Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang saat ini kita kenal sesungguhnya berawal di Aceh. Aceh menjadi daerah pertama yang memberi kesempatan bagi calon perorangan untuk bertarung dalam panggung Pilkada melawan calon-calon yang diusung partai politik (parpol). Di wilayah Aceh pula pertama kalinya ada partai lokal. Singkatnya, Aceh telah menginspirasi bagian Indonesai lainnya dalam hal pembaharuan sistem demokrasi, khususnya terkait regulasi pemilihan pemimpin politik di daerah.Â
Regulasi tentang Pilkada serentak baru terbit tahun 2014 yaitu UU Nomor 1Tahun 2014, lalu diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2015. Pilkada serentak secaranasional dilakukan secara bertahap. Tahap pertama telah dilaksanakan pada 9Desember 2015 di sejumlah provinsi. Dan Tahap kedua akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017. Sementara di wilayah 'Serambi Mekkah' ini Pilkada serentak telah dimulai pada 2006. Waktu itu Irwandi Yusuf menjadi gubernur pertama diIndonesia yang maju dari jalur independen (perorangan). Ia menang telak darilawan-lawannya yang diusung parpol.
Sejarah pembaharuan demokrasi ini kembali diingatkan kepada publik oleh ketua KPU Daerah Aceh (Komisi Independen Pemilihan /KIP) Aceh, Ridwan Hadi dalam acara Pilkada Aceh 2017, di Gedung AAC Dayan Dawood, Unsyiah, Banda Aceh, Selasa (2/8/2016).Â
"Saat itu pemerintah pusat belum punya regulasi apapun bagi calon independen maju sebagai kandidat," ujar Ridwan.
Selain itu, riwayat perdamaian di Aceh juga telah membuka mata dunia, karena dirancang dengan format demokrasi, yaitu 'from bullet to ballot', dari peluru menjadi kotak suara.
Dengan riwayat seperti itu, barangkali tidak berlebihan kalau Aceh diberi predikat lain. Aceh telah mendapatkan julukan sebagai Serambi Mekkah karenakekhususan wilayah ini menerapkan Syariat Islam. Karena jasanya di bidangpengembangan demokrasi, Aceh pantas pula menjadi  "Serambi DemokrasiIndonesia". Ia ia telah menginsparasi lahirnya political will untuk membenahi persoalan demokrasi di Indonesia.
Dengan predikat seperti ini, tentu akan menjadi keprihatinan bersama jikapada Pilkada serentak kali ini, di wilayah Aceh terjadi intimidasi bahkan teror terhadap para calon pemilih sebagaimana diprediksi banyak pengamat politiklokal Aceh selama ini. Kita tentu akan menyayangkan kalau terjadi salah urus terhadap Pilkada Aceh, bukan tidak mungkin 'from ballot to bullet' bisa saja terjadi.
Untuk itu, kepada tim-tim pemenangan maupun para kandidat kepala daerah di Aceh (para calon gubernur, bupati danwali kota) yang hari ini mulai menyerahkan persyaratan dukungan kepada penyelenggara Pilkada (KIP) dihimbau untuk menghindari cara-cara kekerasan atau pemaksaan kehendak dalam bentuk teror dan intimidasi terhadap massa pemilih. Â Karena, kedewasaan politik yang kita idamkan bersama adalah politik yang dilandasi cara-cara demokratis. Sementara terror dan intimidasi tidak hanya bermakna tidak demokratis, tetapi bahkan tidak bermartabat. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H