Mohon tunggu...
Mulya Sarmono
Mulya Sarmono Mohon Tunggu... lainnya -

Peneliti ACC (Anti Corruption Committee) SULAWESI

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diary Kecil Anak Koruptor

8 Februari 2014   13:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:02 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash



Senin, 9 Desember 2013

9 Desember adalah tanggal yang selalu aku nantikan. 9 Desember adalah tanggal kelahiranku. Tanggal dimana aku dilahirkan didalam ambulans pas depan kampus kota Makassar. Ayahku sendiri yang menceritakan kejadian itu padaku. Kata ayah, saat itu para mahasiswa turun berdemo untuk memperingati hari anti korupsi sedunia.

Saya sendiri tidak tau apa itu demo, korupsi dan sebagainya. Kata ayahku, saat itu para mahasiswa turun ke jalan dan menutup seluruh jalan di Makassar, sehingga kendaraan lumpuh total.

Saat itu ibuku mau melahirkanku, ayah lansung panik, tanpa berfikir panjang ayah lansung membawa ibu ke Rumah Sakit swasta yang dekat dengan salah satu kampus swasta di Makassar.

Saat di jalan, para mahasiswa sedang berdemo. Para mahasiswa bentrok dengan polisi, ayah dan ibuku terjebak disana. Karena tidak ada jalan yang lain, ibukupun sudah tidak tahan lagi untuk tidak melahirkan, maka ibu terpaksa melahirkan di atas mobil dibantu oleh ayahku.

Pas tanggal 9 desember 1999 tepat hari anti korupsi sedunia, tepat pada saat mahasiswa berdemo untuk memperingatinya, saya lahir didunia, ditengah-tengah gemuruh mahasiswa bentrok dengan aparat kepolisian.

Sekarang, hari dimana kejadian itu kembali, para mahasiswa turun kejalan dan memacetkannya, hari dimana tanggal aku dilahirkan, yaitu tanggal Desember 2013.

Hadiah ulang tahun ayah ke aku begitu sederhana, dengan pesta yang seadanya. Hadiah ayah ke aku hanyalah buku harian. Dalam buku harian itu ayah menulis dengan kata-kata sederhana,

“menulislah nak, apapun yang anakku ingin tulis, karena hanya melalui tulisan maka kita dapat meninggalkan jejak sejarah”.

Sebenarnya ayah dan ibuku bisa membuatkan pesta yang besar untuk aku. Tapi seluruh uang ayahku digunakan untuk pencalonan legislative pada Pemilu 2014. Seluruh uang habis dipakai uang kampanye.aku sedikit kecewa dengan semua itu. Tapi apa boleh buat, aku harus menerima dengan keadaan, yang penting ayah bisa lolos menjadi Anggota Legislatif.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun