Mohon tunggu...
Sarmoko
Sarmoko Mohon Tunggu... -

Berbagi Ilmu Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Menemukan Value di Warung SS

21 November 2012   10:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:56 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Sebelum membaca artikel ini lebih lanjut, pertama yang ingin saya sampaikan, Saya bukan lah agen pemasaran Warung SS. Kedua, pada artikel ini tidak membahas bisnis Warung SS dan bagaimana sejarah, perkembangan, ada berapa cabang, dsb, silahkan saja kunjungi sendiri websitenya. Pada postingan ini akan lebih di bahas: Mengapa Warung SS selalu ramai di setiap cabangnya? Dan pembahasan-pembahasan berikut kemungkinan jawaban dari pertanyaan di atas. VALUE, sesuatu nilai yang hanya bisa didapat di Warung tsb, tidak di tempat lain. Apa sajakah itu?

Value pertama yang bisa ditemukan adalah “Sensasi Pedas”. Pedasnya ini adalah true pedas, swear deh pedasnya. Walaupun tidak semua sambal memiliki tingkat kepedasan yang sama. Sebagai contoh Sambel Bawang, atau Sambel Tempe, ini menurut saya adalah sambel terpedas di banding lidah mertua sekalipun (ha..ha..). Namun Anda jangan khawatir, beberapa sambal masih menwarkan tingkat toleransi kepedasan yang wajar, misal sambal kecap atau sambal jamur yang tidak terlalu pedas. Bagaimana kok bisa pedas? Kata teman yang jago Farmasi Bahan Alam, “Ini kayaknya pakai ekstrak cabe deh. Gak mungkin kalau pakai cabe biasa”. Ya terserahlah, rahasia dapur, yang penting di meja sensasi pedasnya kena sekali.

Apa hubungan pedas dengan “tingkata keramaian pengunjung”? Anda tahu, bahwa Warung SS ini pertama berdiri di Kota Yogyakarta. Nah, Anda juga pasti paham apa masakan khas Jogja? Ya, Gudeg.  Dan Anda tahu bagaimana dominasi rasa Gudeg atau lidah warga Jogja pada umumnya? Manis. “Berdasarkan hal itulah kami mencoba menawarkan sensasi rasa yang bertolak belakang dan Alhamdulillah bisa diterima masyarakat” demikian paparan si empunya warung. Pengalaman dulu waktu S1 pernah ikut Workshop kewirausahaan 5 tahunan silam dengan pembicara pemilik warung SS.

Lanjut ke value kedua, yaitu “bisa nambah nasi sepuasnya”. Cukup membayar 2500 rupiah, Anda bisa makan kenyang dan menambah nasi sesuka hati. Namun ini hanya berlaku di Yogyakarta, di kota lain belum berani kayaknya. Tapi dengan value ini, beberapa teman kost membuat pilihan ke warung SS jika kondisi laper banget, atau saat tidak sarapan dan makan siang, pelampiasannya di SS ketika makan malam.

Value ketiga, “Jumat Tutup”. Ini ciri khas dari warung ini, jadi ada hari liburnya. Karena tidak 7 hari kerja, jadi pengunjung selalu ramai, so terjadi akumulasi di hari-hari lain akibat Jumat libur. Mengapa hari Jumat? Saya juga kurang tahu alasannya, tapi sudah 3 kali pas ke sana hari Jumat, kok tutup? (Mungkin si empunya lulusan Gontor kali ya, hehe..becanda).

Value ke empat, simpel tapi mengena, apa itu? “Sedotan”. Ditengah isu maraknya warung yang me-reuse sedotan putih dari konsumen satu ke konsumen lain (bisa Anda cek dengan melihat bentuk sedotan yang sudah tidak lurus lagi), Warung SS pinter dan bisa menangkap peluang. Dia menggunakan sedotan yang dibungkus dengan kertas khusus (packing khusus) one by one. Ini untuk memberikah guarantee “Ini lho, sedotan saya baru”, kata SS songong. Ha..ha…

Value ke lima, “Es tehnya manis sekali dan pakai gula cair” kata teman kost. Saya menjawab “Mungkin rasa dibuat lebih manis degan tujuan mengimbangi rasa pedas sambal. Kalau gula cair, ya tampaknya benar. Karena dalam formula teh partikel gula tidak ditemukan se-granul pun”. Walau konsumen harus diganjar dengan harga Rp2000/ gelas es teh, no problem lah. Emang rasanya beda sih sama yang di angkringan.

Value ke lima, “Rasa di setiap outlet sama”. Ya benar, karena dapur nya satu yaitu di Pogung Kidul. Jadi kalau siang-siang lewat daerah Jl Kinanti, banyak mobil pick up antre di depan kantor SS, lengkap dengan keranjang nasi dan (mungkin perlangkapan sambal). Dan ketika nyoba di Purwokerto, rasanya juga gak jauh beda dengan yang di Jogja (sedikit beda di Purwokerto sambel jamurnya lebih dikit dan beda gopek). Kata teman saya yang bokapnya kerja di pabrik obat, “SS ini menerapkan Quality Control dan Quality Assurance sebelum di rilis ke konsumen”, halah…

Value ke enam, ini yang gak enak-enak sebenarnya. Antre, tempat duduk penuh, pesanan lama datang, ada tukang parkirnya, musholanya kecil, dsb. Tapi ya sudah, semoga ada continues improvement seiring berjalannya waktu. Sekali lagi saya bilang, ini bukan promosi: Warung SS bisa menjadi pilihan jika Anda ingin mencoba masakan yang pedas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun