Pemilu tahun 2024 masih jauh, tetapi kehangatannya sudah mulai terasa. Dan, meskipun sudah diselenggarakan beberapa kali, tetapi masih ada yang memandang pesta rakyat lima tahunan sebagai tidak lebih "hanya" sekedar memegang paku dan mencoblos kartu suara. Tidak lebih dari itu. Jadi, kenapa harus pusing?Â
Di dunia ini memang banyak peristiwa besar dan penting yang beritanya didahului dengan kata: "hanya". Misalnya, "hanya" dengan memencet tombol, maka jatuhlah bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Bom atom yang kemudian mengakhiri Perang Dunia II. Bagi kita ini lebih fenomenal: Bung Karno "hanya" dengan membaca teks proklamasi berisi 38 kata, merdekalah Republik Indonesia dari penjajahan asing selama ratusan tahun.Â
Tentu saja "hanya" dalam hal ini bukanlah kata kunci yang membuat sesuatu yang terjadi harus terjadi. "Hanya" di sini adalah aksi dari sebuah keputusan. Aksi berupa memencet tombol bom atom, aksi mengucapkan proklamasi 38 kata. Disebut "hanya" karena aksi tersebut sangat kecil dibandingkan efek yang ditimbulkan setelahnya.Â
Bandingkan aksi memencet tombol bom atom dengan kerusakan yang ditimbulkannya atau kedamaian setelah perang berhenti. Juga bandingkan pengucapan proklamasi dengan akibat yang ditimbulkannya berupa lahirnya sebuah Negara besar bernama Republik Indonesia.Â
Sebelum muncul kata "hanya" tentu telah didahului dengan sederetan panjang dan melelahkan mulai dari mimpi, pemikiran, rencana, penelitian, pengembangan, pertimbangan, perdebatan dan perjuangan tiada henti. Rangkaian itu diakhiri dengan sebuah keputusan matang yang kemudian menjadi catatan sejarah penting dalam kehidupan.Â
Dalam cerita lain, seorang laki-laki muslim, setelah syarat rukun lainnya terpenuhi, "hanya" dengan mengucapkan ijab qobul yang memakan waktu tidak lebih dari dua menit "mengakibatkan" wanita pilihannya seketika sah dan resmi menjadi istrinya. Atau sebaliknya si wanita dengan ijab qobul, sah dan resmi menjadi istri seorang lelaki.Â
Meskipun terlihat mudah, ringkas dan cepat, tetapi lihatlah di belakang ucapan itu. Di belakang itu terlibat banyak orang yang ikut berpikir, meneliti, mengobservasi, melakukan survey, memberi masukan, pertimbangan lalu mendanai untuk sampai pada kata akhir: "hanya" dua menit mengucapkan ijab qobul.Â
Dan, walaupun hanya dua menit, si suami seketika berubah status menjadi nakhoda sebuah bahtera keluarga dengan tanggangjawab besar terhadap kehidupan barunya sekarang dan di masa depan. Urusan nafkah, rumah, pendidikan dan masa depan anak-anaknya dan keturunannya langsung hadir di depan mata.Â
Tentu saja tidak semua analisa dan perhitungan yang panjang dari sebuah mimpi dan rencana selalu berakhir dengan keputusan yang manis dan dicatat sejarah dengan tinta emas. Banyak yang berakhir dengan kegagalan dan menjadi bahan cemoohan.Â
Tidak sedikit kisah pilu tentang sepasang manusia yang berniat membangun bahtera rumah tangga tetapi hancur di tengah jalan. Padahal persiapan matang, biaya besar dan pelaksanaannya yang meriah sudah kadung viral.Â
Bagi sebagaian orang, kata "hanya" ternyata juga sebuah kata yang ampuh untuk merayu. Satu kata ini memiliki daya sugesti kuat untuk mengubah sesuatu yang berat menjadi terasa ringan. Begitu ampuhnya hingga ada yang memanfaatkannya untuk merayu orang melakukan transaksi bisnis.Â