Akhirnya vaksinasi covid-19 di Indonesia dimulai. Presiden telah mengawalinya, beberapa tokoh masyarakat juga mengawali menjadi orang-orang "pertama" yang menerima vaksinasi. Harapannya, tentu, ditengah adanya penolakan dari beberpa pihak, vaksinas para tokoh akan segera diikuti oleh seluruh warga bangsa.
Lepas dari kontroversi yang berseliweran, faktanya wabah covid-19 ini nyata ada dan sudah banyak jatuh korban. Vaksin menjadi harapan terbesar yang ditunggu-tunggu saat ini untuk menghentikan laju perkembangan covid-19.
Pandemi yang telah berjalan sekian waktu ini dari awalnya telah memaksa orang untuk terus "bergaul" akrab dan belajar banyak hal tentang Covid 19. Dari mengenal istilah-istilah yang sebelumnya tidak pernah terdengar dan sekarang menjadi pengetahuan umum, hingga rapid test, SWAB, dan detil penanganan penderitanya. Telinga kita pun akrab dengan istilah Physical Distancing, Social Distancing, Lockdown, Sanitizer, PSBB, PPKM lalu sekarang, vaksinasi dan efikasi.
Vaksin secara umum didefiniskan sebagai bahan antigenik yang digunakan untuk menumbuhkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Masyarakat sudah lama mengenal dan bahkan menerima vaksinasi, mulai dari polio, diphteri, cacar, meningitis, influensa, dan lai-lain. Jadi, vaksinasi bukanlah hal baru.
Lalu apa yang baru? Yang baru adalah, vaksin covid-19, apapun "merk"-nya, jumlahnya masih sangat terbatas. Begitu banyaknya manusia yang harus divaksin, tetapi begitu terbatasnya jumlah vaksin yang tersedia. Untuk Indonesia saja, dengan penduduk sekitar 270 juta, bila semua divaksinasi akan memerlukan waktu berbulan-bulan, antree.
Saat ini baru beberapa negara yang mampu memproduksi vaksin covid-19, sedangkan negara yang membutuhkan jauh lebih banyak. Ketergantungan pada negara-negara produsen vaksin ini menjadi sangat tinggi. Tapi jangan tergesa-gesa menghitung berapa keuntungan yang diambil oleh negara produsen vaksin covid-19. Jumlahnya mungkin sangat besar. Bahkan bukan hanya keuntungan finansial saja yang besar. Itu bagian dari konsekwensi dalam hubungan antar bangsa di dunia.
Dalam pergaulan internasional, negara yang sudah mampu memproduksi dan menual vaksin covid-19 bukan hanya keuntungan finansial yang diperoleh. Banyak keuntungan immaterial yang justru tidak ternilai harganya. Sebut saja kehormatan, nama besar, pengakuan atas keunggulan SDM dan teknologi negara tersebut dan tidak kalah penting, gengsi bangsa.
Sebaliknya, bagi negara-negara yang belum mampu mecukupi sendiri kebutuhan vaksinnya, datang beban tambahan, yaitu harus mengeluarkan kocek untuk membeli vaksin. Suka tidak suka harus dilakukan demi memutus rantai perkembangan wabah. Sementara penanganan wabah selama ini sudah pasti memakan anggaran yang sangat besar dan bisa menguras devisa negara.
Tekanan berat ini, dari sisi lain bisa dilihat juga sebagai peluang. Karena sepanjang penyakit ini masih ada, maka kebutuhan vaksin juga akan terus ada. Muncul tantangan untuk mampu memproduksi vaksin sendiri, setidaknya mampu memproduksi untuk keperluan domestik. Apalagi bila mampu membuat vaksin yang jauh lebih mujarab, vaksin dengan tingkat efikasi yang lebih tinggi dibanding produk negara lain. Tentu akan diburu oleh negara lain. Ada peluang memperoleh tambahan devisa tinggi disini.
Sayangnya, sejauh ini, seringkali kita seperti sudah sangat sibuk memikirkan dan ramai berbeda pendapat atas wabah ini. Baru kemudian dibuat terkagum-kagum menyaksikan bagaimana negara-negara lain begitu sigapnya menangani wabah dan termasuk membuat vaksinnya.
Maka menjadi tantangan berikutnya, bagaimana bangsa ini bisa memiliki SDM dan menguasai teknologi dalam menangani wabah dan antisipas hal-hal yang muncul secara tak terduga seperti terjadinya epidemi covid-19 sekitar setahun yang lalu.
Ini juga tantangan menggiurkan bagi orang yang jeli melihat peluang "bisnis" pendidikan dengan membuat kurikulum untuk menghasilkan SDM unggul dan sigap menghadapi bencana seperti sekarang ini.
Tantangan untuk suatu hari nanti bangsa ini bisa menepuk dada dengan bangga karena kemampuan SDM dan teknologinya dalam menangani sendiri segala masalah seperti wabah covid 19. Sama bangganya ketika Indonesia mampu meraih medali emas olimpiade. Jangan berlama-lama hanya menonton dan mengagumi orang, tetapi segera menjadi tontonan yang membanggakan.
Ada gengsi di sana. Gengsi yang dalam Bahasa Indonesia bersinonim dengan kata-kata: harga diri, martabat, pamor, prestise, status. Sebuah tantangan yang tidak ringan di tengah-tengah banyak keterbatasan akibat tekanan wabah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H