Yogyakarta, "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) curhat tentang gaji yang diterimanya. Dia mengaku, selama tujuh tahun menjabat orang nomor satu di Indonesia, belum pernah mengalami kenaikan gaji (http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=82620). Banyak tafsir yang muncul dari apa yang dicurhatkan SBY ke ruang public, bisa saja SBY bermaksud memberi motivasi kepada anggota TNI agar bekerja sepenuhnya untuk bangsa ini tanpa melihat gaji yang diterima. Dan mungkin juga ada tafsir lain bahwa SBY sengaja curhat di depan publik agar di naikkan gajinya. Terlepas dari tafsir itu semua tulisan sederhana ini mencoba untuk melihat curhat SBY dari kacamata yang berbeda.
Kurang lebih 60 juta sekian gaji SBY setiap bulan di tambah dengan dana Taktis dan dana lainnya, dalam kacamata Teologi wakaf, infaq dan sadaqah akan mencoba menganalisis pada sisi yang berbeda. Manusia yang sudah merasa berkecukupan maka sudahlah semestinya memberikan sebagian hartanya kepada yang berhak untuk menerimanya, sederhananya kalau SBY gajinya berkecukupan maka tidak ada orang miskin di depan istana yang tidur di dalam gerobak . mungkin saja SBY masih kurang gajinya alias belum cukup sehingga SBY tak ada sisa untuk memberikan wakaf, infaq dan sadaqah kepada orang-orang miskin dan marginal.
Teologi wakaf, infaq dan sadaqah VS kenaikan gaji SBY, mungkin saja curhatnya SBY agar gajinya naik sehingga bisa memberi infaq, wakaf dan sadaqah dan itu semua dalam rangka membantu orang-orang miskin dan marginal di negeri ini. Haruslah berbaik sangka terhadap SBY, kenaikan gaji SBY kemungkinan semata-mata untuk beribadah dengan hitungan tiket ke surganya Tuhan. Terlepas dari surga atau neraka namun yang lebih penting adalah SBY mesti melihat beberapa umat yang tidur di kolong jembatan, di dalam gerbong kereta api bahkan rakyat ini sudah makan nasi aki serta tidak makan sampai tiga hari. Mungkin uangnya SBY satu bulannya kurang lebih 60 Juta di tambah dengan dana taktis dan lainnya bisa dibagikan sedikit untuk ummat negeri ini yang menderita tak berujung dan tak berkehabisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H