Mulai dinding lantai lima hingga tujuh sudah tidak ada relief lagi. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (tak berwujud). Tingkatan ini mewakili kondisi dimana manusia sudah terbebas dari segala keinginan dan ikatan, namun belum mencapai nirwana. Sang Buddha tampak kabur karena masih ditutupi stupa berlubang sebagai sangkar.
Tingkat tertinggi merupakan penampakan tak berbentuk yang dilambangkan dengan stupa terbesar dan tertinggi. Stupa besar itu kosong dan tertutup tanpa ada lubang. Merupakan keadaan ketika Sang Buddha telah mencapai kesempurnaan hidup (nirwana). Ketika jiwanya terbebas dari segala belenggu dunia.
Bangunan candi Borobudur ini dibuat untuk menggambarkan perjalanan Sang Buddha dalam mengejar kesempurnaan. Sepuluh tingkat candi menggambarkan sepuluh tingkat Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan Buddha. Pada keempat sisi candi terdapat gapura dan tangga untuk menuju ke tingkat yang lebih tinggi, berbentuk piramida. Hal ini menggambarkan filosofi Buddha bahwa semua kehidupan berasal dari batu. Batu menjadi pasir, kemudian menjadi tumbuhan, kemudian menjadi serangga, kemudian menjadi binatang liar dan akhirnya menjadi manusia. Proses ini dikenal sebagai reinkarnasi. Proses terakhir menjadi jiwa dan akhirnya menuju nirwana. Pencerahan dalam setiap prosesnya tergambar pada relief dan patung di Candi Borobudur.
Berdasarkan dari kenyataan itu, maka para ahli sejarah meyakini kalau komplek Borobudur ini pada jaman dulu adalah tempat pendidikan. Bangunan candi yang megah ini berfungsi seperti halnya kitab yang digunakan sebagai sarana bagi setiap orang yang ingin mempelajari agama Buddha. Para pengunjung candi Borobudur ini pada masa itu adalah orang-orang (mungkin para pembesar-pembesar kerajaan) yang berkeinginan untuk mempelajari ajaran-ajaran dari Sang Budha. Kemudian dengan tuntunan dari para pendeta yang tinggal di sini mereka diberi pengajaran dan pengarahan mengenai ajaran-ajaran agama Budha. Pada masanya dulu para pengunjung Candi Borobudur ini adalah para pelajar yang bermaksud untuk belajar. Para "pelajar" ini akan menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan pengetahuan dan penghayatan yang cukup mengenai ajaran-ajaran dari Sang Budha Gautama.
Kita bangsa Indonesia mesti bangga karena memiliki warisan budaya ini yang sangat luar biasa ini. Selain bangunan megah yang akan tetap abadi, ternyata ada warisan lain yang tidak kalah monumental yaitu nilai-nilai luhur yang dikumpulkan dan diabadikan oleh nenek moyang kita. Meskipun Sang Budha Gautama tidak berasal dari tanah ini, tetapi ajaran tersebut dinyatakan dan diwujudkan dengan begitu indah oleh leluhur bangsa kita. Dan hanya di Borobudur ini, ajaran dari Sang Budha bisa diwujudkan dalam bentuk karya seni dan arsitektural yang sangat indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H