Episode 18: Bertemu Bidadari
Debu beterbangan karena jejak ban kendaraan membuatku harus meniti langkah dengan hati-hati. Di tengah jalanan yang sempit ini, semakin banyak kendaraan beroda dua dan empat. Sungguh terlalu, kalau kata Pak Haji Rhoma.
Beberapa anak-anak berlarian dengan tawa membuatku turut mengulas senyum. Di perempatan jalan, aku melihat seseorang yang kukenali.
"Mila?" ini pertama kali sejak saat itu aku berani menyapanya lebih dulu.
Perempuan itu menoleh. "Oh, Bang Jul?" Dia tersenyum, seperti biasa.
"Mau pulang?" tanyaku, dia memberikan anggukan kepala sebagai jawaban.
Langkah kami beriringan menyusuri jalan dengan aspal yang sudah berlubang sebagian dan harus menerima kehadiran debu atau asap hitam dari kendaraan memekakkan telinga. Jamilah menceritakan aktivitasnya di kampus dan mengajar bahasa asing di sebuah lembaga kursus bahasa asing.
"Kamu kapan wisuda, Mil?" aku akhirnya memberanikan diri bertanya.
"Habis idul fitri, Bang. Ayah jadi cepet-cepet nerima lamaran laki-laki yang datang, padahal aku nggak mau buru-buru banget untuk nikah."
Aku merasa tenggorokanku semakin kering.
"Jadi bener, sudah ada orang yang ngelamar kamu, Mil?"