Apalagi ditengah kesulitan hidup yang semakin bertambah, muncul komentar para elite yang tidak menunjukka sikap empati dan terdengar konyol. Seperti himbauan agar mengganti satu porsi nasi dengan dua butir pisang. Ditambah dengan hal-hal lain seperti kebijakan pemerintah yang dianggap tidak konsisten, pilih-pilih, atau pertentangan-pertentangan yang berkesan tidak diurus dan tidak diselesaikan. Semuanya bisa menambah dan berakumulasi menjadi sikap dan perilaku masa bodoh.Â
Masyarakat itu motor sejati yang menggerakkan roda pembangunan negeri ini. Kalau di tengah masarakat sudah mulai muncul benih masa bodoh dan tidak peduli dengan sekelilingnya, itu berbahaya. Â Sikap seperti itu bisa berujung pada perilaku kurang greget, tidak bersemangat dan "nglokro" yang tidak sejalan dengan kemauan pemerintah untuk kerja-kerja dan kerja.Â
Jangan anggap remeh sikap masa bodoh.  Masa bodoh pun bisa diidap oleh semua umur. Bahkan dalam bahasa gaul banyak kosa kata yang menggambarkan sikap tersebut seperti: au ah elap. sebodo amat, emang gue pikiran, woles  dan lainnya. Seorang tokoh kulit hitam Amerika Serikat, Martin Luther King, tahun 1963 mengatakan: "Tidak ada yang lebih berbahaya dibandingkan ketidakpedulian".Â
Masuk akal sekali kalau sikap masa bodoh itu tidak boleh dianggap remeh. Masa bodoh terhadap sampah, bisa mengotori pemandangan, menyumbat saluran air, mendatangkan penyakit, Â menyebabkan banjir dan bau tidak enak. Tidak peduli terhadap hutan gundul berpotensi mendatangkn banjir dan tanah longsor.Â
Tidak ambil pusing terhadap penjarahan, perambahan dan pencurian hutan berpotensi merusak hidroorologis, iklim mikro dan ekosistem. Tidak peduli terhadap kebodohan, kemiskinan dan merebaknya penyakit masyarakat bisa bom waktu yang bisa merusak tatanan sosial dan budaya bangsa.Â
Sikap masa bodoh dan tidak peduli berpotensi melemahkan kontrol sosial dan berakibat pada pemerintahan yang otoritarian, berjalan semaunya sendiri atau otoriter. Maka, ada baiknya pelihara terus syaraf kejut tetap positif agar tetap sensitif, lebih peduli dengan tetangga, lingkungan, bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H