Kehamilan adalah hal yang begitu menggembirakan, apalagi bila kehamilan kita itu ditunggu. Beragam kisah mengenai ibu hamil lengkap dengan segala kisah suka dan dukanya. Apalagi ketika awal kehamilan, ketika tubuh perempuan mulai beradaptasi untuk bersatu dengan janin, bakal kehidupan beragam "kesakitan" seperti mual, muntah, pusing, meriang pun terjadi. Hal seperti ini pun sempat saya alami sebagai ibu hamil di trisemester pertama, walaupun bagi saya fenonema "nyidam" itu kurang lazim dan tidak pernah saya alami di kehamilan anak sebelumnya. Tetapi preferensi dari setiap kehamilan itu berbeda begitulah waktu itu pembenaran saya, ketika nyidam pada kehamilan ketiga saya. Ternyata ketika diawal-awal minggu, saya USG kehamilan saya, dokter spesialis kandungan mendiagnosa kelainan pada kehamilan dengan hasil USG yang mayoritas berwarna kabut putih, terdapat janin dan itu terdeteksi sebagai hamil anggur parsial atau biasa disebut dengan mola hydatidosa parsial. [caption id="attachment_218193" align="aligncenter" width="300" caption="Hamil anggur"]
[/caption] Tentunya sangatlah syok dan sulit untuk menerima kenyataan bahwa saya hamil anggur parsial. Waktu itu dokter menyarankan agar saya segera melakukan
kuretase dan menggugurkan janin saya dengan pertimbangan untuk menyelamatkan nyawa ibunya. Lalu saya mencoba untuk mencari second opinion dari dokter kandungan lainnya sebagai upaya untuk menyelamatkan janin saya. Dan dokter kandungan yang kedua menyarankan untuk mempertahankan janin, tetapi akibat yang saya rasakan adalah selang beberapa hari berikutnya adalah sakit mulai dari mual dan muntah yang berlebihan, setiap kali makan selalu muntah, demam dan batuk sehingga akhirnya harus bed rest total di rumah sakit untuk menjaga agar tubuh tidak kehabisan cairan. Selanjutnya setelah pulang opname dari rumah sakit karena mual muntah, saya jatuh sakit lagi dengan indikasi nafas yang semakin tersesak, jantung berdebar lebih kencang dan setelah itu saya memutuskan untuk segera konsultasi lagi ke dokter kandungan untuk mengetahui kondisi kehamilan. Akhirnya dengan melihat kondisi saya yang semakin turun, pasca konsultasi dengan dokter saya opname lagi yang kedua dengan kondisi Hb darah turun cuma 8,4, lalu preklamsi dengan tekanan darah 170/120, denyut nadi 130 per detik, dengan perut yang semakin membesar yang menurut saya ukurannya sangat diluar kewajaran untuk usia kehamilan yang hanya beberapa minggu. Akhirnya dengan mempertimbangkan menyelamatkan nyawa saya, suami memutuskan dan berkonsultasi dengan dokter agar dilakukan tindakan kuretase dan menggambil janin kami. Kami pun disarankan oleh dokter agar juga mencari third opinion bila benar-benar akan menggugurkan janin. Kami pun berkonsultasi ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta di gedung GBST Maternal dengan dr. Irwan T. SPOG (K) dan dokter menyarankan agar tindakan kuretase harus segera dilakukan dengan beberapa pertimbangan: 1. Menyelamatkan nyawa ibu 2.Kemungkinan janin tidak berkembang 3. Kekhawatiran sel mola mengganas dan bermutasi menjadi kanker Masalahnya ketika saya pindah opname di RSUP Dr. Sardjito, kondisi
kesehatan umum saya sudah sedemikian memburuk, akibat dari pertumbuhan sel mola yang tidak terkendali saya hipertensi, hipertiroid karena sel mola menghasilkan hormon Beta Hcg (hormon kehamilan) yang berlebih, denyut nadi dan jantung yang kencang, Batuk yang semakin hebat serta pusing dan meriang. Tindakan yang dilakukan tim dokter waktu itu adalah melakukan terapi untuk memperbaiki kondisi umum sebelum kuretase. Saya melakukan perawatan selama seminggu dengan bantuan berbagai macam obat-obatan dan dengan serangkaian pantauan rontgen torax untuk mengetahui kondisi jantung dan paru-paru dan waktu itu ditemukan adanya pembengkakan akibat pertumbuhan dari sel mola di kehamilan saya. Lalu echo dan ekg jantung yang kontinuitas, pengecekan tiroid yang ketat untuk menurunkan kadar tiroid. Awal rencana dokter untuk tindakan bila kondisi umum saya sudah memenuhi standar siap dan baik adalah membuka rahim dengan alat "laminaria", memvakum sel-sel mola yang telah berkembang lalu baru kuretase. Tetapi malam sebelum tindakan kuretase saya mengalami pendarahan hebat (dokter mengatakan explosive) dimana jaringan sel mola keluar disertai dengan keguguran janin saya, untunglah pasca keguguran saya tidak mengalami pendarahan berlanjut. Tetapi pasca pendarahan kadar Hb darah saya turun drastis menjadi 5,7 sehingga tindakan transfusi darah dan infus cairan NaCl dilakukan. Dan akhirnya tindakan kuretase pun dilakukan post keguguran untuk membersihkan rahim. Alhamdulillah pasca kuretase berangsur-angsur kondisi kesehatan saya membaik, walaupun sempat transfusi darah 4 kantong dan injeksi infus NaCl beberapa kantong. Beberapa hal yang akhirnya menjadi refleksi saya adalah 1. Bila kehamilan kita terdeteksi Mola (hamil anggur) baik yang parsial maupun tidak maka tindakan yang terbaik adalah segera konsultasi ke dokter untuk segera kuretase sehingga kesakitan akibat pertumbuhan sel mola tidak semakin membahayakan kesehatan ibu. Saya menyadari sebagai ibu kita tidak ingin menggugurkan janin yang merupakan anak kita, bakal kehidupan tetapi sangatlah berisiko baik bagi janin dan ibu, bila tidak segera digugurkan. Dan hal ini pun dilakukan dengan alasan kesehatan bukan abortus sembarangan. 2. Terus melakukan konsultasi ke dokter kandungan dan bila perlu mencari beberapa opini agar menemukan solusi terbaik. Serta melakukan monitoring pasca pengambilan sel mola. Siapapun, perempuan produktif berpotensi dan beresiko untuk hamil anggur atau menderita mola hydatidosa parsial. Berbagai sumber informasi saya pelajari baik melalui studi internet maupun konsultasi dengan dokter kandungan mengenai Mola Hydatidosa. [caption id="attachment_218195" align="aligncenter" width="300" caption="Mola Hydatidosa"]
[/caption] Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah kelainan di dalam kehamilan dimana jaringan plasenta (ari-ari) berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang berlebihan. Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Pada kebanyakan kasus, mola tidak berkembang menjadi keganasan, namun sekitar 2-3 kasus per 1000 wanita, mola dapat berubah menjadi ganas dan disebut koriokarsinoma. Kemungkinan terjadinya mola berulang berkisar 1 dari 1000 wanita. Kadar hormon yang dihasilkan oleh mola hidatidosa lebih tinggi dari kehamilan biasa. Penyebab: Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola. Tanda dan gejala Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola : 1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS 2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar) 3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab 4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni). Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : 1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu) 2.  Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal 3.  Foto roentgen dada Tatalaksana Mola harus dikeluarkan seluruhnya dari dalam rahim yang biasanya dilakukan melalui tindakan dilatasi dan kuretase atau lebih dikenal sebagai kuret. Sebagai alternatif dapat digunakan obat oksitosin atau prostaglandin untuk membuat rahim berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Setelah itu tindakan kuretase tetap harus dilakukan untuk memastikan rahim sudah bersih. Ibu harus memeriksakan darah dan air seninya secara teratur selama 1 tahun setelah dilakukannya tindakan untuk memastikan hormon hCG kembali normal dan tidak ada pertumbuhan jaringan plasenta lagi. Apabila terapi berhasil dengan baik maka wanita pada umumnya dapat kembali hamil lagi jika mereka menginginkannya. Namun penting untuk diingatkan bahwa sebaiknya wanita dengan mola tidak hamil terlebih dahulu selama 12 bulan pertama. Salam sehat! Sari Bibliography:
http://adulgopar.files.wordpress.com http://www.lusa.web.id/kehamilan-mola-hidatidosa-mola-hydatidosa informahealthcare.com
http://en.wikipedia.org/wiki/Hydatidiform_moleBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Edukasi Selengkapnya