Mohon tunggu...
sarmila haerani
sarmila haerani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya Sarmila Haerani Siregar sedikit memiliki hobi menulis opini, merupakan mahasiswa dari Universitas islam Negeri Sumatera Utara(UINSU)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Toleransi dalam sejarah dakwah islam

21 Desember 2024   07:49 Diperbarui: 21 Desember 2024   07:49 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Toleransi, meskipun sering kita dengar, namun sering kali dipahami dengan cara yang keliru. Lebih dari sekedar sikap menerima perbedaan, toleransi adalah pilar penting bagi terciptanya kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Sejarah telah membuktikan betapa pentingnya nilai toleransi dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di antara berbagai kelompok masyarakat.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi toleransi adalah berbagai pandangan negatif yang sering kali mengaitkannya dengan Islam. Namun, jika kita menelusuri sejarah, kita akan menemukan bahwa Islam sebenarnya memiliki warisan yang kuat dalam mempromosikan nilai-nilai toleransi. Contohnya, pada masa Rasulullah SAW, Perjanjian Hudaibiyah menjadi salah satu momen penting yang menunjukkan komitmen Islam terhadap perdamaian dan kompromi. Di Madinah, komunitas yang plural di mana Muslim, Yahudi, dan Nasrani hidup berdampingan dengan damai, menjadi bukti nyata dari semangat toleransi yang diajarkan.

Setelah wafatnya Rasulullah, semangat toleransi terus berlanjut, terutama pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, di mana ilmu pengetahuan berkembang pesat. Banyak ilmuwan dari berbagai latar belakang, termasuk non-Muslim, diberi kesempatan untuk berkontribusi dan mengeksplorasi pengetahuan mereka. Begitu juga dengan Andalusia, di mana Muslim, Yahudi, dan Nasrani menciptakan peradaban yang luar biasa dalam suasana yang harmonis.

Di Indonesia, sejarah dakwah Islam juga mencatat jejak-jejak toleransi dalam peradaban kita. Kerajaan Majapahit salah satu Kerajaan mayoritas Hindu-Buddha namun baik dalam menerima Islam Dimana Islam disitu baru mulai berkembang, dia juga mampu mengintegrasikan berbagai budaya dan agama dalam satu kesatuan negara. Ini menunjukkan bahwa toleransi bukan hanya sekedar konsep, melainkan telah menjadi realitas yang pernah ada. Sebagai contoh, proses akulturasi budaya antara Islam dan tradisi lokal yang telah melahirkan berbagai bentuk kesenian, seperti wayang kulit dan gamelan, yang menunjukkan keragaman namun tetap bersatu dalam satu kesatuan.

Namun, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa intoleransi sering kali membawa pada konflik dan perpecahan. Sejarah mencatat banyak perang agama yang menjadi contoh betapa fatalnya akibat dari ketidakmampuan untuk saling menghargai perbedaan. Intoleransi tidak hanya merusak hubungan antarindividu, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial yang telah dibangun dengan susah payah. Selain itu, faktor politik juga sering kali memperburuk situasi, di mana kekuasaan digunakan untuk memecah belah masyarakat dan mengaburkan nilai-nilai toleransi yang seharusnya dipegang teguh.

Di era globalisasi saat ini, di mana perbedaan budaya, agama, dan pandangan politik semakin mencolok, nilai toleransi menjadi semakin relevan. Untuk hidup berdampingan secara damai, kita perlu belajar untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan. Toleransi bukanlah sekadar pilihan, tetapi sebuah keharusan. Sejarah mengajarkan kita bahwa toleransi adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian dan keharmonisan.

Menerapkan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari adalah tanggung jawab kita semua. Mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, hingga komunitas, setiap individu dapat berkontribusi untuk menciptakan suasana yang saling menghargai. Pendidikan tentang toleransi juga perlu dimasukkan ke dalam kurikulum, sehingga generasi muda dapat memahami dan menerapakan nilai-nilai ini sejak dini.

Mari kita jadikan nilai toleransi sebagai pedoman hidup, agar generasi mendatang dapat mewarisi dunia yang lebih baik. Dengan mengingat kembali warisan toleransi dalam sejarah dakwah Islam, kita dapat meneguhkan komitmen kita untuk membangun masa depan yang lebih harmonis, di mana perbedaan bukanlah penghalang, tetapi justru menjadi sumber kekuatan. Toleransi adalah jembatan yang menghubungkan hati dan pikiran kita, menjadikan kita lebih manusiawi dan saling menghargai.

Sekarang juga penting bagi kita untuk menyebarluaskan pesan-pesan toleransi di dunia maya. Di era digital ini, media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk mempromosikan dialog antarbudaya dan antaragama. Mari kita gunakan platform tersebut untuk menyuarakan pentingnya toleransi, agar pesan ini dapat menjangkau lebih banyak orang dan menginspirasi tindakan positif. Dengan demikian, kita dapat berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih baik, lebih aman, dan lebih damai untuk semua.

Dalam artikel opini ini juga dapat ditarik beberapa Kesimpulan yaitu yang Pertama, toleransi bukanlah hal baru; ia adalah nilai universal yang telah ada sepanjang sejarah. Kedua, toleransi adalah kunci untuk membangun masyarakat yang damai dan sejahtera. Ketiga, intoleransi selalu membawa dampak negatif bagi kehidupan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun