Masih dalam suasana lebaran, ada salah satu hal yang tak boleh terlewatkan. Nyekar, merupakan kegiatan yang selalu dilaksanakan ketika menjelang bulan Ramadhan atau ketika hari Raya Idhul Fitri. Selain mendoakan sanak saudara yang sudah tiada, biasanya di makam kita juga menabur dan menyiram air bunga.
Dikutip dari "Memaknai Tradisi Nyekar (Admin Unisnu, 2014) tradisi ini bermula dari akibat akulturasi budaya Jawa-Islam-Hindu. Dalam kepercayaan Jawa, roh adalah abadi dan selalu pulang menemui keluarga pada setiap bulan Ruwah, Ruwah berasal dari kata Arwah bentuk plural dari Ruh yang berarti roh. Hindu juga memiliki sapaan khas dengan roh nenek moyang dengan beragam sesaji, salah satunya adalah bunga. Sehingga, dari sisi ritual, tradisi nyekar ini merupakan hal yang sangat positif, di samping sebagai wahana memperkuat tali silaturrahmi lintas-alam juga menjadi sarana mempertebal keimanan akan kehidupan setelah dunia.
Namun kegiatan ini tidak hanya bisa dimaknai dalam hal spiritual saja, namun sebagai pembelajaran historis tentang kebaikan-kebaikan almarhum semasa hidup serta menjadi pengingat kepada kita bahwa suatu saat kita juga akan pulang seperti mereka yang sudah mendahului. Untuk mencapai ujung hidup yang indah harus pula memiliki upaya yang maksimal. Karena dalam bahasa agama, hanya yang kita perbuatlah yang nanti kita bawa sebagai bekal menghadap-Nya, berupa amal yang tiada putus pahalanya (amal jariyah), ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang senantiasa mendoakan.
Terkait perdebatan halal dan haram cukup percayai kepercayaan masing-masing saja, yang jelas kita maknai hal ini menjadi ajang mengingat Tuhan dan kehidupan setelah kematian serta sarana untuk menjalin silaturahmi dengan keluarga. Dan hal ini menjadi bukti rasa kepedulian keluarga yang ditinggalkan terhadap sanak saudara yang sudah terlebih dahulu meninggalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H