Mohon tunggu...
Sariman Gembro
Sariman Gembro Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengingat Lupa Siapa Ingat Sejarahnya?

30 Desember 2016   16:11 Diperbarui: 30 Desember 2016   16:17 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Format baru perlawanan Rakyat    ( mengingat   lupa)

Mega naik menjadi presiden setelah menelikung Gus Dur di tengah jalan. Rakyat berharapbanyak bahwa anak Soekarno ini bisa menjadi dewa penolong bagi situasi Indonesia yangterpuruk. Tapi semuanya seperti pungguk merindukan bulan. Mega ternyata tak ada bedanyadengan rezim-rezim sebelumnya. Rakyat semakin sengsara. Tak mengherankan pada tahun 2003perlawanan rakyat kembali memuncak   Pada tahun 2003, buruh, nelayan, mahasiswa, masyarakat adat dan petani, sopir,pedagang kaki lima, pengasong, PSK, tukang parkir, karyawan BUMN, pemuda dan intelektual,kaum profesional, miskin kota, serta belakangan para pengusaha dan industriawan, bergerakserentak aksi turun ke jalan dalam jumlah yang makin besar, yang berlangsung saban hari selama3 minggu ini. 

Sebagai gambaran aksi-aksi tersebut sebagai berikut: Di Palu, Manado, Kendari,Makasar, Bali, Mataram, dan Papua, turun ke jalan. Sementara di kota-kota Jawa Timur sepertiBanyuwangi, Jember, Malang, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Mojokerto, Ponorogo,paling tidak 1.000-3.000 massa melakukan demonstrasi. Jawa Tengah dan Jogja seperti diSemarang, Magelang, Temanggung, Purwokerto, Cilacap, Solo, Kudus, Pekalongan, dan Tegal,aksi massa diikuti sekitar 1.000 sampai 2.500 orang. Di Jawa Barat aksi-aksi terjadi di Bandung,Bogor, Tasikmalaya, Cirebon, Krawang, Sumedang. Di Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru,Bengkulu, Jambi, Dumai, Palembang, besaran partisipasi massa juga meluas rata-rata 500-2.000-an massa. Demikian juga di Kalimantan terjadi di Samarinda, Pontianak, Palangkaraya, danBanjarmasin dengan jumlah massa antara ratusan sampai 3.000. 

Sementara itu, di Jakarta,radikalisme massa sampai melibatkan dari 1.000-12.000 massa, dengan sasaran aksi setiap harike Istana Merdeka dan DPR-MPR.Sasaran aksi bervariasi. Selain Istana Merdeka dan gedung DPR, seperti TVRI, RRI,kantor Telkom dan PLN, pusat-pusat depo minyak, juga di kantor-kantor PDIP (terjadi di Palu danJakarta) juga menjadi sasaran. Seringkali foto Mega dibakar dalam setiap aksi-aksi itu. Tentu sajaini membuat Mega marah. Aksi-aksi mulai direpresi. Aktivis-aktivis yang vokal ditangkap. Di Palu 2orang aktivis ditangkap, Samarinda 18 orang, Yogyakarta 2 orang, Surabaya 2 orang, dan Jakarta20 orang. Di Karawang bahkan polisi dan tentara menembakkan peluru tajam untuk menghentikanaksi. Selain penangkapan, Mega dan pendukungnya menggunakan metode teror denganmembayar para preman seperti yang terjadi di Palu, Yogyakarta, Semarang, dan Solo.

Tapi sepertinya anti klimaks. Perlawanan petani dan buruh yang meningkat sepanjangmasa Gus Dur dan Megawati, terjun bebas ketika Susilo Bambang Yudhoyono [SBY] menjadipresiden. Sebelumnya tak ada yang memperhitungkan sosok SBY. Megawati masih percaya dirikalau dirinya bisa terpilih sebagai presiden dalam Pemilu 2004. Itu tak mengherankan. Perlawanantersebut walaupun diikuti dengan aksi-aksi radikal, tapi masih berupa spontanitas sebagai responterhadap kebijaksanaan ekonomi Megawati. Ketika isu-isu itu telah berlalu, perlawanan juga ikutmemudar. Bisa dikatakan bahwa kelemahan-kelemahan perlawanan pada periode sebelumyamasih terulang: radikalisasi tanpa diikuti perluasan struktur.

SBY, tentara didikan Akademi Militer Magelang, muncul dalam gelapnya perpolitikanIndonesia. Sebagai jenderal yang mempunyai pembawaan lembut dan sopan, SBY disukai oleh Amerika Serikat. Ia diharapkan bisa menjaga kepentingan AS di Indonesia. Sementara di dalamnegeri, rakyat kecewa dengan Megawati yang lebih banyak berkeluh kesah daripada bekerja.Dalam Pemilu yang berlangsung dua putaran, akhirnya SBY dengan mulus menuju Istana.Secara umum sebetulnya SBY tak ada bedanya dengan presiden-presiden yang lain. Iatetap setia menjalankan kebijakan neoliberalisme dalam bidang ekonomi. Tentu tetapmenyengsarakan rakyat. 

Tapi perlawanan belum muncul. Yang melakukan aksi [kalaupun ada]masih sebatas mahasiswa. Aksi-aksi itu pun masih dilakukan secara musiman. Terutama terjadiketika terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak [BBM]. Baru pada periode kedua masa jabatanSBY [ia terpilih menjadi presiden lagi-lagi dengan mengalahkan Megawati; kali ini satu putaransaja], perlawanan rakyat mulai bergelora.Terutama adalah buruh. Ketika gerakan mahasiswa tenggelam, kaum buruh justru semakinradikal. 

Sepanjang tahun 2009 sampai 2012, aksi-aksi buruh mendominasi. SBY dengan langkah-langkah neoliberalismenya yang lebih konsisten dibandingkan rezim-rezim sebelumnya telahmengkristalkan perlawanan buruh. Dampak kebijakan itu menampar kaum buruh dengan keras.Tak mengherankan aksi-aksi buruh bisa menggelombang dalam skala yang besar. Sebagaipuncak, hanya terjadi dalam rezim SBY, ribuan massa buruh menutup jalan tol. 

Dan, pada saatbersamaan terjadi aksi massa yang besar di Bima menolak dibukanya pertambangan di sana [danlagi-lagi aksi ini dilakukan dengan menutup pelabuhan]. Tentu ini metode baru dalam aksimenuntut. Metode yang membuat rezim ketakutan. Tak ada pilihan lain, upah buruh dinaikkan   untuk mencegah agar de radikalisasi tak berlanjut.Selain buruh, tentu saja perlawanan kaum tani perlu disebut. SBY masih mewarisi problem pertanian zaman Soeharto. 

Kasus-kasus pengambilan tanah petani yang dilakukan oleh Soehartountuk membuka perkebunan di luar Jawa, belum juga bisa dituntaskan. Kasus petani Jambi danMesuji merupakan contoh persoalan pertanahan warisan Orba. Para petani melakukan aksi-aksiradikal untuk merebut tanah mereka. Dan lagi-lagi polisi dan tentara dikerahkan untuk menumpas. Potensi perlawanan di kalangan buruh dan tani pada periode rezim SBY ini memuncak,tapi sebagaimana perlawanan terhadap respon ekonomi lainnya, akan terhenti ketika tuntutansudah tercapai. 

Walaupun masih ekonomis, yang perlu digarisbawahi adalah metode perjuanganyang digunakan. Baik kaum tani dan buruh tidak segan-segan lagi dengan aksi massa. Hanyayang menjadi persoalan, sebagaimana perlawanan sebelumnya, belum ada persatuan antara duaelemen yang berlawan itu. Masih ada dinding yang memisahkan diantara keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun