Dalam hal ini, adanya sikap keras kepala mengemuka karena seseorang yang susah untuk mengucapkan kata maaf itu, tidak ingin menyangkal tindakan atau perkataan yang telah dilakukan atau yang telah diucapkannya, karena ia merasa telah melakukan sesuatu yang benar atau sesuatu yang dapat dibenarkan.
Jadi, kata maaf itu tidak terucapkan karena seseorang itu merasa tidak melakukan atau mengucapkan sesuatu hal yang salah (sebagai contoh : pernyataan yang bernada "agak kasar" saat menasehati, akhirnya mengucapkan kata yang "agak kasar" karena seseorang yang diajak berdiskusi tetap saja mempertahankan argumentasi yang kita anggap gak benar).
Pada sisi yang lain, kata maaf juga susah diucapkan oleh pribadi manusia yang cuek atau acuh tak acuh dengan kondisi atau keadaan disekitarnya.
Bagi seseorang yang memiliki kepribadian cuek, segala sesuatunya dilakukan dinyatakan berdasarkan anggapan atau penilaian dirinya semata.
Apabila dirasakannya mengucapkan kata maaf dianggap sebagai sebuah pernyataan yang tidak perlu untuk diucapkan, maka seseorang yang memiliki kepribadian cuek, tidak akan bersedia untuk melakukannya (bahkan untuk memikirkan agar mau melakukannya pun, besar kemungkinan pula, mereka tidak mau).
3. Malu karena merasa punya salah
Bagi sejumlah orang, perbuatan salah atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani adalah aib. Sedangkan bagi sejumlah orang lainnya, meminta maaf karena merasa memiliki kesalahan tak dapat diekspresikan karena dirinya cemas kalau dirinya minta maaf, ia justru akan dipermalukan oleh orang yang didatangi untuk dimintakan ketulusannya agar mau memaafkan.
Tidak semua orang siap dalam posisi dapat mengucapkan dengan lancar kata maaf. Selain takut dipermalukan, permintaan maaf dapat tak terucap dari mulut seseorang, karena adanya perasaan rendah diri dalam diri seseorang tersebut.
Dalam hal ini, perasaan takut ditolak permintaan maafnya lebih mengemuka dibandingkan keinginan kuat untuk tetap menyatakan permohonan maaf, karena seseorang itu merasa, status, derajat, atau pangkat dirinya lebih rendah dari orang yang akan ditemuinya untuk dimintakan ketulusannya agar mau menerima maaf yang dinyatakannya.
Pada dasarnya, berani mengakui kesalahan dengan mengucapkan kata maaf, merupakan sebuah kegiatan rekonsiliasi untuk maksud mendamaikan suasana. Pola pemahaman yang sama juga berlaku untuk setiap situasi dimana seseorang merasa tidak melakukan kesalahan, namun suasana atau keadaan yang dihadapinya kemudian, berubah atau tidak lagi sama dengan keadaan pada saat ada suatu pemikiran kalau ada sesuatu yang kesalahan.
Bagi sejumlah orang, mengucapkan kata maaf, mungkin adalah sebuah beban. Akan tetapi apabila mereka mencoba menelaah lebih mendalam lagi hakekat dan kebaikkan yang akan didapatkan saat mereka tidak berkeras diri untuk tidak mengucapkan kata maaf, maka mereka akan tahu, bahwa sebuah kata maaf akan memberikan kelegaan atau pembebasan diri dari adanya perasaan bersalah maupun kondisi yang tidak nyaman ketika sebuah kesalahan terjadi.