penyelesain pekerjaan di perusahaan tersebut.

Dari beberapa diskusi dengan teman-teman di perusahaan konsultan ternama, salah seorang direkturnya membenarkan bahwa hampir semua proses pengadaan yang perusahaan itu ikuti selalu dan bahkan diharuskan membuka rekening bank tertentu yang sesuai dengan selera pemangku proses pengadaan barang dan jasa tersebut. Kondisi ini semakin rumit dengan gagalnya memenangkan tender atau proses pengadaan yang diikuti dan akun bank sudah dibuat menyebabkan perusahaan itu harus menanggung biaya yang tak terduga, mulai dari biaya awal pembukaan rekening dan biaya administrasi bulanan di bank tersebut. Saya membayangkan seandainya suatu perusahaan mengikuti semua aturan atau kebijakan yang mewajibkan semua vendor atau mitra kerja untuk memiliki akun bank yang di preferensikan oleh pemangku proses pengadaan barang dan jasa yang mitra kerja ikuti, akan berapa banyak akun yang harus dibuat dan dimenten oleh mitra kerja tersebut.

saya bukan menentang kebijakan pemerintah maupun swasta, tetapi mencoba melihat dari sisi mitra kerja atau vendor yang merupakan aset bagi perusahaan pemangku proses pengadaan barang dan jasa. Misalnya lebih fair lagi dengan membebaskan mitra kerja untuk memiliki akun bank tertentu yang sudah dimiliki oleh mitra kerja tersebut. Siapa regulator yang bisa membuat hal ini, apakah OJK, LKPP atau lembaga resmi lainnya yang bisa menyuarakan hal ini?

Semoga ada

salam
@slamet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun