Mohon tunggu...
Sari Oktafiana
Sari Oktafiana Mohon Tunggu... Guru - A mother of five kids who loves learning

Living in the earth with reason, vision, and missions...but I can't make everybody happy.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Sang Penari," the Tragic Love Story

16 Oktober 2011   11:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:53 2177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_141949" align="alignnone" width="640" caption="Buku "][/caption] Sang Penari sebuah film dengan genre drama, yang merupakan adaptasi trilogi novel Ronggeng dukuh paruk karya Ahmad Tohari. Film yang akan diputar serentak di bioskop jaringan XXI mulai 10 November 2011. [caption id="attachment_141926" align="aligncenter" width="300" caption="Diskusi film Sang penari. Foto Doc. Pribadi"][/caption] Hari ini saya menonton premiere film tersebut di bioskop XXI Yogyakarta. Setelah melihat premiere filmnya sekaligus mengikuti diskusi mengenai film tersebut yang dihadiri oleh Ahmad Tohari, Nyoman Oka Antara selaku aktor sebagai rasus, Salman aristo sebagai salah satu penulis skenario dan Landung Simatupang sebagai aktor dalam film tersebut. [caption id="attachment_141927" align="aligncenter" width="300" caption="Penulis dan Ahmad Tohari. Foto Doc. Pribadi"][/caption] Saya pribadi tertarik untuk melihat film tersebut karena memang mengagumi dan telah membaca trilogi novel ronggeng dukuh paruk; Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala. Bagi saya novel ini luar biasa dan layak untuk direkomendasikan dibaca oleh banyak orang yang hobi membaca. Novel ini kental dengan nuansa antropologi dan sosiologi dengan setting kekacauan politik Indonesia khususnya daerah pedesaan pada tahun 1965. Mengupas kemiskinan, rendahnya literasi sehingga eksploitasi manusia dan tragedi kemanusiaan terjadi. Satu kekhasan dari semua karya Ahmad Tohari adalah feature yang bertutur dengan sangat natural. Kental dengan nuansa desa dan budaya. Sehingga setiap kali menatap hamparan sawah, hutan desa yang kering, rumah berdinding bambu, mendengarkan gesekan dedaunan karena angin, daun-daun kering yang berjatuhan..selalu mengingatkan akan novel Ahmad Tohari khususnya ronggeng dukuh paruk. Ketika menulis email registrasi untuk menonton premiere film Sang penari, saya memiliki ekspetasi dalam imajinasi saya, seperti apakah film itu nanti mevisualisasikan teks dan konteks dalam novel ronggeng dukuh paruk? Bagaimana sosok srinthil, perempuan cantik khas jawa yang tentunya tidak berhidung mancung, berkulit sawo matang, dan kenes-nya sebagai penari ronggeng yang harus kalah oleh dentuman materi daripada mengikuti suara cinta dan keinginan untuk menjadi perempuan somah. Bagaimanakah gagahnya  sosok rasus, laki-laki dengan karakter kebimbangan yang telah mengambil hati berikut cinta srinthil...untuk memperjuangkan srinthil bebas dari pilihan menjadi ronggeng. Serta karakter rasus sebagai laki-laki yang berupaya memperbaiki status sosialnya. So far, bagi saya sosok srinthil diperankan dengan amat baik oleh prisia nasution..walaupun untuk ukuran perempuan jawa mungkin kulitnya kurang sawo matang. Sosok rasus yang diperankan oleh Nyoman Oka sudah cukup terwakili. Serta peran-peran aktor yang lain yang menurut saya sudah bagus castingnya, feel-nya dapat! Menvisualisasikan teks dan konteks sebuah novel menjadi film memang bukan hal gampang. Dunia teks memiliki ruang kontemplatif dan dunia film lebih memiliki ruang rekreatif. Dalam hal ini yang saya merasakan kekurangan dari film ini. Saya menyadari tidak gampang mengadaptasi novel trilogi yang begitu kaya konteks menjadi film dengan durasi 2 jam. Tetapi film terindah yang mampu mevisualisasikan feature konteks yang pernah saya tonton adalah Forrest Gump. Dimana saya sudah membaca novel berikut melihat film-nya yang akhirnya filmnya membuat titik klimaks akan sebuah kepuasan seorang penikmat novel dan film. Film Sang penari juga dengan bumbu improvisasi dari novelnya. Ending yang jelas sangat berbeda dengan novelnya. Hal ini sama seperti yang saya rasakan ketika membaca novel memoir geisha dan melihat film memoir geisha. Ending dari kedua film ini lebih memuaskan penonton daripada novel aslinya yang lebih tragic love story-nya. Srinthil yang ending dalam novelnya terganggu mentalnya dan harus meratapi nasibnya di RS. Jiwa tetapi dalam ending dalam film Sang penari, dengan ending Srinthil mungkin dengan gangguan sedikit mengalami gangguan mental tetapi mampu membebaskan dirinya untuk menjadi the truly dancer that meet her freedom--dance with heart not material reason--. Anyway, atas narasi cerita, tema akan pesan sebuah budaya lokal yang tergerus jaman dan campur tangan kekuasaan, politik. Tema perempuan, seks, harga diri, kemiskinan dan rendahnya budaya literasi sehingga eksploitasi dan tragedi kemanusiaan, film ini sudah cukup merepresentasi dari novel aslinya. Pesan moral yang ingin disuarakan oleh Ahmad Tohari dalam novelnya sudah cukup tersampaikan. Well, congratz...tuk para sineasnya dan pekerja kreatif didalamnya.Kritik saya untuk kedepan adalah riset tentang perlakuan militer pada era tersebut sehingga cerita sejarahnya tidak terlalu kaku. Dan mungkin akan menarik bila garapan musiknya lebih digarap serius dengan lagu atau musik lokal yang tentunya akan membuat film ini lebih menarik. Yogyakarta, 16 Yogyakarta 2011 Sari Oktafiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun