Mohon tunggu...
Sari Sekar Tanjung
Sari Sekar Tanjung Mohon Tunggu... -

Ditunggu kritik, saran, dan masukan konstruktifnya di kolom komentar. Hatur Nuhun www.kaskus.co.id/profile/viewallthreads/9243788 sstandjung.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Percakapan Tengah Malam - Prolog

23 Oktober 2016   16:37 Diperbarui: 25 Oktober 2016   11:07 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PROLOG

Diujung kegelisahannya, Marini berusaha menenangkan gejolak yang terus berkecamuk akibat peristiwa sore itu. Pada waktu itu ia hampir saja kehilangan dompetnya, untung ada seseorang tak dikenal yang menyelamatkannya. Ia melihat seseorang itu bagai Robin Hood, ia tak tahu namanya apalagi alamatnya. Karena, ketika ia akan memberikan uang untuk orang yang baru dikenalnya itu, Sang Robin Hood mendadak pergi. Lenyap bersama hilangnya cahya mentari.

Selang beberapa jam kemudian sampailah Marini ke kosannya, ia masih trauma akan peristiwa itu. Untung saja ada yang menolong. Kalau tidak, jangan-jangan ia tak bisa pulang. Tak mungkin seorang wanita jalan kaki sendirian. Kalau Orang Jawa bilangnya pamali, nggak boleh ditiru, ora ilok. Diletakkanlah tas yang membebani punggungnya itu, iapun menengok ke luar. Apakah kamar mandi sebelah sedang dipakai? Batinnya saat itu. Ternyata, tak ada satupun kamar mandi yang kosong, terpaksalah ia menunggu sembari menghilangkan trauma yang menderanya.

Ia menangis batin, seandainya tak ada pemuda itu pastilah tak selamat. Bahkan nyawanya hampir saja terenggut. Maklum, pencuri itu membawa sebilah pisau tajam. Dengan sekali tebas, hidupnya pun berakhir. Sebagai Mahasiswi Baru, tentunya hal itu begitu traumatik. Ia tak menginginkan kejadian serupa terulang besuk, lusa, atau seterusnya. Dalam renungannya iapun kepikiran dengan pemuda tampan tadi, kok mau-maunya ya menolong. Padahal ia hampir saja terlindas ban mobil gegara menyelamatkan Marini. Tapi lupakan sajalah, begitu pikirnya.Toh hidup seseorang sudah diskenariokan. Manusia tak berhak protes, apalagi menggugat, lebih-lebih mengutuk. Bersyukurlah karena ia tak mati, tak mengakhiri impiannya untuk menjadi sarjana. Sarjana untuk menyelamatkan keterbelakangan di kampungnya.

Sekian dulu ya mas/mbak.
Pusing ngelanjutin ceritanya.

Alumnus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.
Sedang belajar menulis. Ditunggu kritik dan sarannya
Terimakasih sebelumnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun